menetaplah

520 60 35
                                    

"Dia selingkuh, Mione! Dia berkencan dengan orang lain, orang lain yang jauh lebih baik dariku secara fisik maupun mental. Mereka- hiks, mereka dengan mesranya bercumbu dihadapanku!" Dan tangisnya pecah lagi.

Aku diam, memikirkan tindakan apa yang harus kuambil selanjutnya. Dalam hal ini, bisa jadi kasusnya mirip seperti menjinakkan bom, setiap langkah harus dilakukan dengan hati-hati.

Aku benar-benar kehilangan kata-kata, yang bisa kulakukan hanya mengelus punggungnya, berharap hal itu akan membuatnya merasa lebih baik.

Tangisnya mereda sebentar, namun tiba-tiba Draco mulai terisak lagi.

"Aku-aku-hiks, tidak menyangka,"

"Sudah, sudah, kau tidak perlu menjelaskan semuanya kalau kau merasa lelah,"

Tangisnya kini pecah, Draco menangis dibahuku, aku bisa merasakan bahuku basah, tapi itu tidak apa-apa. Peluknya semakin erat. Aku bisa merasakan jantungnya bergedup keras.

"Kau mau duduk?"

Draco mempererat peluknya. Namun beberapa saat setelah itu, dia melepaskanku, menghapus air matanya dan dengan sesenggukan berkata, "Maaf, aku membuat bajumu basah,"

"Tidak apa-apa, aku suka memakai baju lembab,"

Yeah aku agak berbohong disitu.

Draco berjalan lunglai menuju sofa terdekat, menghempaskan tubuhnya dan melihat ke langit-langit. Aku mengikuti di sebelahnya.

Kami hanya diam untuk beberapa saat.

"Kau tahu, untuk beberapa waktu kupikir dia adalah 'orangnya', maksudku, kupikir mungkin kami setidaknya bisa bertahan lebih lama dari ini,"

"Aw, tidak apa-apa, kau akan menemukan yang lebih baik, percayalah," aku mengelus bahunya dari samping, memerhatikan wajahnya yang kemerahan.

Dia masih sesenggukan. Aku perlahan mengambil botol alkohol dari tangannya sambil berkata, "Kau tahu...pada akhirnya...akan jadi lebih baik bagimu."

Aku berjalan ke dapur dan membuang isi botol ke wastafel kemudian membuang botolnya ke tong sampah dan bergegas kembali membantu Draco.

"Nah...sekarang..." Aku berdiri di depannya, melihat situasi.

"Mari kita ganti pakaianmu dulu, kau pasti gerah dengan pakaian itu, huh,"

Aku menarik tangan Draco. "Ayo, berdiri. Apa? Kau mau cerita? Kita akan bercerita sampai pagi, tapi pertama-tama, ganti baju. Ayoo,"

Draco dengan malas berdiri.

Ups, aku melupakan sesuatu.

"Oh, tunggu," Aku bergegas mengunci apartemennya dan membawa kuncinya beserta Draco menuju kamarnya. Namun ternyata pintu kamar Draco tidak dikunci.

"Yang benar saja," kataku.

Draco mengangkat kedua bahunya.

Aku melirik ke dalam kamar Draco yang gelap dan memberi tatapan itu sambil bertanya apakah aku diperkenankan masuk, "Bolehkah...?"

Lagi, Draco hanya mengangkat ledua bahunya lunglai.

"Drac, ayolah!" Aku menarik tangan Draco dan menghidupkan lampu kamarnya. Mengejutkan melihat kamarnya yang lumayan rapi dan bau parfum.

Draco menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur. Dia duduk dengan tatapan kosong.

"Hm, mana lemarimu?"

Draco menunjuk lemarinya.

"Apakah...aku boleh membongkarnya?" Tanyaku pelan, Draco hanya mengangkat kedua alisnya tanda setuju.

That Unwanted Feeling (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang