I love being alone because it's full of peaceful. No one will see how much tears fall out from my eyes. No one will see how poor I am. And the most important is no one will ask many questions that I don't want to answer. –Raina
.
.
.
.
.
Prepare your heart first (:
Raina
Hujan.
Satu jam berlalu sejak terakhir kali gue masuk ke kamar sambil memandangi kaca jendela yang dipenuhi butir-butir air dari langit yang jatuh dengan lembut ke tanah. Beberapanya jatuh membasahi jendela kamar gue yang tirainya masih terbuka. Hujan selalu mengingatkan gue tentang dia. Dia yang tadi sore mengantar gue pulang, lalu tersenyum sambil melambaikan tangan saat gue berjalan masuk ke dalam rumah. Dia yang masih belum beranjak pergi sampai gue masuk ke dalam rumah. Dia yang udah beberapa minggu ini semakin terlihat manis dan memperlakukan gue sangat spesial.
Dia orang yang sama dengan yang malam ini gue pikirkan.
Setelah percakapan random di Mc Donald tadi sore, gak tau kenapa gue ngerasa ada sesuatu yang lain dengan ekspresi Iyon. Sebenarnya, gue cuma mau memancing dia aja soal cinta pertamanya. Karena gue yakin kalau gue bukan orang yang punya tempat spesial itu. Gue ngerasa, sekeras apa pun gue berjuang, Iyon nggak akan pernah mengizinkan gue untuk datang ke tempat itu.
Dia... terlalu pintar menyembunyikan perasaannya.
Malam ini dingin.
Persis seperti rasa yang pernah gue alami waktu itu.
Gue pernah merasa dingin dan sendirian, ketika Iyon sibuk dengan dunianya sendiri.
Gue juga pernah merasa dingin dan benar-benar membutuhkan sebuah pelukan sampai rasanya pedih. Pedih karena pelukan itu nggak pernah datang dari orang yang gue harapkan.
Rasanya perih waktu orang itu lebih memilih diam di tempatnya, duduk sambil terus membaca komik ketimbang merelakan beberapa menitnya untuk menghampiri gue yang saat itu demam.
Gue... pernah ada di masa-masa itu.
Masa di mana gue selalu jadi nomor sekian ratus di hidup Iyon. Masa di mana gue sendiri kalah penting ketimbang pelajaran, komik, pun playlist yang sering dia dengarkan sendirian. Masa di mana gue kedinginan dan kesepian di saat yang bersamaan.
Dan hujan malam ini kembali mengingatkan gue pada masa-masa itu sampai nggak sadar, air mata gue udah menetes. Tapi, seperti salah satu quotes yang pernah gue baca kalau ada saatnya badai itu berlalu. Yang perlu kita lakukan cuma menunggu sampai selesai dan berlindung di tempat yang tepat.
Doa gue nggak pernah muluk-muluk kok, semoga badai yang gue alami kemarin-kemarin memang udah waktunya berhenti. Semoga memang sekarang waktunya pelangi untuk datang, tepat setelah badai menerjang.
Kadang gue berpikir, kenapa ya gue harus cintanya sama Iyon? Kenapa nggak Vio aja, yang nggak pernah sekalipun bikin gue nangis. Bahkan gue lebih sering marah-marah karena dia ketimbang nangis. Lalu, saat itu juga gue sadar kalau gue nggak nangis karena dia ya sederhana aja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Remorseful [SKY]
Teen FictionKalau ada satu kesempatan untuk mengulang masa lalu, satu-satunya masa yang pengin gue ulang adalah masa putih abu-abu. Masa saat gue menyia-nyiakan cinta seseorang, mengabaikan perhatiannya yang berlebihan, dan bahkan meninggalkannya tanpa perasaan...