Forty Six: Hujan dan Cerita Kita

612 123 173
                                    

"The thing about pain is it won't last forever. And it kills you right now, but the time with it gets better. The thing about love, is you can't feel its touch. Until you let someone knows, that this world is too much." –Alvio

.

.

.

.

.

.

.



Raina



Gue berjalan santai menyusuri pintu kedatangan sambil menenteng satu tas ukuran sedang berisi pakaian yang gue pakai dua malam di Surabaya. Jam udah menunjukkan pukul 5 sore, tapi mata gue belum menangkap sosok yang katanya mau nyambut kedatangan gue di bandara. Gue tersenyum getir saat ingat cowok itu. Tapi, saat langkah gue semakin menjauhi pintu kedatangan, mata gue semakin jelas menangkap rupa seorang cowok yang sedang jongkok dan bersandar ke tembok sambil memainkan ponsel. Dia mengabaikan riuh suasana di bandara dan sibuk dengan ponselnya.

Tipikal seorang Vio banget.


Diam-diam senyum gue tersungging saat menyadari Vio menepati janjinya. Tadi pagi gue sempat cemas kalau Vio mendadak nggak bisa jemput karena alasan satu dan lain hal. Tapi ternyata dia memang tipe cowok sejati.

Bentar, kok gue mesem-mesem sih?


Gue berjalan menghampirinya lalu menarik masker yang menutupi sebagian mukanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gue berjalan menghampirinya lalu menarik masker yang menutupi sebagian mukanya. Cowok itu mendongak tapi bukan itu raut wajah yang gue harapkan saat dia menyambut gue sekarang. Gue tersenyum lebar, mencoba memancing mungkin dia akan melakukan hal yang sama. Atau dia tiba-tiba berdiri lalu mengusak kepala gue seperti biasa. Salam pertemuan kami.

Tapi, bahkan setelah tiga detik pun, dia cuma bangkit tanpa senyum atau pun mengusak kepala gue.

"Yuk. Kok diem?" tanyanya dengan suara yang terdengar semakin serak.

"Are you okay?"

"Hm." Cowok itu cuma bergumam, mengambil tas tenteng gue dan berlalu. Berjalan mendahului gue tanpa berniat buat sekadar narik tangan gue.



Sepuluh menit di dalam mobil, nggak ada pembicaraan apa pun yang keluar dari mulut kita berdua. Vio kelewat serius menatap jalanan yang sebenarnya nggak begitu macet. Padahal harusnya sih di jam-jam segini Pasteur macetnya parah. Tapi mungkin hari ini Bandung lagi baik sama gue.

Remorseful [SKY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang