Thirty Seven: Bonus

638 147 158
                                    

"The way you looked at me from the corner of your eyes. How your beautiful smile shone in my eyes. The memory of our meeting, still dwells in my heart." -Orion

.

.

.

.

.

.

.

.




Orion



Pesawat mengudara di ketinggian sekitar 30 ribu kaki. Dengan kondisi langit yang benar-benar cerah karena sorot matahari senja, ditambah warna langit yang biru muda bersih dari awan-awan tebal. Suasana kayak gini mengingatkan gue pada sosok cewek mungil yang gue yakini kalau sekarang udah nggak mungil lagi. Cewek yang berhasil memenuhi pikiran gue selama 8 tahun terakhir. Cewek yang sukses mengejar mimpinya dan mengabaikan dunia akademik seperti janjinya dulu, sebelum gue meninggalkannya.




Ina.

Sosok cewek yang berhasil membuat gue mengabaikan puluhan pramugari yang mendekati gue. Sosok cewek yang berhasil membuat gue enggan menatap cewek lain karena mengingat dia aja udah lebih dari cukup. Bahkan, lebih dari cukup.

Gue masih ingat banget, sore itu di dalam mobil kita berdua bertengkar karena hal sepele. Karena Ina tiba-tiba nanya warna langit. Dia yang meyakini kalau warna langit itu pink, sementara gue sendiri yakin kalau warnanya jingga. Ina yang gue yakini saat itu pengin banget berdebat lebih lama, tapi gue malah memilih untuk mengiyakan agar perdebatan itu segera berakhir.

Na, gue kangen sama lo. Gue kangen sama perdebatan kita sore itu soal warna langit yang nggak jelas. Gue kangen menghabiskan waktu sore bareng lo. Gue kangen, kangen sekangen-kangennya sama lo.


Lo kangen gue nggak Na? Lo kangen nggak sama momen setiap sore yang selalu kita habiskan bersama di dalam mobil menuju rumah lo atau tempat les lo? Lo kangen berdebat hal nggak penting sama gue nggak? Karena jujur aja, gue kangen semua itu. Andai aja waktu itu gue memilih untuk terus membalas perdebatan kita. Andai waktu itu gue nggak memilih untuk mengakhirinya. Andai waktu itu gue lebih peka kalau setiap kenangan indah bareng lo bisa bikin gue lebih bahagia saat itu.



Karena apa ya Na, sekarang senja nggak pernah terasa sama lagi setelah gue pergi.



***


Gue masih berjalan sambil menggeret koper setelah keluar dari pintu kedatangan, lalu berjalan mencari mobil yang katanya udah stand by menunggu kedatangan gue di terminal kedatangan sejak satu jam lalu. Emang nih Pak Dadan paling top kalau suruh jemput cepet. Setelah berjalan sekitar 5 menit, gue akhirnya menemukan SL 400 AMG Line biru metalik kesayangan gue, yang di dalamnya jelas ada Pak Dadan.

Remorseful [SKY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang