Seven: This is Us

663 143 27
                                    

Every time I look at you, I wonder how I got to be so damn lucky. -Mine






Mine




Berkali-kali gue melirik jam tangan pemberian Iyan waktu ulang tahun gue keenam belas. Jarum jam udah menunjukkan pukul setengah tujuh lewat lima menit, dan gue yakin kalau hari ini kita berdua bakal terlambat. Gue sih sebenarnya nggak masalah, cuma gue kasian aja kalau Iyan harus terlambat. Soalnya dia bandel sih, sering keluar-masuk BP barengan sama Vio. Kalau hari ini telat kan kemungkinan masuk BP lagi.

"My Honey!" gue mendengar suara klakson di depan pagar dan di sana udah ada Iyan tersenyum lebar dari balik helmnya sambil melambaikan tangan. Duh, Yan, gue benar-benar bersyukur deh punya lo di hidup gue. udah dua tahun berlalu, tapi, rasa deg-degan tiap nunggu lo jemput gue di pagi hari kayak gini masih aja ada. Bahkan sama kuatnya sama waktu pertama kali lo jemput gue 2 tahun lalu.

Gue langsung bergegas ke pagar depan karena sebelumnya udah berpamitan sama orang tua gue yang masih sarapan di dalam.


"Kamu kok terlambat sih? Nanti kalau dihukum gimana?"

"As long as I'm with you..." Iyan terkekeh sambil mengusak kepala gue.

"Beeee, aku serius."

"Ya aku juga serius, Honey. Udah biasa aku tuh dihukum guru BP doang. Mentok-mentok paling diskors. Mereka berani ngeluarin aku dari sekolah, liat aja nanti nggak akan aku bantu kalau ada lomba band atau nyanyi lagi."

"Ih kamu tuh yaaaa, hebat banget sih. Pacarnya siapa coba?" tanya gue gemas sambil mencubit kedua pipinya. Iyan hanya terkekeh lebar dengan matanya yang membulat gemas.

"Yasmine Fathaara dong, siapa lagi."

Gue terkekeh mendengarnya. Udah dua tahun berlalu, tapi, setiap Iyan menjawab pertanyaan semacam itu dengan jawaban yang selalu sama, nama lengkap gue, ada perasaan bangga dan beruntung yang diam-diam menyelinap di dalam hati. Di saat banyak cewek cuma bisa ganggu Iyan lewat chat-chat nggak jelas, atau sekadar menyapa-nyapa genit di koridor kelas, dan juga di seluruh penjuru sekolah, atau mereka yang suka diam-diam menyelipkan surat di loker punya Iyan, gue adalah the one and only yang berhasil mendapatkan hati Iyan.

Uh, boleh bangga nggak?


"Ya udah yuk kita berangkat." Iyan mengaburkan lamunan gue sambil memberikan helm yang langsung dia pasangkan di kepala gue secara pelan-pelan. Nggak lupa, dia mengancingkan helmnya dan menepuk-nepuk bagian atas-sebagai kode bahwa dia udah memastikan kepala gue aman.

Gue langsung menaiki jok penumpang di belakang, menyisipkan ransel gue di tengah-tengah antara gue dan Iyan. Motornya dia motor besar gitu btw, yang jok penumpangnya nungging-nungging. Kan gue nggak demen kalau dia ngerem mendadak bikin badan gue jadi mepet-mepet ke dia. Enak di Iyan nggak enak di gue sih kalau gitu.

"Tangannya, Han."

"Bentar aku benerin tas dulu."

Setelah tas gue rapi dan aman, gue langsung menjulurkan tangan ke saku jaket Iyan di sisi kanan dan kiri pinggangnya. Iyan selalu memakai jaket dengan saku di kanan dan kiri yang mudah untuk tangan gue raih. Karena katanya, kalau berangkat pagi, udara Bandung kelewat dingin. Kasian tangan gue kedinginan.

Remorseful [SKY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang