Forty Eight: That Feeling

587 118 93
                                    

Years from now, our past will be a story. A story of long days and lonely nights, hard work and lack of sleep. We'll live each day having intimately known the pain of being apart. We'll appreciate and embrace our time together, knowing how lucky we are to have made it through. –Raina

.

.

.

.

.

.

.



Raina



"Yo..."

"Kenapa?"

Tiga detik berlalu tapi gue masih diam. Alih-alih menjawab pertanyaan Vio, gue malah membuang pandangan ke jendela sebelah kiri. Memperhatikan lalu-lalang motor yang menyalip agar bisa berhenti di area pemberhentian motor. Sayup-sayup gue mendengar lantunan lagu Chen mengalun di media player Vio.

Beautiful Goodbye.



Gue sebenarnya bukan pecinta Korea garis keras. Gue cuma penikmat musik yang kebetulan, beberapa tahun lalu saat lagu ini rilis kok kayaknya dalem banget. Begitu gue cari artinya, memang iya. Parah, gue bahkan sempet nangis karena bukan cuma artinya yang dalem, tapi pembawaan Chen pas nyanyi lagu ini pun berhasil bikin hati gue seolah teriris-iris.

"Lo mau ngomong apa tadi Ra?"

"Ah, enggak Yo. Maybe karena bawaan hujan dan puter lagu ini, perasaan gue jadi melow."

"Ada sesuatu yang lo umpetin dari gue ya?"

"Kentara ya?" gue nyengir sedikit merasa bersalah.

"Banget." Vio senyum terus tangan kirinya narik tangan gue buat dia genggam.

"Yo lo anget lagi?"

"Nggak papa. Kan ada lo." Lagi-lagi dia cuma balas sambil senyum. Tapi matanya keliatan sendu banget. Mungkin karena masih sakit kali ya?

"Kita langsung pulang aja ya?"

"Ke rumah gue?"

"Ya udah, biar nanti gue pulang pakai ojek online aja dari rumah lo."

Begitu traffic light berubah hijau, Vio melepaskan tautan tangannya dan mengoper gigi mobil. Seiring mobil yang perlahan bergerak, samar-samar gue bisa mendengar Vio bilang, "siapa juga yang bolehin lo pulang."


***


"Ra..."

Gue merotasi bola mata jengah. Membiarkan cowok tinggi itu terus merengek karena gue tinggal ke dapur. Padahal dari tadi udah gue suruh tunggu di kamar, istirahat. Ini malah maksa ikut ke ruang makan cuma buat memastikan gue benar-benar cuma menuangkan bubur yang tadi dibeli.

"Lama ih." Tiba-tiba wajah cowok itu udah bersandar di bahu gue sebelah kanan. Aroma tubuhnya langsung menguar, membuat gue selalu terbuai dan nyaman.

Remorseful [SKY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang