Forty One: Viona or Riona?

605 134 144
                                    

"Dari pertemuan itu akhirnya aku sadar
Bahwa melepasmu
Adalah caraku untuk turut berbahagia" -Rachel

.

.

.

.

.

.

.



Rachel



Waktu itu, sebelum gue lulus kuliah, bokap gue udah menawarkan posisi magang di perusahaannya. Awalnya gue menolak, jelas. Gue nggak mau masuk begitu aja karena dari dulu, gue pengin kerja di perusahaan yang bisa gue dapat karena kerja keras. Bukan karena tawaran. Tapi, begitu bokap bilang kalau gue mesti ikut tes dulu, dan meyakinkan bahwa gue bisa lolos karena kemampuan, akhirnya gue coba untuk magang di sana.

Ah, gue belum cerita soal bokap gue ya?



Sesuai novel yang Ina bikin, gue waktu itu memang diculik sama orang-orang suruhan bokap. Jadi, beberapa hari menjelang ujian, bokap gue udah kembali ke Indonesia. Syukurnya, beliau bisa bangkit di luar negeri setelah meninggalkan gue dan berpisah dari nyokap. Jadi waktu itu bokap gue balik ke Indonesia, nyuruh anak-anak buahnya untuk bawa gue biar beliau bisa ketemu. Dan begitulah, semuanya terjadi gitu aja.

Bokap yang langsung menghambur untuk memeluk gue, menangis tanpa henti sambil mengusap kepala gue penuh sayang, mendekap gue benar-benar erat seolah kalau beliau melonggarkannya sedikit aja, gue akan pergi.


"Acel, maafin Papa. Maaf karena Papa udah jahat ninggalin kamu setelah perceraian itu. Maaf karena Papa malah meninggalkan banyak utang untuk kamu dan Om. Maaf udah membuat kamu jadi susah karena Papa."


Waktu itu gue nggak tau harus merespon apa. Gue terlalu sibuk menikmati rasa hangat yang tercipta karena pelukan bokap. Gue bahkan mengabaikan pertanyaan bokap sampai akhirnya beliau bertanya lagi.


"Acel, kamu mau kan kasih Papa kesempatan buat menebus semuanya? Papa akan bawa kamu dan Tante, juga Keyla. Kita mungkin akan tinggal di beda rumah, tapi Papa akan membiayai hidup Tante dan Keyla sebagai bentuk permintaan maaf Papa."


Mungkin, kalau gue jahat, waktu itu gue udah melepas paksa pelukan bokap dan kabur. Gue akan menghilang dan nggak pernah mau menerima permintaan maaf beliau karena udah membuat gue susah bertahun-tahun. Sampai gue harus ketakutan setiap kali melihat cowok-cowok bersetelan hitam. Sampai gue harus sakit kehilangan Om, sampai gue harus rela menghemat demi bisa melunasi utang-utang bokap.

Tapi, nyatanya nggak gitu.


Nyatanya, saat itu gue malah mengangguk dan memaafkan beliau semudah itu. Nyatanya, saat itu jadi saat titik balik hidup gue berubah. Seminggu kemudian, bokap menepati janjinya. Kita berdua kembali tinggal di rumah yang udah bokap gue beli, di sekitaran Jalan Cihampelas, dan akhirnya bertetangga dengan Tante dan Keyla. Tentu itu membuat gue senang karena gue masih bisa memantau keadaan mereka meski nggak lagi tinggal di rumah yang sama.

Remorseful [SKY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang