Thirty: Let It Go

634 139 63
                                    

I know it's hard
I know it feels like
tomorrow will never come
and today will be the most
difficult day to get through
But I swear you will get through
The hurt will pass
as it always does
if you give it time and
let it
so... 
let it go





Rachel



Gue selalu nggak percaya kalau rasa cinta bisa hilang secara tiba-tiba. Dari dulu, waktu nyokap bokap gue memutuskan cerai, gue nggak begitu aja percaya waktu mereka bilang udah nggak sayang lagi. Meskipun memang nggak ada yang bisa nebak perasaan seseorang, tapi, pasti ada pemicunya kenapa rasa cinta yang dulu menggebu-gebu bisa hilang gitu aja. Buktinya kan, salah satu dari mereka ternyata jatuh cinta sama orang lain.

Gitu juga sama Iyan dan Mine. Gue pikir, mereka akan selalu sama-sama sampai lulus sekolah, terus kuliah, bahkan sampai akhirnya menikah. But, nobody can guarantee someone's future. Malam itu, setelah kita kumpul bareng di cafe untuk nonton live acoustic, setelah drama Mine mutusin Iyan di hadapan puluhan pengunjung cafe, cewek itu langsung dateng ke rumah gue buat nangisin Iyan semalaman.

Dia menumpahkan semua kesedihannya dan ngeracau apa pun yang pengin dia omongin. Bahkan gue sendiri kaget waktu semua bahasa binatang keluar dari mulut Mine malam itu.

Sialnya, nggak berselang lama, gue dapet kabar kalau Ina nggak masuk sekolah karena habis putus sama Rion.

Bentar, gue nggak salah denger kan?



Pagi itu, Raina dengan suara serak telepon gue dan bilang kalau dia nggak sekolah karena nggak enak badan. Giliran gue tanya kenapa, cewek itu nangis agak lama. Barulah setelah sedikit tenang, dia cuma bilang kalau dia habis putus sama Rion tanpa ngasih penjelasan apa-apa lagi. Dia tutup telepon sepihak padahal masih banyak yang pengin gue tanyain. Salah satunya kondisi dia saat itu.

Tapi, bahkan setelah seminggu berlalu, ketika gue tanya gimana kondisinya, dia selalu bilang baik-baik aja. Gue sadar kalau dia menghindar, nggak cuma ke gue tapi juga ke anggota Tripdate Squad yang lain. Rasanya pengin banget gue peluk dia buat bikin tenang, atau seenggaknya, gue pengin liat dia nangis di depan gue. karena itu jauh lebih baik daripada gue ngeliat dia terlihat sok tegar tapi rapuh di dalam. Cuma ya... gue nggak mau memaksa. Raina udah besar, dan gue tau gue nggak bisa memaksa dia untuk cerita. Beberapa hari ini gue membiarkan dia menenangkan dirinya sendiri dan tetap memperhatikannya dari jauh. Tapi, bukannya terlihat semakin baik, kondisi dia malah semakin buruk. Keliatan banget dia semakin terluka karena kondisi kita sekarang.

Jadi, sore ini gue memaksa datengin rumahnya sendirian.



"Loh, Rachel? Kok diem di depan sih?"

Gue balik belakang dan menemukan ibunya Raina dateng keluar dari mobil yang baru masuk carport. Mama Raina bawa beberapa paper bag yang cukup bermerek di tangan kirinya.

"Eh Tante, apa kabar?" gue berjalan mendekat dan langsung mencium tangannya.

"Baik, kamu sendiri gimana? Kok anak-anak pada nggak pernah main ke sini lagi sih? Jelek ya rumah Tante?"

"Ih Tante apa sih, lagi sibuk aja kok." Jawaban gue sontak bikin kita berdua terkekeh. "Ya udah yuk masuk-masuk. Kamu sendiri?"

Gue mengangguk.

Remorseful [SKY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang