Twelve: The Hardest Good Bye

643 148 114
                                    

*play song on media above, please*

Will be the longest part ever. 3000 words.

.

.

.

.

Andai dikasih satu kesempatan untuk memilih kekuatan, satu-satunya kekuatan yang ingin gue punya adalah membaca pikiran orang. Karena sejujurnya, sejak tadi siang, pikiran gue nggak berhenti untuk menerka-nerka makna dari sorot mata cowok kesayangan gue pada cewek di hadapannya. –Raina





Raina



Udah dua jam berlalu, tapi gue nggak bisa fokus mendengarkan apa yang tutor matematika jelaskan di papan tulis. Di sebelah gue, cowok itu juga nggak kalah bosannya. Doi malah terlihat menopang dagu, mengarahkan wajahnya ke kiri yang di mana mengarah ke gue yang duduk di sebelah tembok. Tapi, matanya memejam.

Parah, dasar si kebo. Tukang tidur. Beruang jelek!


Ah, ngomong-ngomong soal Alvio, gue jadi teringat nama kontaknya di ponsel gue yang tiba-tiba berubah. gue langsung mengeluarkan ponsel dan mencari nama kontak "Selingkuhan" seperti yang pernah tertera di sana beberapa hari lalu. Tapi, ketika gue baru mengetik "Seli" nggak ada muncul nama itu lagi. Halah, ini siapa juga yang suka ganti-ganti nama kontak dia kalau bukan cowok itu sendiri. Doi memang demen mainin ponsel gue, tapi gue nggak tau kalau dia juga demen ganti-ganti nama kontaknya.


"Mengerti?" tiba-tiba pertanyaan itu meluncur dari tutor kami di depan kelas, yang langsung dijawab serempak. Karena udah nggak tahan mau pulang, gue ikut-ikutan berteriak paling semangat.

"Mengerti Paaaak!"

"Nah, sekarang saya kasih tugas di exercise 6.2 ya, nomor 1, 2 dan 3. Kalau selesai, langsung bawa ke depan dan kalian boleh pulang."

Mati lah gue.


Dari tadi gue benar-benar nggak memperhatikan si tutor ngebahas apa. Mau bangunin Vio pun pasti susah kecuali kalau kelas ini udah selesai. Jadi gue hanya bisa merutuk kesal sambil ikut-ikutan menopang dagu. Sampai nggak sadar 10 menit berlalu dan udah ada 1 orang maju ke depan sambil membawa bukunya. Ya udahlah ya, paling juga gue dan Vio jadi orang terakhir yang keluar dari kelas kayak biasa.

Gue kaget waktu tiba-tiba Vio membuka matanya dan jelas langsung menatap gue. "Apaan lo?" tanya gue sedikit keras membuat keenam orang lainnya di dalam kelas beserta tutornya ikut menoleh.

"Ada apa Raina?"

"Ah, enggak Pak, nggak papa. Ini Vio nanya."

Sementara objek yang jadi pengalihan gue masih menopang dagunya, matanya mengerjap-ngerjap dengan bibirnya agak mengerucut. Astaga, kenapa Vio yang bangsat mendadak keliatan imut gini kalau bangun tidur?


"Kenapa ngeliatin? Gue ganteng ya?"

Gue cepat-cepat memutar bola mata dengan malas. "Najis. Sana buruan kerjain soalnya, gue nunggu jawaban lo nih."

Remorseful [SKY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang