Isi 1

6.9K 251 0
                                    

•Hidup Baru•

Sejak kejadian lima tahun yang lalu, Allyza tidak pernah bertemu dengan Arga karena Arga pindah sekolah. Allyza tidak tau mantan pacarnya pindah ke mana karena mereka sudah hilang kontak. Perihal Sania, Allyza pernah bertemu dengannya satu kali waktu tiga tahun yang lalu. Bertemu di toko kue saat Allyza membeli kue ulang tahun untuk Ayahnya. Tapi, sebelum Allyza bertanya tentang Arga, Sania sudah menghilang.

Saat ini, Allyza memasuki semester akhir. Kuliah di universitas swasta di kotanya dengan jurusan matematika. Ia berharap bisa menjadi guru hebat yang bisa menjadikan anak generasi sekarang mempunyai ilmu pendidikan dan moral. Selain kuliah, kesibukan Allyza adalah membantu Tantenya mengajar di taman kanak-kanak, serta menulis novel. Allyza sudah berhasil menerbitkan 2 novel. Pertama menceritakan tentang hubungannya dengan Arga. Dan yang kedua, menceritakan tentang harapannya di masa depan.

Sejak hubungan Allyza berakhir dengan Arga, hidupnya seperti tidak ada beban lagi. Hubungan Allyza dengan keluarganya juga semakin membaik. Dulu, saat Allyza masih pacaran dengan Arga, ia menjadi anak yang keras kepala, tidak mau mendengar nasihat dengan baik. Namun, sekarang ia sudah bisa mendengar nasihat dari keluarganya dengan baik. Memang benar, pacaran banyak mengandung keburukan. Ada rasa menyesal di hati Allyza pernah pacaran, namun ada rasa bersyukurnya juga. Tapi, ada satu hal yang harus diketahui, sampai sekarang hatinya masih ada untuk mantan pacarnya.

Perihal Ayahnya, penyakit Arif sudah membaik. Tidak sembuh total namun ada kemajuan. Dulu, mereka merasa kesepian tidak ada candaan dari Ayah mereka, sekarang bisa mendengar candaan itu lagi. Berkumpul dengan keluarga adalah salah satu nikmat dari Allah yang harus disyukuri.

Allyza melangkahkan kakinya menuju taman kampus.

"Hai, Za!" sapa teman Allyza bernama Alin, menghampirinya saat duduk di taman.

"Hai! Tumben baru datang? Biasanya juga nggak telat," balas Allyza, lanjut mengetik di laptopnya. Alin adalah teman dekatnya sejak awal perkuliahan

"Iya, nih, Bang Zoe lama banget mandinya, jadi telat deh antarin aku," jawabnya sambil manyun.

Allyza terkekeh, menutup laptop setelah selesai mengetik. "Ayo ke kelas! Sepuluh menit lagi mulai, nih," ajaknya

"Ayo!"

Setelah mata kuliah hari ini selesai, Allyza dan Alin pergi ke perpustakaan kota untuk mencari bahan skripsi. Selesai mencari buku untuk bahan skripsi, mereka pergi ke kafe untuk menghilangkan penat.

"Lin, kira-kira pas sidang skripsi nanti menyeramkan nggak, ya?" tanya Allyza, mengaduk minuman yang ia pesan.

"Pasti seram, Za! Aku pernah dengar cerita dari kakak sepupuku. Kalau nanti pas sidang kita sendirian di dalam ruangan dan dosennya ada lima, tergantung dari kebijakan kampus juga, sih. Terus kita di interogasi tentang skripsi yang dibuat. Teman kakak aku aja ada yang pingsan di dalam, bahkan ada yang nangis!" seru Alin semangat 45.

"Hah? Seram banget!" balas Allyza membayangkan saat ia sidang nanti.

"Iya itu pasti! Tapi yang penting adalah kita harus berdoa," ucap Alin.

Allyza mengangguk setuju. Setelah menghabiskan waktu selama satu jam di kafe sambil bercerita, mereka pulang kerumah masing-masing. 

«»

Sampai di rumah, Allyza melihat Dena di dapur sedang asik memasak sambil bernyanyi.

"Assalamu'alaikum, Bunda," salam Allyza, memeluk Dena dari belakang.

"Wa'alaikumsalam. Sudah pulang, ya?" Allyza mengangguk.

"Kamu mandi dan ganti baju dulu baru bantuin Bunda masak, ya. Nanti malam ada yang mau datang," jelas Dena, melepas tangan Allyza di perutnya, lalu mencuci sayuran.

"Ada siapa, Bunda?" tanya Allyza heran. Tumben sekali Bundanya masak banyak untuk tamu. Sepertinya nanti malam akan ada tamu spesial.

"Ada deh ... " ujar Bunda tersenyum. "Sana ganti baju. Bunda butuh bantuan kamu."

Allyza mengangguk lalu pergi ke kamar. Selesai mandi dan ganti baju, ia kembali ke dapur.

Dena menyodorkan dua piring berisi sayuran yang sudah dimasak. "Ini letakkan di meja makan, terus ambil bawang putih satu sium lalu kamu kupas dan rajang. Terus bawang merahnya juga, daun serai, bawang bombai, bawang pre, sama tomat juga, ya. Paham?" jelas Bunda membuat Allyza mengangguk paham.

"Oke, Bunda." Allyza mengupas bawang merah dengan hati-hati, dan tidak lupa memakai kacamata hitam agar matanya tidak perih saat mengupas bawang merah. Setelah 15 menit melakukan semua perintah dari Dena, Allyza duduk di meja makan sambil makan cemilan. Menikmati cemilan keripik singkong sambil menaikkan satu kaki di atas kursi.

"Allyza! Tugas kamu masih ada lagi, nih! Jangan duduk manis gitu, masih banyak lagi yang belum kamu kerjakan," omel Dena, menyodorkan satu baskom kecil penuh berisi cabai.

Mata Allyza membulat. "Cabai, Bun? Buat apa sebanyak itu?"

"Buat dimasak, lah. Cepat petikin cabainya terus kamu rajang!" perintah Dena.

"Sebanyak itu?"

"Nggak, ambil 20 biji aja terus kamu rajang. Bunda mau buat sambal,"

"Banyak banget, Bun. Bakal pedas banget?"

"Namanya juga sambal ya pedas, Allyza! Nggak usah banyak nanya, sini bantuin, Bunda." Allyza menutup stoples keripik, beranjak dari tempat duduk lalu melaksanakan tugas.

Tak terasa malam hari tiba. Setelah membantu Dena masak yang memakan waktu banyak, Allyza merebahkan tubuhnya di kasur. Rasa kantuk menyerang dirinya. Baru saja ia ingin memejamkan mata, namun suara ketukan pintu terdengar.

"Masuk," ucap Allyza dari dalam kamar. Dena masuk ke dalam kamar dengan tersenyum. "Kenapa, Bun?"

"Kamu siap-siap terus ke ruang makan," ujar Dena.

"Ada apa?"

"Mau ada tamu, Allyza. Siap-siap, gih, buruan! Aliya juga sudah siap,"

"Lima menit tutup mata boleh ya, Bun? Allyza ngantuk banget," tutur Allyza, menutup wajahnya dengan bantal.

"Nggak! Nggak boleh, Allyza!" Dena merampas bantal dari Allyza, matanya melotot.

"Tapi Allyza ngantuk, Bun. Sebentar aja, dua menit deh," tawar Allyza dengan mata memohon.

"Nggak ada tidur namanya dua menit! Sudah, ah, buruan ganti baju! Nanti tamunya keburu datang." Dena menarik anak perempuan pertamanya paksa untuk bangun.

"Iya, Allyza bangun, nih. Sudah kan?" Dengan rasa malas, Allyza beranjak dari kasurnya.

"Ya sudah, Bunda tunggu di luar, ya. Jangan kelamaan!" Allyza mengangguk, setelah itu Dena keluar. Namun, entah setan apa yang membisikkan Allyza, ia merebahkan tubuhnya lagi di kasur, mimpi indah akan menemani tidurnya.

«»

Re-publish, 6 Febuari 2021

Until the dustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang