•Sedih atau Senang?•
Langit biru yang begitu cerah kini tertutupi awan putih. Angin berembus pelan meniup dedaunan di pohon. Allyza mengelilingi taman komplek bersama keponakannya, Laura.
"Tante, Lau pengin gulali," ucap Laura, menunjuk gulali yang berada di seberang taman.
Allyza berjongkok, mensejajarkan tingginya dengan Laura yang masih berumur 5 tahun. "Lau pengin gulali? Memang boleh makan yang manis-manis sama Mami?"
Lau menggeleng. "Sebenarnya, Lau ndak dibolehin makan yang anis-anis ama Mami. Katanya, kalau Lau makan yang anis-anis, nanti gigi Lau cakit, terus bolong," ujar Lau belum fasih berbicara membuat Allyza gemas. "Tapi, Lau, pengin itu, Tante. Lau sudah lama ndak makan gulali," imbuhnya lagi, memasang wajah murung.
"Tante telepon Mami dulu, ya? Tante takut juga, nih, kalo dimarahin sama Mami," balas Allyza menyengir.
Laura mengangguk. Allyza menghubungi Raya, kakak sepupunya dari keluarga Dena.
"Gimana, Tante? Mami bolehin Lau makan gulali?"
Allyza memasuki ponselnya ke dalam tas setelah sambungan terputus. "Boleh, sayang, tapi kata Mami nggak boleh banyak-banyak."
"Horeyy!! Lau boleh makan gulali!" sorak Lau girang sambil menari-nari.
"Ayo ke sana!" ajak Allyza menggandeng tangan Lau lembut lalu menuju penjual gulali.
Setelah lelah bermain dengan Laura, Allyza membantu Dena masak untuk makan malam. Ia merajang bawang putih, bawang merah, bombay, cabai, dan bahan lainnya. Saat asik berkutat dengan bahan masakan, suara ketukan pintu terdengar. "Bun, ada tamu, Allyza bukain pintu dulu, ya." Allyza mengambil jilbab instan di kursi lalu membukakan pintu.
"Bang Revan?!" pekik Allyza. "Bang Revan ke mana aja, sih? Lama banget nggak main ke rumah." Allyza memeluk Revan, kakak sepupunya dari keluarga Arif.
"Banyak pekerjaan," ucap Revan santai. "Bunda ada?" tanyanya
Allyza melepas pelukan. "Ada, lagi masak. Ayo!" Ia menggandeng tangan Revan menuju dapur.
"Assalamu'alaikum, Bunda," salam Revan, mencium punggung tangan Dena.
"Wa'alaikumsalam. Keponakan Bunda yang super sibuk akhirnya datang juga," balas Dena terkekeh.
"Hehe, maaf ya, Bun, Revan baru sempat ke sini. Ini aja cuti cuman dikasih 3 hari,"
"Iya, nggak apa-apa. Kamu istirahat aja dulu di kamar tamu. Bunda masih masak, acaranya masih dua jam lagi." Revan mengangguk paham, ia pergi ke kamar tamu untuk mengistirahatkan tubuhnya.
Allyza menatap Dena penuh tanda tanya. "Acara apa, Bun?"
"Acara biasa aja, kok. Sana gih, mending kamu mandi terus pakai pakaian rapi,"
"Allyza sudah mandi. Acara apa, sih, Bun? Jangan buat Al—"
"Allahu akbar ... Allahu akbar ...."
"Sudah azan. Mending kamu siap-siap salat. Ayah, Aliya, dan Raina pasti sedang siap-siap juga untuk salat berjemaah. Bunda lagi nggak salat." Dena mendorong tubuh mungil Allyza pelan menuju tangga.
"Bunda, jangan buat Allyza penasaran," desis Allyza.
Dena tersenyum, menuntun Allyza untuk ke kamarnya. "Bunda sayang Allyza," tutur Dena.
"Ck, iya, iya!" decak Allyza kesal menutup pintu kamar.
Allyza menebak-nebak dalam pikirannya mengapa Bundanya bersikap seperti tadi, dan Revan yang tiba-tiba datang tanpa kabar. Ia menghela napasnya kasar, menuju kamar mandi untuk berwudu lalu salat berjemaah dengan keluarganya.
«»
"Makanan sudah siap!" seru Dena setelah menata makanan malam dengan rapi.
Allyza, Aliya, Raina, Dena, Arif, dan Revan sudah berkumpul di ruang makan. Allyza menyenggol sikut Aliya. "Mau ada acara apa, sih?" tanyanya setengah berbisik.
Aliya mengedikkan bahu. "Aku nggak tau."
"Ih!" decak Allyza.
Tiba-tiba ada suara mobil datang. Arif lekas membukakan pintu. Tak lama kemudian ada dua orang masuk, mereka pasutri. Lantas mereka bersalamanan. Lalu, ada seorang laki-laki yang Allyza kenal, cowok aneh.
"Assalamu'alaikum, Om, selamat malam," sapa orang aneh itu pada Arif.
Allyza memicingkan mata curiga, mengapa tiba-tiba ada cowok aneh itu.
"Mari langsung saja ke ruang makan." Arif mengajak pasutri dan cowok aneh itu ke ruang makan.
Dena menatap anak sulungnya tajam, memberi kode untuk bersikap kalem dan sopan. Allyza menghela napasnya, mengubah posisi duduknya menjadi sopan.
Dena menyambut kedatangan tamu mereka. "Selamat datang, Anita, Fahrim."
"Terima kasih, Dena. Kami senang kalian mengundang kami ke sini," balas wanita itu, Anita. Kalau dilihat dari wajahnya, wanita itu mirip dengan cowok aneh. Siapa lagi kalau bukan Fahmi?
Dena senyum lalu mempersilakan mereka duduk.
"Hai, Bro!" sapa Revan saat Fahmi duduk di sampingnya, dan sialnya cowok aneh itu duduk berhadapan dengan Allyza. Mampus!
"Hai, Bro! Apa kabar? Ah lo nggak ngabarin gue kalau datang," balas Fahmi terkekeh.
"Kejutan, Bro," tutur Revan tertawa kecil.
Cowok aneh itu menyapa Raina, Aliya, dan—"Hai, Allyza." Untuk pertama kalinya Allyza mendengar namanya dipanggil oleh Fahmi.
Allyza tersenyum kecil, menunduk. Senyuman yang dilemparkan Fahmi padanya mirip dengan senyuman seseorang, mantan pacarnya.
"Ekhm, oke kita mulai pembicaraan kita, ya." Arif mulai membuka pembicaraan, kedua tangannya ia tautkan di atas meja. "Tujuan keluarga kami mengundang keluarga Fahrim adalah membicarakan tentang perjodohan anak-anak kami."
Allyza mengernyit, siapa yang dimaksud Ayahnya?
"Kami akan menjodohkan salah satu putri kami dengan Fahmi," ujar Arif, melirik Allyza. "Putri kami yang bernama Allyza."
"Hah? Ayah nggak salah?" Arif tersenyum, menggelengkan kepalanya.
"Bunda dan Ayah sudah merencanakan ini dari beberapa tahun yang lalu. Dan pernikahan kalian akan dilaksanakan satu bulan lagi," tutur Dena.
Allyza membulatkan matanya. "Ini nggak adil! Kenapa Ayah dan Bunda tiba-tiba menjodohkan Allyza dengan cowok aneh itu?"
"Allyza, kami—"
"Kenapa Ayah dan Bunda nggak bicarakan ini sebelumnya sama Allyza? Apa ini tujuan Bunda meminta cowok aneh itu untuk selalu ikutin Allyza?" potong Allyza dengan suara meninggi, matanya mulai berkaca-kaca.
"Allyza!" tegur Dena.
"Allyza sudah besar, Bun, Yah. Allyza sudah bisa cari pasangan sendiri, nggak kayak gini!" Air mata Allyza mulai menetes, bibirnya bergetar.
"Allyza, tenang!"
Allyza menggeleng lemah. "Ayah sama Bunda jahat! Kalian nggak mau ajak aku untuk diskusi masalah ini. Mungkin menurut Ayah dan Bunda masalah ini sepele, tapi menurut Allyza nggak. Allyza kecewa!" jelas Allyza menangis, ia mengundurkan diri dari ruang makan lalu berlari menuju kamarnya. Dadanya benar-benar sesak sekarang.
"Allyza!"
«»
Re-publish, 7 Febuari 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Until the dust
Roman d'amour[COMPLETED-REPUBLISH] Rahma Allyza Vierina, gadis yang akrab dipanggil Allyza. Menjalin kasih dengan seorang pria untuk pertama kalinya di masa SMA membuat Bundanya tak tinggal diam. Nasihat sudah menjadi makanan pokok setiap hari yang mental begitu...