Isi 28

4.1K 159 12
                                    

•Hadiah dari Allah•

Dia memberi hadiah karena kecintaannya pada makhluk.

Hari ini Allyza dan Fahmi berziarah ke makam Dena. Ia membeli buket bunga ukuran sedang yang akan ditaruh di sana. Kaki jenjangnya menulusuri jalan setapak menuju makan Bundanya. Mereka berjongkok, menaruh buket bunga di depan nisan, mengucap salam dan membacakan doa.

Rasa rindu pasti selalu ada di hati Allyza, apa lagi merindukan sosok Ibu dalam hidupnya. Ia menangis mengingat kenangannya dulu bersama Dena.

Fahmi senantiasa di sampingnya untuk menenangkan. "Ayo pulang," ajaknya setelah merasa Allyza mulai tenang.

Keluar dari pemakaman, Allyza merasa ada seseorang yang mengawasinya, matanya melirik keadaan sekitar, namun tak ada seorang pun kecuali dirinya dan Fahmi.

"Kenapa, Za?" tanya Fahmi menyadari Allyza berhenti jalan.

Ia menggeleng, lalu membuka pintu mobil namun tiba-tiba angin berembus membawa selembar kertas ke arahnya. Tertulis namanya di kertas itu. Allyza menunduk mengambil selembar kertas itu di kakinya

Congrats!

Lagi, untuk ketiga kalinya.

"Za?" panggil Fahmi. "Ada yang ketinggalan?"

Allyza menggeleng lalu masuk mobil. Kertas selembar itu ia simpan di dalam tas.

Jalan raya adalah jalan utama yang menghubungkan satu kawasan dengan kawasan yang lain. Seperti sebuah pernikahan yang menghubungkan kedua keluarga dari pasangan suami istri yang terikat. Mobil berwarna hitam itu melaju dengan kecepatan sedang, mematuhi rambu lalu lintas agar tidak terjadi kecelakaan.

Mobil itu berhenti di sebuah rumah sakit kota.

"Kita mampir ke rumah sakit dulu ya,"

"Ada yang mau diurus, Mas?"

"Iya, nggak apa-apa, kan?"

Allyza mengangguk. Ia mendengarkan musik dari dalam mobil saat menunggu suaminya. Suara musik yang mengalun indah hingga ia tertidur.

Suara lembut memasuki indra pendengarannya membuat ia mengerjapkan mata. "Sudah selesai, Mas?"

"Sudah. Wajah kamu pucat, lagi nggak enak badan?"

Allyza mengedikkan bahu. Tubuhnya akhir-akhir ini memang sering aneh, kadang lemas, kadang segar, tidak stabil.

"Kita langsung pulang aja ya, Mas, pengin istirahat." Fahmi mengangguk lalu menancapkan gas.

Sebagai seorang dokter pastinya Fahmi tau gejala apa saja yang sedang dialami oleh istrinya. Merasa aneh dengan sikap dan hal lainnya membuat keyakinan itu semakin kuat. Sampai di rumah Allyza muntah lagi, ia merasa mual dan kepalanya pusing. Dari awal Allyza seperti itu Fahmi masih belum terlalu menyadarinya, hingga gejalanya semakin terasa, suatu keyakinan itu semakin kuat.

Ia membasuh minyak kayu putih dan memijat pelan tengkuk Allyza agar keadaanya membaik. "Sudah enakan?"

Allyza mengangguk, mengikuti Fahmi yang menuntunnya duduk di ruang makan.

"Za, kamu merasa sesuatu nggak?"

"Apa, Mas?"

"Kamu merasa mual sudah berapa lama?"

Allyza menggeleng, ia tidak menghitungnya.

"Sering lemas dan pusing juga, kan?" Allyza mengangguk. "Gejala yang terjadi di kamu itu---" Fahmi menggantungkan kalimatnya.

Until the dustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang