•Adaptasi•
Seorang gadis turun dari mobil dengan menarik kopernya keluar. Ia terdiam di tempatnya, mengamati bandara yang begitu ramai. Bandara menjadi tempat yang kurang ia sukai, karena di situ pasti ada perpisahan. Seperti saat ini, ia berpisah dengan suaminya yang akan berangkat ke Nunukan.
Ia melangkahkan kaki menuju pintu keberangkatan, berdiri di sana sambil memegang erat koper suaminya. Rasa ingin menahan koper lebih lama agar Fahmi tidak cepat pergi.
Ia menoleh pada keluarganya di belakang, dari tatapan mereka Allyza sudah paham harus bisa mengikhlaskan.
"Mas," panggil Allyza menyodorkan koper. "Sudah saatnya aku mengikhlaskan."
Fahmi tersenyum kecil, ia memeluk istrinya erat. "Terima kasih, Za. Jaga kesehatan dan jaga anak kita, ya."
"Pasti. Mas di sana juga jaga kesehatan, makan yang teratur. Fii amanilah, Mas."
Suara panggilan pesawat yang akan ditumpangi Fahmi telah terdengar. Perlahan namun pasti, Allyza melonggarkan pelukannya, menahan air mata yang sebentar lagi akan jatuh.
"Pesawat kamu sudah ada panggilan. Hati-hati," ujar Allyza serak.
Fahmi mencium kening Allyza lama, ia juga menahan tangis, berat untuk meninggalkan Allyza. "See you, honey." Pelan namun pasti, Fahmi melangkahkan kakinya untuk masuk ke ruang keberangkatan.
Detik itu juga, air mata Allyza jatuh membasahi pipi.
Allyza harus beradaptasi hidup sendiri tanpa suami di sampingnya. Ia harus bisa belajar mandiri dan menjaga diri, serta calon anaknya.
Azan zuhur berkumandang, ia melaksanakan salat, berdoa agar hatinya selalu dikuatkan. Entah sudah berapa banyak ia menangis, matanya lelah.
Ponselnya berdering, ia segera merapikan perlengkapan salatnya, menggeser layar hijau saat mengetahui nama yang tertera di sana.
"Assalamu'alaikum, Ma,"
"Wa'alaikumsalam, sayang. Allyza kapan mulai mengajar?"
Setelah diskusi dan bersepakat, Allyza akan mengajar di taman kanak-kanak yang tak jauh dari rumahmya. Selain mengisi kekosongan, Allyza juga mau menggunakan gelar sarjana seperti yang dia inginkan, walaupun hanya mengajar di taman kanak-kanak. Dan juga dia belum mendapatkan CPNS.
"Minggu depan, Ma,"
"Oh ya sudah, Allyza jangan lupa makan, ya. Nanti sore Insyaallah Mama ke sana, sekalian mau nginap, boleh, kan?"
"Iya, Ma, boleh kok,"
"Mama tutup, ya, Assalamu'alaikum,"
"Wa'alaikumsalam."
Setelah sambungan terputus, notifikasi telepon masuk lagi dari Aliya, sang adik kembaran tersayang.
"Ass---"
"Ke mana aja? Kenapa baru muncul?" omel Allyza.
"Assalamu'alaikum. Salam dulu, bukan langsung nanya!" tegur Aliya, lalu ia mengalihkan menjadi video call.
Aliya menyengir di seberang telepon.
"Gue butuh penjelasan lo!"
"Eits bumil sudah marah-marah ae, pake gue-lo lagi, sudah berubah jadi singa, ya, Bu, ditinggal pasangannya?"
Bukan bermaksud menyindir, hanya saja Aliya bercanda, namun Allyza menerimanya dengan hati.
"Diam lo, Al! Kenapa menelpon?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Until the dust
Romance[COMPLETED-REPUBLISH] Rahma Allyza Vierina, gadis yang akrab dipanggil Allyza. Menjalin kasih dengan seorang pria untuk pertama kalinya di masa SMA membuat Bundanya tak tinggal diam. Nasihat sudah menjadi makanan pokok setiap hari yang mental begitu...