Isi 26

4.8K 201 16
                                    

•Pertengkaran Kecil•

Ketika dua kepala dengan isi yang berbeda disatukan.

Suara air shower terdengar jelas, seorang perempuan yang duduk di atas kloset memeluk kedua kakinya erat, ia menangis dalam pelukannya. Rasa kecewa terhadap suaminya tertancap di hati. Bahkan, suaminya mengetuk pintu beberapa kali Allyza tidak membuka pintunya juga. Ia butuh waktu untuk menenangkan hatinya walau sesaat.

"Za, keluar, please," pinta Fahmi melemah, sudah hampir satu jam Allyza mengurung diri di dalam kamar mandi.

"Kita bicarakan ini baik-baik ya, Za? Mas mohon kamu keluar dulu," lanjutnya lagi. Tak ada jawaban dari Allyza, yang terdengar hanya sebuah air shower yang sengaja dibuka.

"Za ...." lirih Fahmi, tanpa sadar air matanya menetes.

Suara pintu terbuka, Allyza menatap Fahmi dengan tatapan datar. "Aku nggak apa-apa, Mas," ucapnya.

Fahmi menuntun Allyza untuk ke kasur, menyandarkan kepalanya. "Maafkan Mas, Za," pintanya.

"Mas," panggil Allyza.

"Hm?"

"Aku boleh nyusul Mas setelah wisuda?"

Fahmi menggeleng pelan. "Mas nggak mau kamu kesusahan di sana, Za. Lingkungan di sana kurang baik, cuacanya juga. Lagian Mas bakal sibuk di rumah sakit, kalau kamu sendirian di sana, Mas yang khawatir." Di tempat kerja baru juga Fahmi mendapatkan rumah dinas.

"Di sini aku juga sendiri, Mas, sama-sama sendiri, kan?"

"Kalau di sini, kan, masih ada keluarga, Za, di sana nggak ada. Mas juga belum tau kondisi persis di sana gimana. Mas nggak mau kamu kenapa-kenapa." Fahmi mengusap kepala Allyza.

Allyza menggeleng lemah.

"Mas harap kamu paham, Za, oke?" Fahmi menatap kedua bola mata istrinya penuh harap.

"Aku pengin jadi istri yang berbakti, Mas, mau menemani dalam keadaan apa pun, aku nggak mau surgaku semakin jauh kalau tidak taat pada suami," jawab Allyza.

"Dengan Allyza menurut untuk tetap di sini sudah berarti taat pada suami, sayang, ini permintaan Mas, ya? Mas juga berat untuk meninggalkan Allyza di sini, tapi ini semua untuk kebaikan kita,"

"Mas janji untuk sering pulang?"

Fahmi mengangguk tersenyum. "Mas janji untuk sering pulang."

"Janji untuk sering kasih kabar?" Ia mengangguk lagi.

"Janji nggak akan macam-macam di sana?" Lagi, Fahmi menganggukkan kepalanya.

"Janji selalu ada untuk Allyza?"

"Kamu adalah tanggung jawabku, Za, I promise you,"

Allyza memeluk Fahmi erat, ditumpahkan segala air mata di balik punggung suaminya. "Allyza hanya takut, Mas, takut atas segala sesuatu yang terjadi ke depannya,"

"Segala sesuatu yang terjadi sudah menjadi takdir dari-Nya, Za,"

"Tapi Allyza takut, Mas," isaknya menangis.

Fahmi mengusap punggung Allyza hangat. "Tidak ada yang perlu ditakutkan, Za. Kita lewatin ini sama-sama, oke?"

"I am afraid of losing you,"

"You will never lose me."

Malam itu, keadaan mereka menjadi lebih baik dari sebelumnya. Semoga apa yang ditakutkan tidak akan pernah terjadi.

Until the dustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang