👑4. Titip Ciuman

37.4K 2.8K 181
                                    

"Aku titip ciuman pertama aku. Nanti ada saatnya akan aku ambil lagi, lebih dari itu."

👑👑👑
.
.
.

"Triva pulaaaang!" Jerit Triva begitu masuk ke dalam rumah.

"Tumben kak pulangnya lama," sahut Vanessa dari dalam dapur.

"Pulang itu ucapin salam dulu," Tristan yang lagi duduk di sofa langsung protes.

"Assalamualaikum!" Triva menuruti kemauan Papanya.

"Waalaikumsalam," jawab Tristan dan Vanessa hampir bersamaan.

Vanessa keluar dari dapur, dia mengambil tas Triva dan diletakkan ke atas kursi. "Makan dulu," suruhnya sambil mendorong bahu Triva agar segera duduk di meja makan.

"Eh, tunggu itu tangan kamu kenapa?" Mata seorang Ibu memang sangat jeli. Padahal memar di tangan Triva itu sangatlah samar.

"Ini biasa Ma, jatuh tadi," bohong Triva.

"Jatuh di mana, Kak?" Tanya Tristan ikutan mencemaskan.

"Di sekolah Pa. Udah ah nggak apa-apa, cuma gini doang." Triva langsung membalikkan piring yang tertelungkup dan menuangkan nasi ke dalamnya.

Vanessa cuma bisa menggelengkan kepala. Triva memang anak sulungnya yang tomboi. Berbeda dengan si adik yang sangat feminim dan centil.

"Assalamualaikum," baru diomongin udah dateng aja anaknya.

"Waalaikumsalam," jawab seisi rumah.

Seorang gadis belia berusia 12 tahun masuk ke rumah, mengucapkan salam dan menyalimi orangtuanya, juga kakaknya. Dia memakai gaun berwarna pink, pita pink dan tas sandang bergambar Barbie.

"Gimana les nya hari ini, Tansa?" Tanya Vanessa sambil turut membantu anak bungsunya itu untuk duduk di meja makan.

"Lancar dong, Ma. Tansa dipuji Miss karena berhasil menangin pidato dalam bahasa Inggris."

"Wahhhh anak Mama emang pinter," Vanessa mencium puncak kepala anaknya itu dengan bangga.

"Tansa, umur kayak kamu, kakak malah udah menangin olimpiade debat dalam 10 bahasa asing," ujar Triva dengan tak kalah bangganya.

"Maaaaa, Kak Triva selalu aja mau ngejatuhin Tansa," adu Tansa nggak terima.

"Lahhh wong dikasih tau fakta kok," Triva ikut nggak terima.

Setelah itu terjadilah pertengkaran antara Kakak dan Adik yang sama-sama nggak mau ngalah. Masing-masing saling membanggakan diri dan menjatuhkan lawan.

Kalau sudah gini, Tristan pasti akan turun tangan. "Sudah-sudah. Kedua putri papa semuanya pinter kok," Tristan ikut duduk di meja makan setelah selesai menghabiskan kopi sorenya.

"Tapi lebih pinter Tansa, kan Pa?"

"Nggak mungkin, Kakak dong!"

"Tansa!"

"Weeekk," Triva menjulurkan lidahnya, dibalas sama oleh Tansa.

"Hehhh, kalian itu ya kalau deket aja berantem. Giliran dipisahkan sehari aja bilang kangen," Vanessa mengeluh. Pernah Tansa ikut dirinya nginep di rumah Arletta, Triva malemnya histeris minta Tansa pulang aja karena kesepian di rumah. Ehhh pas Tansa nya pulang, akur nya paling satu jam doang abis itu kayak tikus dan kucing lagi, kejar-kejaran.

Triva hidup dalam keluarga yang begitu harmonis. Kedua orangtuanya, Tristan dan Vanessa sangatlah hangat. Nggak ada istilah orangtua dan anak, semuanya udah kayak sahabat di rumah itu. Triva selalu cerita apa aja tentang masalah yang dia hadapi di sekolah. Kecuali soal hal-hal yang akan membuat khawatir, termasuk tragedi penyerangan sekolahnya hari ini. Soalnya, Mamanya itu wanita yang heboh, bakal panjang nanti ceramahnya kalau tau tadi Triva berantem melawan perusuh dari sekolah tetangga.

KAISAR (Komplit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang