ʻEiwa kino

2.4K 443 7
                                    

Disclaimer : Name, place(s), time is imagination of the author, tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah karena hasil imajinasi saya sendiri.

▫▫▫

Jungkook tidak memperdulikan keributan di belakang tubuhnya, hingga ketiga sosok pemuda konsisten menghentikan langkah kakinya. Dari sisi kiri, kanan dan depan.

"Sumpah, badan gue pegel. Capek."

Bambam yang memegang cemilan, memberikan sedikit pada Jungkook, ia memaksa Jungkook memakannya.

Sudah berada setengah dari mulutnya, terpaksa Jungkook mengunyah dengan setengah hati.

"Lo suka sama cewek yang pernah hajar Bambam?"

Jungkook langsung batuk-batuk mendengar kalimat yang dituturkan padanya.

"Kan lo gak kenal sama dia sebelumnya, kalo gak gara-gara si kunyuk satu ini. Kenapa bisa tau rambut dia dulunya warna item?"

Jungkook diam di tempat membulatkan kedua bola matanya.

"Kenapa pake bilang dia cantik sih?"

Jungkook menetralisir tenggorokannya tiba-tiba rasanya kering. Tidak ada yang peka, ia berlari mencari air minum. Segera, jika tidak ingin ada berita kematian karena tersedak makanan ringan.

Sekembalinya, ia memercikkan air dingin ke wajah masing-masing manusia yang berada disana.

"Biar setannya pada keluar dari jiwa-jiwa lo. Memangnya kalo gue bilang begitu tandanya suka?"

Jungkook membawa pergi sisa airnya ke dalam kamar.

"Iya dianya nanti yang baper. Belum lagi para bucin lo yang banyak. Kasihan kan nasib tu cewek."

Mingyu setengah berteriak setelah kepergian Jungkook. Tetapi suaranya masih sampai dalam indera dengar Jungkook.

Bambam menoleh pada Yugyeom.

"Lo salah, kasihan fansnya Jungkook. Babak belur kalo berani sama tu cewek bar-bar."

Mingyu diam

Memandang Bambam intens, setelahnya tersenyum kikuk. "Oh, Iya ya. Haha."

Yugyeom melirik apakah Jungkook sudah menutup pintu kamarnya. Mendapati sudah aman. Ia menggiring kedua biang onar lainnya untuk berbicara serius. Enam mata.

Jarang-jarang seorang Yugyeom menunjukkan dengan tatapan serius. Wajah Mingyu dan Bambam ikut terkontaminasi menjadi serius dan datar.

"Jungkook berubah...ngerasa gak situ berdua?"

"Nah, itu dia...gue juga pengen bahas ini."

Mingyu menatap bergantian, ternyata bukan hanya dirinya saja yang merasakan satu hal signifikan tersebut. Mengapa demikian karena sangat amat berbeda.

"Sudah jalan hampir satu bulan."

Yugyeom menyetujui ucapan Bambam barusan.

Mingyu menaikkan kedua kakinya dan melipat diatas sofa.

"Kalo gue cerita, lo berdua percaya gak?"

Bambam mendelik, meletakkan cemilan di atas meja. Menatap keadaan sekitarnya sekarang.

"Gak like gue Ming, udah malam nih. Ekspresi lo gak enak banget. Mencurigakan."

"Tergantung, memangnya ada apa?"

Mingyu mulai mempersiapkan diri, mengingat dan merangkai kalimat agar tidak ada yang terlupakan.

"Sori gue belum cerita ya, karena gue gak yakin juga. Gue pikir biasa aja. Tapi yang jelas dia sudah beda dari 2 minggu lalu. Itu anak mau berantem kayak biasanya. Gue gak sengaja denger pas dia telponan. Nah, malamnya dia mau keluar rumah terus gue cegah. Ambil tas dia. Firasat gue ini anak bawa barang-barang bahaya kayaknya. Terus gue ambil. Gue buang. Ngamuk sih nggak. Jungkook langsung pergi."

Mingyu memotong ceritanya.

"Kok berhenti." Tuntut Yugyeom.

Bambam memeluk lengan Yugyeom. "Apaan nih? Serem kayaknya."

"Nah, yang ini gue jelasin simplenya. Terserah kalian mau percaya atau enggak. Pokoknya gue ngomong apa adanya, karena gue liat sendiri waktu itu. Ada cahaya putih silau banget, gak tau cahaya apa, darimana. Pokoknya satu rumah jadi terang banget. Udah, gue gak inget lagi setelahnya. Pingsan atau tidur...gak tau. Pas bangun udah pagi coy, lo tau gue tidur di belakang pintu. Jungkook tidur di luar."

Bambam kembali ke posisi semula. "Seriusan Ming..."

Yugyeom tidak menginterupsi, terlihat fokus dengan cerita Yugyeom.

"Ini makanya gue males cerita. Pasti dikira ngayal. Gue seneng aja kalo, Jungkook berubah karena jadi lebih baik. Makanya gue TIDAK MEMPERMASALAHKAN." Ujung kalimat penuh penekanan dari Mingyu.

Yugyeom manggut-manggut.

"Paham, paham. Kenapa gue jadi ajak ngobrol lo berdua. Dulu waktu smp, gue punya guru cewek. Ibunya itu aneh pokoknya. Gue pikir perasaan gue doang. Ternyata kata temen-temen 'hati-hati beliau bisa baca isi pikiran lo.' Gue gak percaya gitu aja. Gue coba otak gue mikir jelek pas ada ibunya. Ternyata gue ditegur anjayyy. Terus semenjak itu jadi akrab sama ibunya."

Bambam merasakan percakapan ini membelot tidak jelas "Apa hubungannya Jungkook sama guru lo??"

Yugyeom menutup mulut Bambam, "Gue belum selesai ngomong." Yugyeom melanjutkan kembali.

"Ini bukan kata gue ya. Bukan kata gue. Kata beliau, Tuhan ciptakan kita lebih dari satu orang berwajah sama. Ada 9 katanya. Nah, setiap orang itu punya keahlian yang dia bisa, atau kelebihan. Kalau misal nih, ada yang meninggal di antara 9 orang tadi. Keahliannya pinter banyak bahasa asing, itu akan berpindah salah satu tubuh dari sisanya yang masih hidup. Gue tiba-tiba mikir Jungkook berubah karena ini."

Mingyu melipat kedua tangannya. "Kok 9 kenapa gak 7 atau 13 atau angka lainnya."

Yugyeom mengangkat kedua bahunya.

"Kalo 7 jadi GOT7 sama BTS. 13 jadi SEVENTEEN dong."

Tatapan membunuh dari Bambam dan Mingyu menghujam pada Yugyeom. Lelaki ini kembali berbicara serius.

"Cuman 9 yang sudah terbukti ada. Gak ada lebih dari itu. Dan menurut gue. Keahlian itu pindah ke Jungkook adalah wise. Jungkook sekarang lebih ke wise man, makanya dia gak berantem-berantem lagi. Coba lo suruh berantem, dia mikirnya. Ngapain? Gak penting. Padahal dia itu emosional parah anaknya."

Mingyu membuka lebar mulutnya. "Setan bener. Pantesaaaaan, gue diceramahin sama dia. Gak ngerti maksudnya apaan."

Ketiganya tidak menyadari keberadaan seseorang–––

"Gibahin gue nih pasti." Kepala Jungkook muncul tiba-tiba, sudah ada di dekat tubuh mereka yang sedang terlibat dalam pembicaraan serius.

Bambam melompat dari atas sofa, Yugyeom mengeluarkan suara terkejut lumayan keras. Mingyu melempar sisa cemilan milik Bambam ke wajah Jungkook tanpa sadar.

Regnbue || Jeon - Rosé [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang