"Sayang, ini beneran kamu bawa semuanya, banyak lho ini." Mengatakan sambil bercekak pinggang.
Pertanyaan Rosie merujuk pada cinderamata yang akan Jungkook bawa ke Indonesia besok. Diangguki singkat oleh suaminya yang kembali memeriksa barang bawaan.
"Yang ini oleh-oleh buat June sama bang Sungjae," Menunjuk pada dua wine yang jungkook beli saat mereka berada di John Hill. Selain itu beberapa barang yang Jungkook beli dari woolshed. Rose menahan nafasnya, bagaimanapun jawaban suaminya mengejutkan. Sejauh ini Jungkook tidak pernah membicarakan tentang teman-temannya. Terlebih memiliki hubungan baik dengan June. Rose juga tidak bertanya sejak bertemu kembali dengan Jungkook. Rencananya ia akan menghubungi mereka, satu hari sebelum acara resepsi.
"Ckckc, kamu habis ngapain. Mukanya ada warna itemnya. Duduk sini ku bersihkan,"
Merasa-raba wajahnya, baik-baik saja. Tidak ada sesuatu yang menurutnya aneh. Rose tetap menuruti permintaan suaminya, tanpa curiga. Babak keisengan selanjutnya yang Jungkook lakukan, ia merangkul tubuh istrinya dari samping. Mencium tulang selangka istrinya, kemudian pipinya. Rose berusaha menghindari wajahnya agar tidak menjadi korban. "Setelah kejadian surat palsu kamu itu, mereka semua sampe sekarang mikirnya kamu bunuh diri beneran. Semenjak itu aku, June sama Bang Sungjae jadi lumayan deket. Mereka care. Tapi ya, aku tetep gak buka suara perihal kamu disini. Mereka pacaran sama dua orang temen kamu. Lupa namanya siapa aja."
"Oh, Mina sama Joy ya," intuisi Rose berujar.
"Hmmm, iya kayaknya. Sama siapa itu yang satu kontrakan sama kamu dulu. Dia agak lumayan sering main ke galerinya mas Vinan lho, asal kamu tau. Jadi akrab juga sama Jimin. Anehnya tumben si Jimin gak ember bocor. Aku mikirnya, itu temen kamu bakal tau."
'Sejeooooonnnnnggggg'
"Lisa gimana ?"
"Udah lama jadian ama bang Jhope. Jadi bahan kecengan anak-anak. Bang Jey bener-bener yang bantu Lisa waktu down kamu tinggal pergi."
Rose semakin merindukan sosok teman-temannya. Jungkook menekan puncak kepala istrinya. "Ah, mau peluk yang lama, besok udah gak ketemu sama kamu. Bakal kangen istriku..."
"Iya,"
Kebersamaan ini harus berakhir karena, tiba-tiba saja muncul sosok lelaki berdiri seperti penampakan di depan salah satu jendela. Tidak bergerak, mengenakan setelan rapi. Menyapa Rosie dengan menggunakan bahasa inggris. Setelah melepas pelukan suaminya, ia melangkah mendekat kesana. Berbicara sambil menoleh sesekali ke belakang memandang Jungkook. Lelaki itu pamit pada Jungkook. Ada barang yang Rosie cari, diam tak bergerak tergeletak di dekat lampu tidur. Menyalakan ponsel suaminya tanpa mengatakan apa-apa. Jungkook yang bingung, menyusul istrinya yang sedang memegangi dan memeriksa ponselnya.
"Kenapa,"
Tak berselang lama, sebuah panggilan internasional masuk dari tante Boa. Ponsel dikembalikan pada suaminya. Jungkook menggeser tombol jawab pada layar.
"Iya tante,"
"Toni gak bisa belas hubungi kamu katanya, ponsel kamu rusak atau gimana. Dia hubungi tante. Pusing heboh gak karuan ya ampun. Kemarin tante yang handle ketemu temen kamu. Dia ajak kerja sama: bengkel alat berat. Rencananya penambahan cabang baru di Papua."
"Temen Jeka? Gak ada yang bahas-bahas kerjaan. Itu tante oke-in?."
Rosie duduk si tempat tidur, menarik tubuh suaminya agar ikut duduk.
"Namanya Jeffrey, tante oke-oke aja, tapi kan kamu gak bisa dihubungi, gak kasih persetujuan juga buat surat kuasa ke tante. Ya gak bisa diproses. Jadi masih pembahasan secara general aja kemarin. Planning yang dia bikin bagus. Lokasinya juga cocok."
"Jeffrey," ulang Jungkook mengangkat kedua alisnya bingung, Rosie yang memainkan pergelangan tangan suaminya mendadak berhenti dengan sendirinya. Mereka saling melempar pandang.
"Iya, ngobrol banyak sama Jeffrey. Anaknya baik, sopan. Kok gak diundang ke acara nikahan kamu?"
Jungkook tidak merasa memiliki teman bernama Jeffrey. Rosie menekan speaker di layar ponsel agar bisa berbicara dengan Boa, "Nama lengkapnya siapa tan?"
"Hai sayang, gimana udah isi belum ? bentar dimana ya tante taruh kartu namanya. Nah ini...Jaehyun Jeffrey Panjaitan," terdengar Boa mengeja sangat lambat agar tidak salah menyebutkan.
Rosie melirik Jungkook takut-takut. Sedangkan suaminya menatap kepadanya heran. "Nanti Jeka telpon Toni langsung. Jeka tutup ya tan." Ia menekan tombol merah di layar ponsel.
"Kenal?"
"Hmm, singkatnya kita putus karena hubungan yang gak bisa diteruskan lagi. Udah masuk ke area toxic relationship." sahut Rosie dengan lesu. Menggigiti bibir bawahnya. Seharusnya berpisah secara baik-baik. Tapi sampai sekarang berkomunikasi saja tidak dengan Jeffrey.
Perkiraan Rosie, jika suaminya akan marah atau menatapnya dengan tatapan malas dan enggan. Nyatanya Jungkook mengangkat salah satu sudut bibirnya biasa saja. Menggeleng. Takjub. Tidak salah kenapa dulu Bambam sangat melarangnya mendekati Rosie. Ternyata selain June, Vinan, Sungjae ada lelaki lain yang bahkan statusnya tidak bisa diremehkan. Sibuk menjelajah Mencari kontak Toni di dalam panggilan keluar di ponsel. Jungkook sengaja menyalakan speaker agar Rose bisa mendengarkan pembicaraannya.
"Halo Ton,"
"Halo pak, Bu Boa sudah sampaikan ke bapak?"
"Iya saya sudah tau. Batalkan Ton, saya gak acc tawaran proyeknya. Kasih aja undangan pernikahan saya ke dia. Saya gak mau ketemu sama siapa-siapa pas saya sudah di Indo. Kecuali yang sudah ada di dalam jadwal saya."
"Kenapa pak. Waduh."
"Kamu kerjakan saja. Jangan banyak tanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Regnbue || Jeon - Rosé [END]
Fiksi Penggemar[ C O M P L E T E D] "Beauty is formed from the many wounds of the past. Life that isn't easy will still be someone who goes through a lot." Dalam satu malam, setelah cahaya putih membias tubuh Jungkook dan Rosie, ada bagian dari diri mereka yang bi...