35 - One Perfect Lie

1.6K 266 11
                                        

Apa inti dari semua ini

- Sebuah Janji -

Rosie POV.

Sesekali membuat panggung sandiwara ternyata menyenangkan, aku sengaja tidak menusuk pisaunya terlalu dalam. Tetapi tetap saja, rasanya ngilunya masih terasa, dan sangat tidak nyaman, tidak bisa bergerak leluasa, tetapi untungnya kedua mata ini masih berfungsi dengan normal.

Di semua sudut ruangan ini, aku mencari seseorang. Wanita yang ku panggil dengan sebutan mama. Tapi sepertinya dia tidak ada disini. Lalu menoleh ke sudut ruangan sebelah kanan dari posisi ku, seorang wanita tertidur pulas dengan posisi seperti bayi di dalam perut. Aku mengenalinya, walaupun sebagian wajahnya tertutup oleh rambutnya yang tergerai bebas.

"Kak, kak Jisoooo." Aku berani bersuara lirih, setelah meyakini jika benar-benar hanya ada kamu berdua, dia tidak bergerak, jika aku memanggil namanya dengan suara lebih tinggi akan menarik perhatian para penjaga yang mama tempatkan di depan kamar. Sebaiknya tak ku lakukan.

Ada sebuah ide muncul setelah aku melihat sekotak tisu yang masih baru, terlihat isinya yang masih penuh. Jadi akan lebih mudah jika dilempar. 'Maaf kak,' gumamku, benda itu berakhir melayang dan mendarat mengenai lengan kak Jisoo.

Dalam hitungan detik, kedua matanya terbuka lebar, terkejut bukan main, ketika menemukan aku yang sedang melirik kepadanya. Kak Jisoo turun dari tempat tidur, sempoyongan. Tanpa perduli nyawanya sudah terkumpul atau belum.

"Lo gila ya, sampai lakuin hal kayak begini. Lo pikir ini deket. Kita beda negara. Kaki gue rasanya gak bisa nginjek tanah waktu gue dapat kabar lo bunuh diri. Lo pikir enak gitu kalo mati," sudah bisa ku tebak kak Jisoo akan memberikan sumpahnya yang berharga. Wanita ini sangat menyayangiku, cepat-cepat aku menaruh jari telunjuk di depan bibir. Tujuannya agar dia tidak berisik.

"Kapan lo datang kak?"

Kak Jisoo malah memicingkan sudut matanya, tidak tertarik untuk menjawab apa yang aku tanyakan. "Luka lo gimana ?"

"Gak begitu parah." Kataku sambil memainkan rambut kak Jisoo. Pertanyaan yang diberikan kepadaku jumlahnya semakin banyak, semuanya tidak ku jawab secara detail. Aku memotong pertanyaan terakhir, dengan kalimat. "Segala sesuatu bisa terjadi kak. Kita manusia bisa apa selain menjalani." Kak Jisoo berubah menjadi lembut, dan memelukku berhati-hati.

"Maaf Chaeng. Seharusnya gue gak cuman telpon lo. Harusnya gue samperin lo langsung."

Aku sudah lama tidak mendengar panggilan ini, hanya mama, almarhum ayah saja yang memanggilku dengan nama itu. Kak Jisoo juga sangat jarang mengucapkannya, dia akan melakukannya dalam kondisi tertentu saja.

"Orang tua lo baik kak, lo juga. Ini ya...gue sebutin gimana kebaikan kalian ke gue. Mulai dari rawat gue sejak nemu gue tergeletak di jalanan, bayarin uang sekolah gue sampe gue kuliah, kasih identitas baru ke gue walaupun asal usul gue gak jelas."

"Gue sering ketakutan sendiri, dengan kejadian-kejadian buruk yang gue alami, gue gak pernah mau ngomong yang sebenarnya kalo ditanya, dan dengan sabarnya lo sama keluarga lo, gak penah mencoba cari tau. Bukankah itu perbuatan orang baik yang bener-benar tulus? gue udah kayak adek lo sendiri, dan lo selalu bantu gue kabur setiap nyokap berusaha cari gue. Maaf ya kak, dan makasih buat semuanya. Kak—."

Jisoo mengernyit bingung, karena aku memotong kalimat ku sendiri.

"Apa?"

"Mobil yang jatuh ke jurang itu, ternyata mobilnya orang tua Jeon." Sambung ku tiba-tiba.

Nama Jeon aku ucapkan dengan berat hati, Kak Jisoo menarik sehelai tisu terburu-buru dari wadahnya, dan menghapus sudut mataku yang sudah basah. Raut wajahnya tidak lebih terkejut seperti ketika aku mengetahuinya.

"Jeon siapa? Itu kejadian waktu lo SMP? SERIUS jangan bercanda, ta-di, tadi nyokap lo suruh orang, buat kasih peringatan keras ke semua temen-temen yang paling deket sama lo, buat jauh-jauh dari si Jeon itu. Katanya demi kebaikan lo. Sohib lo si Sejeong sampe pilih pindah univ biar lo baik-baik aja."

Tentu saja, mama pasti akan melakukannya.

Hatiku semakin berat dan tidak tega mendengar penuturan dari kak Jisoo. Sejeong, Lisa, Joy, Mina. Aku sayang mereka.

Pembicaraan antara kami berdua, terpaksa berhenti. Ketika ada gerakan dari knop pintu. kemudian setengah dari daun pintu terbuka menampilkan sosok seorang wanita yang masih mengenakan pakaian kerja lengkap.

Kak Jisoo menjauhkan tubuhnya dari sisi ranjangku, ada aba-aba yang dia selipkan dengan gerakan tubuh, mengambil tas tangan yang diletakkan dekat tubuhnya saat tertidur. "Nanti kita bahas lagi." Bisiknya, kemudian pergi.

Sekarang di ruangan ini menyisakan aku dan wanita yang baru saja masuk ke dalam, aku benci melihat wajahnya. Lebih baik tidak mengajaknya bicara. Tetapi aku tetap memperhatikan gerak-geriknya hingga ia mengambil tempat pada kursi satu-satunya yang ada disini. Wajahnya terlihat sangat frustrasi.

Satu hal lain, yang ku sadari yaitu surai rambutnya sudah tidak rapi seperti biasanya. Menunjukkan kepala saja memandangi kedua kakinya, aku sudah lama tidak bertemu dengan mama secara langsung, apalagi melihatnya dalam kondisi terpuruk seperti sekarang.

Mama menangis...

"Mama gagal menjadi mama yang baik buat kamu. Gagal melindungi kamu, karena resiko pekerjaan mama. Mama punya banyak musuh, mereka yang gak sepaham dengan keputusan mama, sampai melakukan tindakan sejauh ini. Bawa pergi kamu dari kehidupan mama."

"Mama gak tau keberadaan kamu. Bertahun-tahun mama cari kamu. Sampai di satu titik semua informasi tentang kamu terkumpul dengan lengkap. Maaf, terpaksa mama harus mengambil langkah seperti ini Chaeng. Tolong jangan tinggalin mama lagi."

Kedua telapak tanganku dingin, lagi-lagi aku menyeka air mata. Mama meninggalkan kursi, ia berjalan mendekat disisi tubuhku yang terbaring. Tangannya bergerak mengusap pipiku dan menghapus sisa jejak air mata, aku selalu membenci mama tanpa ingin mengetahui semuanya.

Aku berinisiatif mengambil punggung tangan mama dan menangis disana. "Aku gak akan pergi ninggalin mama lagi. Dan mulai sekarang aku mau pakai identias asli seperti dulu."

_____________________

Penjelasan:

Ayahnya Rosie sudah meninggal saat usianya dua belas tahun. Keluarga Byrne mempunya firma hukum, itu kenapa mamanya mengatakan jika 'banyak memiliki musuh.' Rosie menjadi korban tindakan kriminalitas penculikan.

Para penegak hukum, semua orang yang memiliki wewenang di bidang hukum, memiliki resiko lebih besar dalam dunia pekerjaan mereka, yang paling sering terjadi adalah seperti intervensi, ancaman verbal dan non verbal: semua tujuannya sama, agar mereka mengalami trauma, ketakutan, dan merasa tertekan secara psikis.

Bahkan beberapa kasus yang terjadi, berakibat pada kehilangan nyawa mereka sendiri. Atau orang terdekat seperti suami, istri, dan anak (fisik).

Regnbue || Jeon - Rosé [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang