34.1 - Battle Scars

1.7K 290 26
                                    

Clevedon Howick - Auckland, New Zealand

Rabu pagi. Di sebuah ruangan kecil minimalis.

Dua dari dinding telah terkapur putih masih telanjang. Pada dinding ke tiga dan empat tergantung lukisan cat air bunga mawar biru tampak sangat besar di ruangan kecil itu. Sepasang mata terbuka dan ia terjaga sepenuhnya. Mimpinya tentang air yang menelan tubuhnya, kemudian senyum seseorang yang berlari memeluknya.

Cepat-cepat meringkuk tenggelam dalam ketakutan bayang-bayang yang setiap saat selalu mengintai dalam mimpi buruk. Memperbesar ketakutan jika suatu saat terjebak dan tidak menemukan cahaya ketenangan dalam dirinya.

Suara kunci kamar yang diputar dari luar, membuktikan seseorang bersiap masuk ke dalam kamar.

"Mama akan berhenti menjadi orang baik—kalau kamu masih keras kepala Roseanne. Sampai kapan kamu jadikan mama musuh kamu. Keluar kamar dan cepat sarapan."

"Pergi—jangan masuk. Roseanne sudah mati." Bentak Rosie masih meringkuk menenggelamkan wajahnya diantara kedua lutut.

Langkah kaki yang diciptakan dari sepatu bertumit tinggi semakin jelas. Selain itu sedikit bunyi dari lembaran-lembaran kertas yang sengaja dijatuhkan di atas tempat tidur.

"Terserah kamu mau lihat, atau kamu buang. Silahkan. Tapi yang pasti tidak ada persetujuan kembali ke Indonesia."

Suasana menjadi hening—langkah itu mulai samar menghilang dan tak terdengar lagi. Sangat mengerikan perlakuan ibunya agar dia tidak pergi, melarikan diri. Sebetulnya jika kabur pun, ia tidak akan bisa bergerak bebas. Semua akses tentu saja akan kembali kepada wanita itu yang menyebut dirinya mamah.

Rosie mengangkat pandangan juga posisi kepalanya. Apa yang ia bayangkan benar di sekitar kakinya banyak kertas dan foto-foto berserakan, dia tidak tertarik untuk membaca dengan suasana hati yang semakin memburuk, kecuali sekumpulan foto masa kecil milik seseorang.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rosie menyelipkan rambutnya di belakang telinga, ia penasaran dengan bagian yang tidak ingin dibaca sebelumnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rosie menyelipkan rambutnya di belakang telinga, ia penasaran dengan bagian yang tidak ingin dibaca sebelumnya. Kedua matanya menegang.

"Sudah berapa lama?," kataku melesak duduk di dekatnya mengangkat dan melipat kedua kaki di atas tempat tidur.

"Apa ?"

"Lempar-lempar barang kalau marah." Tanyaku sambil melirik wajahnya. Kedua matanya terpejam. Tetapi aku yakin dia mendengar pertanyaan ku.

"Dari SMP Setelah orang tua gue meninggal." Jawabnya masih dengan mata terpejam.

Sekelebat ingatan pembicaraannya dulu bersama Jungkook kembali. Rosie mengunci mulutnya dengan kedua telapak tangan di depan bibir.

"Ini akal-akalan mama supaya gue tetap disini... Gue harus ketemu Jeon. NGGAK, gue bukan pembunuh." Rose berlari dari atas tempat tidur—membuat selimutnya terlempar dengan jarak satu setengah meter di lantai. Tidak lupa mengambil pisau lipat yang dia sembunyikan setelah kemarin berhasil mencuri dari salah satu penjaga. Sekarang jika digunakan pisau itu bisa melukai siapapun termasuk dirinya sendiri. Dengan gegabah Rosie menekan pegangan pintu yang rupanya tidak terkunci. Menyodorkan tajamnya pisau ke tiga pria di depannya yang berusaha menghalangi.

"Saya bisa bunuh kalian, atau bunuh diri saya sendiri. Jangan berani maju menghalangi saya untuk pergi!!!."

Rosie mengangkat pergelangan tangan kanan, dan mendekatkan pisau itu.

"Kami hanya melaksanakan tugas, nona, tolong berhati-hati. Anda bisa terluka."

"Wow..itu lebih bagus." Sungut Rosie sarkas, dirinya semakin membuat keributan—berteriak-teriak seperti kehilangan akal sehat, suara lantangnya bergema di seluruh ruangan. Semuanya mendapatkan pandangan kejam, dan tanpa ampun darinya. Tidak ada yang berani mendekat, berbahaya...pisau itu sewaktu-waktu bisa bergerak sesuai dengan kemauan Rosie.

"Kami antar Anda ke kantor, jika ingin menemui Nyonya."

'Tidak...cara itu tidak akan berguna untuknya. Nona Rosie tetap tidak akan bisa pergi dari sini.'

Wania itu tidak mengindahkan semua kalimat-kalimat indah yang orang-orang ucapkan kepadanya dengan tingkat kepanikan yang bertambah berkali lipat.

Salah seorang penjaga mengambil keputusan, untuk bergerak maju mendekati wanita itu, ia berhasil menahan tubuh wanita itu, yang masih mempertahankan pisau.

'Jeon, aku gak tau ini satu-satunya cara supaya aku tau semuanya. Mau gak mau aku harus lakuin. Seharusnya aku gak pergi, waktu kamu minta jangan pergi. Aku mimpi kamu senyum. Aku kangen kamu yang selalu negur aku...setiap aku sarkas begini, aku marah ke kamu waktu kamu luka-luka. Tapi akunya juga sama bakal luka-luka. Semoga aku masih hidup setelah ini.'

Isi hati yang diucapkan, sebelum mengarahkan pisau untuk menusuk perutnya sendiri, cairan merah keluar dan menyebarkan warna pada baju tidurnya. Mengalir pada jari jemarinya, tetesan itu turun ke lantai. Rosie terhuyung, dengan kedua sudut matanya basah.

Regnbue || Jeon - Rosé [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang