PROLOG

329K 12.8K 434
                                    

           Hujan menjadi salah satu fenomena alam yang tak bisa dihindari oleh siapapun dan untuk alasan apapun. Ketika rintikan air itu jatuh ke tanah, semua orang bersembunyi, berusaha untuk menghindari diri mereka dari air yang akan membasahi tubuh, atau sialnya menyebabkan sakit seperti flu.

Berteduh jadi alasan paling tepat mengapa mereka masih ada di sini meski hari sudah hampir gelap. Memasuki sebuah kafe yang letaknya tidak jauh dari sekolah mereka. Sebetulnya, mereka sudah selesai mengerjakan tugas sekolah mereka sejak 30 menit yang lalu, namun karena hujan yang sangat deras di luar, mereka memutuskan untuk menetap di sana untuk beberapa saat lagi.

Perempuan bernama Ovie melihat ke luar jendela di sampingnya. Ia menghela napas karena sudah mulai merasa bosan. Ovie melirik ketiga temannya, sebelah ada Laura, seorang gadis berambut ikal sedang memainkan ponsel sambil meletakan kepalanya di atas meja. Dion, pria yang duduk di depannya sedang membaca buku. Genta, pria yang duduk di depan Laura sedang menonton sesuatu di ponselnya. Hujan yang besar membuat Ovie tidak bisa mendengar apapun dari ponsel Genta.

“Semoga nggak lama lagi,” dia bergumam, berharap hujan cepat berhenti.

“Lo mau pulang? Gue pikir jauh lebih bosan di rumah,” kata Laura. Gadis itu mematikan ponselnya ketika petir menyambar keras. “Kayaknya hujannya bakal awet sampai malam. Genta, matiin ponsel lo! Nanti kesamber geledek!”

Cowok itu menurut, “Iya, Sayang.”

“Dih?” Gadis itu mendelik.

“Mitos tuh,” celetuk Dion sambil menutup buku yang ia baca.

Ovie menoleh pada cowok itu. “Apanya mitos?”

“Nggak mungkin main hp kesamber petir. Smartphone itu pakai jaringan nirkabel, wireless, jadi nggak mungkin kesamber petir, kecuali main hp sambil di charge,” kata Dion membuat ketiga orang di sana mengangguk. “Petir bisa terjadi karena awan yang sarat bermuatan listrik negatif, tertarik dengan listrik positif di bumi untuk segera menetralkan muatannya. Karena mau mencapai bumi, makanya petir tertarik buat nyamber benda yang lebih tinggi dari permukaan bumi.”

“Oke, jadi si petir ini bakal nyamber apa dulu?” Laura bertanya.

“Gedung-gedung tinggi, tiang listrik, pohon.”

“Kira-kira Genta urutan keberapa untuk di samber petir?”

Ovie tergelak mendengarnya. Sementara Genta merasa hatinya tersakiti. “Udah cukup Dion untuk dongengnya. Kita udah belajar di sekolah tujuh jam masa harus menyerap teori lagi?”

“Itu kalimat yang keluar dari orang malas!” cetus Laura.

“Oke-oke, gimana kalau kita main?” Ovie mengusulkan ide. Dia sudah kebosanan dan tak mau kupingnya sakit karena mendengar pertengkaran mereka yang sangat kekanakkan.

“Main game?” Genta berpikir mainan jenis apa yang sekiranya bisa dimainkan oleh empat orang, dan di dalam ruangan. Kemudian matanya melihat botol minum milik Laura, dia meraihnya dan meletakannya dalam posisi horizontal di tengah meja. “Truth or dare!” dia berseru, sambil menaik turunkan alisnya, menantang semua orang yang ada di meja itu.

“Lagi? Lo masih inget kan apa yang terjadi terakhir kali kita main TOD?”

Tentu saja, semua di meja ini mengingat sangat baik.

Of course, Sandra Jennifer Olivia Sandy,” ledek Genta.

Laura memukul lengan Genta. Dia ingat malam terakhir masa orientasi mereka, saat itu mereka berempat sedang bermain truth or dare, lalu Genta memberi Laura tantangan yang sampai saat ini terkenang sangat baik di angkatan mereka. Darenya adalah, Laura harus memperkanalkan namanya sebagai Sandra Jennifer Olivia Sandy kepada setiap orang yang menanyakan namanya. Dan sialnya semua orang percaya bahwa itu adalah nama aslinya. Padahal itu adalah nama lengkap dari seekor tupai berbikini yang hidup di Bikini Bottom!

Possessive Brother [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang