Ovie duduk gelisah. Meski ia selalu canggung di dekat kakaknya, tapi kali ini berbeda. Seperti ada kata yang ingin keluar dari mulutnya namun tertahan. Jika saja ponselnya ada, ia pasti lebih memilih memainkan game yang ada diponsel tersebut daripada melihat kearah jalanan sambil merenung tidak jelas.Kevin yang sedari tadi memperhatikan Ovie kini tersenyum kecil. Sangat kecil.
Tangan kiri Kevin menyentuh pergelangan tangaan Ovie yang berada di paha gadis itu. Ovie yang sedang melamun jelas saja terkejut, tubuhnya menegang karena sentuhan tersebut. Tangan Kevin dingin, tapi memberikan kehangatan pada Ovie.
Ovie menoleh, heran dan bingung menatap Kevin yang sedang pandangannya fokus menyetir. Tangan Ovie mencoba melepas tapi sulit, Kevin menahan tangan Ovie menggunakan tenaganya.
"Kak..." Cicit Ovie.
Kevin diam. Seolah tidak mendengar suara Ovie.
Ovie berdecak pelan. Akhirnya ia memilih pasrah, kakaknya yang sedang pura-pura tuli memang sangat menyebalkan. Ia memilih tangannya digenggam Kevin, daripada dirinya yang dibentak-bentak oleh pria itu.Jalanan pagi ini sama seperti biasanya; ramai. Orang-orang dijam segini sudah memulai beraktifitas kembali. Ibu-ibu pergi ke pasar, anaknya sekolah dan suaminya pergi mencari nafkah.
"Kakak tahu," ucap Kevin tiba-tiba. Tangannya yabg tadi menyentuh tangan Ovie pindah ke atas kepala Ovie, lalu mengelus surai coklat Ovie yang lembut. "Kamu penasarankan sama cewek rambut blonde yang ada dirumah." Tebak Kevin, yang jelas tepat sasaran.
Ovie memang penasaran, tapi bukannya mengiyakan, justru Ovie malah menggeleng membuat Kevin berdecak kesal. Awalnya berpikir kalau Ovie cemburu ternyata salah. Melihat gelengan dari Ovie, membuat Kevin menjauhkan tangannya dari kepala Ovie.
Ovie sudah dapat melihat gedung sekolahnya, tapi Kevin justru memberhentikan mobilnya sebelum sampai di depan gerbang.
"Kenapa berhenti?" Tanya Ovie.
"Coba bilang, apa yang lagi kamu pengin."
Ovie masih dibuat bingung. Kakaknya tidak seperti biasa menanyakan hal itu. Memang, Kevin tidak pernah pelit padanya, tapi rasanya aneh saat pertanyaan itu keluar dari mulut Kevin. Biasanya Kevin selalu membelikan apapun tanpa harus Ovie pinta. Meskipun itu barang yang Ovie tidak suka. Tidak ada hari spesial untuk Ovie dalam waktu dekat, ulangtahunnya juga masih lama.
"Emang ada apa?"
"Nanya aja. Kamu jarang minta sesuatu."
"Sebelum aku minta, kakak udah beli, kan. Selalu begitu." Balas Ovie. Kini matanya mulai melihat keluar gelisah. Takut ada yang melihat dan berpikir tidak-tidak. Apalagi ia masih jadi bahan omongan orang-orang, meski kini tidak parah. Tapi ia tidak mau ada yang salah paham lagi. Dan lagi, belum banyak yang mengetahui Kevin. Baru teman dekat Ovie saja.
Kevin mengangguk membenarkan perkataan Ovie. Ia tidak pernah membiarkan Ovie merasa kekurangan.
"Bilang aja. Apapun," paksa Kevin karena ia tidak yakin dapat mengabulkan keinginan Ovie diwaktu yang akan datang.
Ovie berpikir, dan berkata dengan ragu. "Ponsel?" Ucapnya takut-takut. Ia ngeri salah bicara dan membuat kakaknya jadi marah karena membahas ponsel yang selalu membuat Kevin kesal kalau ia terlalu sering memainkan benda itu. Padahal bukan itu alasannya Kevin marah padanya.
Kevin menatap Ovie sejenak. Menatap wajah polos adiknya. Tapi setelahnya ia mengangguk. Mengiyakan permintaan Ovie. Lagipula, Ovie tidak mungkin seumur hidup tanpa ponsel. Kevin rasa, yang ia lakukan kemarin karena kekesalannya saja. Dan juga Luna pasti akan menyalahkannya karena sudah merusak ponsel Ovie.
▄▀💥▀▄
Ia longgar dari waktu yang sudah dijanjikan. Jika saja ini hanya makan malam biasa, Kevin pasti tidak akan meninggalkan pekerjaannya. Tapi, makan malam kali ini bersama Luna dan Seno. Kedua orangtua yang sangat sibuk sama seperti dirinya, mereka tidak akan membuang waktu hanya untuk makan bersama. Jadi sudah dipastikan ini bukan makan malam biasa. Dan Kevin tidak ingin mengecewakan mereka.
Kevin menempatkan diri di samping Jasmine, karena hanya itu satu-satunya bangku yang kosong. Walau sebenarnya ia tidak ingin duduk dibangku tersebut. Ia melirik ke samping, mencari Ovie. Ternyata gadis itu duduk tepat disamping Jasmine sehingga membuat Jasmine duduk ditengah diantara Ovie dan Kevin.
"1 jam, Kevin." Seno menyebutkan berapa lama Kevin terlambat. Seno duduk tepat didepan Kevin, disamping kanannya ada Luna dan disampingnya Luna ada Maudy.
Kevin menghela napas dan meminta maaf.
"Kevin sibuk, pa. Nggak ada waktu buat makan malam diluar seperti ini."
"Kak Kevin juga nggak ada waktu makan dirumah." Sambung Maudy yang duduk depan Ovie, langsung mendapat sinisan dari Kevin. Membuat Maudy pura-pura tidak tahu apa-apa dan melanjutkan makannya.
Makanan yang sudah dipesan sebelum Kevin datang sudah siap. Para pelayan membawakan semua makanan yang dipesan. Kepiting saus tiram, cumi lada hitam, ikan goreng serta makanan mahal dan pastinya enak lainnya sudah ada diatas meja.
Jasmine yang duduk di samping Kevin mengisi piring Kevin. Ia juga mengambil lauk-pauk yang laki itu ingin makan. Melihat itu membuat Luna tersenyum sambil meyakinkan dirinya kalau Jasmine memang orang yang tepat untuk anaknya. Sehingga pernikahan ini bukan hanya menguntungkan pihak Molly atau perusahaannya. Tapi juga untuk Kevin. Anak laki satu-satunya yabg ia punya.
Kurang dari 40 menit akhirnya mereka berenam sudah menghabiskan makanan tanpa bicara. Jika sedang makan, memang tak ada yang bicara. Itu yang diterapkan Seno sejak dulu.
Kevin melihat jam yang ada dipergelangan tangannya. Sudah jam 9 kurang. Ia sudah bisa menebak, makan malam ini bukan makan malam biasa. Pasti akan ada yang ingin Luna dan Seno sampaikan.
"Vin, kamu ingat kan, kalau mama udah punya calon buat kamu."
Kevin menjawab dengan dehaman. Luna menoleh ke Seno, Seno mengelus bahu Luna sambil tersenyum. Meski sudah tidak muda lagi, tapi mereka berdua tidak malu untuk menujukan keromantisan mereka.
"Jasmine orangnya."
Ovie yang sedang menikmati melon dengan suapan terakhirnya berhenti. Melon yang masih ada dalam mulutnya juga berhenti ia kunyah. Ia memperhatikan piring yang menjadi wadah melonnya. Otaknya mencerna perkataan ibunya. Namun ia kembali mengunyah setelah berpikir kalau itu bukan urusannya.
Kevin mengusap wajahnya gusar.
"Kevin nggak pernah setuju sama rencana mama."
"Kamu 'kan udah bes-"
"Karena Kevin udah besar, Kevin bisa cari sendiri. Kuno banget tau nggak pakai dijodohin segala." Ucap Kevin. Ia sudah bosan mendengar mamanya yang menjadikan umurnya sebagai alasan pernikahan ini.
"Iya atau tanpa persetujuan kamu, rencana ini akan tetap berjalan." Ucap Seno ambil alih.Seno selalu menang berdebat dengannya. Meski mereka sama-sama pandai bicara dan mematikan lawan dengan ucapan. Tapi, untuk kali ini ia mengalah. Tapi bukan berarti ia setuju dengan acara perjodohan. Tapi karena hari ini ia sudah cukup lelah.
Kevin bangkit berdiri, dan pergi tanpa pamit.
Dengan inisiatif tinggi, Jasmine mengikuti Kevin dari belakang.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive Brother [Revisi]
RomanceOvie merasa punya kakak super posesif seperti Kevin adalah sebuah kutukan. Ia selalu merasa kakak tertuanya itu membenci dan menaruh dendam padanya. Pernyataan itu ternyata tidak hanya ada dalam pikirannya, karena ketiga temannya juga berpikir hal y...