➊➎ | Little Change

87.1K 6.4K 309
                                    

"Habis darimana?" Suara tegas serta penuh dengan amarah itu membuat kedua manusia berbedea gender menoleh kaget. Ovie menunduk saat tatapan menusuk milik kakaknya terarah padanya. Dion yang juga memiliki mata sinis terlihat santai. Ia sama sekali tidak membalas pandangan kebencian Kevin.

Ovie kembali berbalik menatap Dion. "Udah gelap, lo pulang sana, nanti kehujanan." Ujar Ovie, mengusir Dion secara halus. Tujuannya adalah melindungi Dion dari amukan kakak tertuanya. Ovie tidak mau Dion yang tidak tau apa-apa jadi pihak yang disalahkan.

"Nggak ajak gue masuk dulu gitu?"

"Sorry, bukannya gue nggak sopan. Tapi,..." Ovie melirik kakaknya yang masih diam di depan pintu sambil memasukan tangannya di kantung celana. Tatapannya tidak berubah, masih sama; tajam.

"Besok-besok aja deh ya, Di-"

"Sampai kapanpun lo nggak akan diterima masuk ke rumah ini lagi!" Suara penuh aura tidak mengenakan itu berasal dari Kevin. Sejak tadi ia sudah cukup muak mendengar pembicaraan tiada akhir antara Ovie dan pria yang belum ia ketahui namanya. "Lo juga nggak boleh dekat-dekat dengan Ovie!"

"Kak Kevin." Cicit Ovie pelan. Sangat pelan, tapi terdengar di telinga Dion karena posisi mereka bersebelahan. Dion sudah tau watak dari kakak Ovie. Dari wajahnya saja sudah ketebak; kejam.

Seketika tatapan mata Dion berubah. Matanya menjadi tajam. Setajam silet. Terlihat lucu saat Kevin dan Dion saling pandang, dan saling adu tatapan. Tapi bagi Ovie yang ada di sana itu jadi mengerikan.

"Gue pulang ,ya, Vi." Ujarnya, mendapat anggukan kecil dari Ovie. Setelah itu ia memakai helm dan segera menyalakan mesin motornya. Namun, Dion belum benar-benar pergi. Ia seperti sengaja membuat Kevin kesal. Tapi, sebenarnya bukan itu alasan ia berhenti. Di balik helm, ia tersenyum menatap Ovie. Namun sayangnya Ovie tidak mampu melihat karena kaca hitam helm tersebut. Tidak tau apa jadinya jika Kevin atau Ovie fau jika Dion tersenyum pada Ovie.

"Sana pergi! Tunggu apa lagi hah?!"

Dion langsung tancap gas pergi.

"Pak Romlan!" Panggil Kevin pada satpam komplej mereka yang kebetulan saja sedang keliling naik motor.
Pak romlan memberhentikan motor scoopy miliknya. Ia tidak keliling sendirian, ada pak Sarif yang duduk di belakangnya.

Romlan berjalan mendekati Kevin. Pria dengan kupis lele lucu yang berada di antara bibir dan hidungnya.

"Kenapa mas?"

"Bapak liat motor merah tadi?"

Pak Romlan melihat ke belakang, lalu mengangguk. "Iya mas, kenapa?"

"Jangan biarin anak tadi masuk ke komplek ini. Dia anak gak baik."

"Kak..."

Kevin menatap sinis Ovie. "Masuk!"

Ovie memilih menurut pada kakaknya kali ini.

•••

Ia masuk ke dalam rumahnya dan langsung naik ke atas menuju kamar. Ovie mencuci wajahnya, dan duduk di pinggir kasur sambil termenung. Memikirkan Dion membuatnya jadi merasa bersalah. Memikirkan kakaknya membuatnya kesal.

Pintu kamarnya terbuka. Awalnya Ovie pikir itu Maudy atau Siti. Namun yang ada justru pria berbadan tegap dengan wajah garang.

"Ngapain?" Tanya Ovie judes. Ia bahkan tidak sadar jika suaranya terdengar seperti itu.

Kevin semakin mendekat. Ia juga ikutan naik ke atas ranjang dan duduk di samping Ovie. Namun adiknya itu enggan menatap wajahnya.

"Jadi, sekarang udah berani seperti ini?"

Ovie diam. Sikapnya yang seperti ini membuat Kevin geram. Ia paling tidak suka diabaikan.

"Jawab, Ovie!" Suara dengan nada tinggi membuat Ovie terlonjak di tempat. Ovie benar-bemar tidak sadar jika sifatnya yang tadi membuat Kevin marah.

"Ja-"

"Kak Kevin jangan ganggu Ovie dulu ya. Aku lagi males ngomong," -sama kakak.

Kevin tetap saja seorang Kevin. Pria yang jika dilarang justru semakin menjadi. Tangannya memegang tangan Ovie erat. Pegangannya jadi semakin kuat membuat Ovie mengaduh kesakitan.

"JANGAN KEKANAKAN OVIE!" Suara Kevin menggelegar. Jantung Ovie jadi berdetak cepat. Meski sudah sering mendapat amukan dari Kevin, namun tetap saja ia akan takut jika dibentak.

"Siapa sih cowok tadi? Pacar? Iya?!"

Ovie menggeleng keras. Menolak mentah-mentah apa yang dituduhkan kakaknya.

"Terus kenapa belain dia?"

"Kakak nyalahin Dion terus. Padahal Dion nggak salah. Jadi pantes kan aku belain dia?"

Kevin menarik napasnya, lalu mengehembuskan pelan. Ia berusaha sabar dengan apa yang Ovie ucapkan. Perkataan Ovie memang benar, Dion tidak salah. Tapi Kevinlah yang membuat Dion seolah pihak yang jahat dan patut disalahkan.

"Udah makan?" Kevin bersikap kembali lembut. Padahal hatinya sudah penuh dengan makian yang entah tertuju pada siapa.

Ovie menggeleng lemas. Ia sudah benar-benar lelah. Ia ingin sendiri, tapi kakaknya belum juga mengerti.

"Ayo turun. Makan." Kevin mengulurkan tangannya pada Ovie. Ia sudah benar-benar bersabar dan menahan diri untuk tidak berlaku kasar. Kevin makin gemas saat Ovie belum juga menyambut uluran tangannya. Dalam hati ia sudah menahan untuk tidak langsung menarik tangan Ovie.

Dengan rasa yang setengah ikhlas akhirnya Ovie menerima uluran tangan kakaknya. Membuat senyuman tipis terukir di wajah Kevin.

"Nah gini, kalau nurut kakak nggak bakal kasar." Bisik Kevin pada Ovie.

Possessive Brother [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang