⓿➒ | Zefanny

100K 6.7K 420
                                    

Zefanny  namanya. Gadis yang masih berumur 19 tahun, seumuran dengan Maudy. Harusnya Zefanny masih bersekolah, bukannya malah bekerja di club seperti ini. Meski umurnya terbilang masih muda, tapi sikapnya sudah sangat dewasa. Itu karena pengalaman hidupnya yang berat.

3 tahun yang lalu, tepatnya saat zefanny seumuran Ovie, ayah kandungnya dengan kejam menjualnya. Di club ini ia pernah jadi bahan lelangan oleh ayahnya sendiri. Saat itu Zefanny sama sekali tidak merasa takut jika seandainya ia dibeli oleh pria yang jahat. Justru ia merasa beruntung bisa terbebas dari ayahnya yang kerjaannya hanya mabok-mabokkan.

Hidupnya sudah hancur sejak kecil, luka memar atau sobekan sudah ada di punggung rapuhnya. Cabikan dan pukukan sudah pernah ia rasakan. Tapi itu semua membuatnya semakin kuat. Apalagi setelah tau jika pria yang membelinya adalah Kevin yang saat itu berumur 21 tahun. Pria yang merawatnya hingga ia bisa hidup sampai sekarang.

Kevin tidak pernah menyiksanya, Kevin sudah seperti kakaknya sendiri. Meski rasa suka tetap saja ada.

"Gue pikir lo udah tobat." Ujar Zefanny setelah pelukan mereka terlepas.

Bukannya menjawab, Kevin justru menarik tangan Zefanny, membawa perempuan itu pergi dari lantai dansa menuju sofa kosong yang di sediakan. Mereka duduk, dan mulai berbincang.

 Mereka duduk, dan mulai berbincang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gimana?" Tanya Zefanny.

"Apanya?" Kevin balik bertanya.

"Udah tobat atau belum?"

Kevin terkekeh, seketika masalahnya dengan Ovie ia lupakan. Ia sama sekali tidak mengingat Ovie yang kelaparan di rumah.

"Nggak tobat, cuman sibuk."

Mata Zefanny berkaca-kaca. Ia benar-benar merindukan Kevin yang sudah 2 bulan tidak pernah menemuinya, diclub ini maupun diapartemennya.

"Meski gue udah jarang jenguk lo, tapi gue harap lo bisa jaga diri."

Zefanny mengangguk, kepalanya ia senderkan di bahu kokoh milik Kevin, meletakkan kepalanya senyaman mungkin.

"Mau minum apa?" Kini Zefanny yang bertanya. Di sini ia bekerja jadi pelayan, meskipun tampilannya tidak seperti wanita baik-baik. Namun, ia tidak bekerja menjual diri disini. Meski ia miskin, tapi ia masih menggunakan otaknya untuk mencari duit. Club ini adalah punya Kevin, yang dibuat atas namanya. Karena Kevin tidak mungkin mengurus club dan perusahaannya sekaligus. Jadi club ini Zefanny yang urus, di lantai 2 pun ada kamar Zefanny.

Setelah menyebutkan apa yang diingini Kevin, Zefanny pergi menuju bartender dan menunggu minuman Kevin diracik.

Sambil menunggu, Kevin mengeluarkan rokoknya. Merokok adalah salah satu hal yang tidak bisa ia hentikan sejak SMP. Saat berumur 15 tahun, ia pernah terpegok sedang merokok di kamar oleh Seno. Akibatnya, Seno memarahinya dari pagi hingga malam, dan juga playstationnya di buang begitu saja.

Zefanny sudah kembali duduk di samping Kevin, ia memberikan gelas dengan isi berwarna ungu kepada Kevin.

Zefanny meneguk minumannya, setelah itu berkata, "I miss him."

"Your father?" Tanya Kevin. Kepalanya menoleh ke Zefanny.

Zefanny mengangguk. Matanya mengingat kenangan manis masa kecil saat bersama papa dan mamanya. Saat ia sedang belajar naik sepeda dan terjatuh di pelukan papanya, lalu mamanya datang dan mengobati lukanya. Keluarganya dulu sangat harmonis, sebelum mamanya meninggalkan mereka untuk selamanya. Ntah apa masalahnya, mamanya lebih memilih pria lain yang lebih kaya dari papanya. Sampai sekarang, Zefanny tidak pernah mencari tahu di mana mamanya.

Setelah itu papanya berubah, tidak seperti papa yang Zefannya kenal. Papanya berubah menjadi ayah yang keras, mabuk-mabukan dan selalu membawa perempuan yang tiap harinya berbeda.

Setelah ayahnya menjualnya, Zefanny sudah tidak pernah bertemu ayahnya lagi sampai sekarang. Sudah 3 tahun, dan itu bukan waktu yamg singkat.

Zefanny merindukan papanya. Sangat.

"Mau ketemu papa?"

Zefanny menoleh, dan mengangguk senang. Tangan kanannya bergerak menghapus airmatanya.

"Besok gue anter."

•••

Ovie menatap kosong ke arah pintu kamarnya. Dalam hati ia berharap kakaknya cepat kembali dan membuka pintunya. Haus dan lapar sudah Ovie rasakan. Sudah lebih dari 3 jam kakaknya belum pulang juga.

"Neng Opi?" Panggilan itu berasal dari bi Siti yang ada depan kamarnya.

"Ya, bi?" Jawab Ovie.

"Saya telfon non Maudy aja, ya, neng? Supaya Maudy cepet pulang, siapa tahu bisa bantu."

"Jangan, bi." Ovie tidak mau Maudy yang kena marah Kevin. Karena Kevin tadikan Kevin bilang harus ia yang membuka pintu. Jadi yang bisa Ovie lakukan hanya menunggu.

"Tapi kan neng harus makan, gimana saya ngasih makannya kalau pintunya kekunci gini. Coba aja saya bisa nembus tembok pasti lebih mudah."

"Kalau bibi bisa nembus tembok, bibi nggak bakal kerja di sini. Kan jadinya serem, bi."

Ovie dan Siti meneruskan obrolannya. Bi Siti selalu bisa menghibur Ovie dengan gurauannya. Sampai-sampai Bi Siti ambil bangku dan duduk di depan pintu.

Hingga tak lama kemudian, Ovie sudah jatuh tertidur.


••••

Possessive Brother [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang