➌➎ | Tutupi

60.4K 4.1K 164
                                    


           Jasmine duduk disatu sofa yang sama dengan Kevin. Gadis itu merapatkan tubuhnya pada Kevin. Ia bahkan bergelayut manja di lengan Kevin tanpa memperdulikan pria itu yang sedang sibuk dengan laptopnya.

Hari ini adalah hari sabtu. Hari libur. Meskipun begitu, Kevin tetap saja sibuk. Ia menjauhkan Jasmine dari dirinya. Ia sedang tidak ingin diganggu. Apalagi oleh Jasmine. Gadis itu kelewat cerewet, ia sedang tidak ada mood untuk mengurusi sikap merepotkan Jasmine.

Kevin terus-terusan mendorong Jasmine dengan cara menyikut.

"Jangan dorong aku terus. Aku 'kan mau deket sama kamu."

"Dan lo jangan deket-deket. Gue nggak suka."

"Kenapa sih aku nggak boleh deket sama kamu. Nggak pernah kamu natap aku tanpa tatapan sinis kamu itu. Kamu itu kenapa?" Ujarnya parau. "Sebegitu susahnya, ya, anggap aku sebagai calon tunangan kamu?"

Kevin terdiam, namun tak lama ia lanjut mengetik sesuatu diatas papan keyboard laptopnya. Ia juga manusia yang memiliki hati, ia pasti tau sakit yang Jasmine rasakan lewat ucapan gadis itu. Tapi, Kevin juga tidak mau menyakiti gadis itu begitu jauh dengan memberikan gadis itu sebuah harapan. Jasmine mengejar cinta Kevin, dan Kevin juga mengejar cintanya sendiri. Terlalu rumit.

"Jasmine,"

"Ya?"

"Maaf." Ujarnya ogah-ogahan.

Jasmine tersenyum lebar seperti anak kecil yang mendapatkan permen. Lalu ia menyenderkan kepalanya di pundak Kevin. "Nggak apa. Ucapan maaf kamu tadi bikin aku nggak takut buat natap kamu lagi." Ucapnya.

Kevin lanjut mengetik, meski sebenarnya ia merasakan risih dengan beban yang ada dibahunya. Sedangkan Jasmine menikmati bahu kokoh milik Kevin. Belum tentu ia bisa bersender disini lagi.

"Aku berharap udah bisa menikah diumur sepuluh tahun." Ujar Jasmine sambil terkekeh. "Ngeliat mama dan papa yang berdua kemana-mana tanpa aku itu alasannya."

"Aku juga mau punya orang yang bisa sama aku kemanapun, dan nggak pernah pergi. Seperti mereka yang kelihatan bahagia banget. Meskipun ninggalin anaknya setiap hari. Aku iri, tau."

Kevin melirik Jasmine menggunakan ekor matanya. Terlihat Jasmine yang nampak berandai-andai. Kevin jadi penasaran apa yang terjadi dengan keluarga Jasmine.

"Lo tinggal sendiri?"

Jasmine menggeleng. "Aku punya banyak maid."

"Orangtua lo?"

"Kerja, kerja, kerja. Seolah pekerjaan mereka akan bertambah lima kali lipat kalau sekali aja nggak dikerjain."

"Lo baik-baik aja?"

"Jelas nggak baik-baik aja. Aku juga mau dimanja, bukan dengan barang-barang mewah. Tapi dengan kasih sayang."

"Pasti akan nemuin orang yang bisa ngasih itu."

"Kamu, kan?" Ujar Jasmine sambil menatap Kevin. Ia bisa melihat seberapa tampan Kevin dari samping. Tapi ucapan barusannya tidak direspon apapun oleh Kevin. "Aku boleh minta sesuatu?" Pintanya.

Kevin menghela napas. Ia membiarkan urusannya direcoki oleh Jasmine dan seharusnya itu tidak boleh terjadi. "Apa?"

Jasmine duduk dengan benar. Ia kini duduk dengan tegak, tapi menghadap Kevin. "Ada banyak." Ucapnya sambil melebarkan kedua tangannya lebar, seperti memberi tahu sebanyak apa keinginannya.

"Apa?" Ujarnya penuh penekanan.

"Pertama, jangan pakai lo-gue, aku ngerasa aneh dengernya." Tanpa berpikir Kevin mengangguk. Jika hanya itu bukanlah masalah yang besar untuknya.

Possessive Brother [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang