➌➐ | Miss

53.9K 4.3K 147
                                    


         "Mas," panggil Luna pada suaminya yang tengah duduk di pinggir ranjang. Luna menutup pintu rapat, sebab ia akan bicara serius dengan Seno. Luna berjalan mendekat, dan duduk di samping Seno. "Aku nggak tau apa yang lagi kamu sembunyiin. Aku juga nggak tau apa yang kamu rahasiain dari aku. Tapi, kamu yang ngajarin aku soal terbuka kalau ada sesuatu. Aku ngera--"

"Luna," potong Seno. Ia meraih jemari Luna, menggenggamnya erat. "Menurutmu, bagaimana Jasmine?"

Luna menatap Seno. Mulai berpikir apakah semua masalah ini ada hubungannya dengan Jasmine atau tidak.

"Dia... baik." Ujar Luna tidak yakin.

"Lebih spesifik."

"Jasmine memang agak annonying dan manja. Tapi, dia keliatan tulus. Ah, mungkin aja sifat manjanya ada karena dia yang selalu kesepian. Kamu pernah bilang kalau Jasmine nggak pernah dapat kasih sayang."

Seno mengangguk. Sebelum melanjutkan obrolan mereka yang pastinya akan berlangsung panjang, Seno mendorong bahu Luna untuk berbaring disebelahnya. Seno tidak ingin suasana menjadi canggung.

"Udah nerima hubungan Kevin dengan Jasmine?"

"Kenapa baru tanya sekarang?" Luna balik bertanya. Ia menoleh ke kiri, menatap mata suaminya yang bercahya sama seperti mata Kevin dan juga mata Siska. "Kamu bilang rencana ini bakal tetap berjalan apapun yang terjadi."

"Apalagi kamu bilang ini juga untuk kepentingan perusahaan, kan? Aku bisa nerima Jasmine, tapi, kamu harusnya tanya sama Kevin. Anak kita udah bisa nerima Jasmine atau belum." Lanjutnya.

"Sebenarnya bukan cuma itu alasan yang membuat pernikahan itu harus tetap terlaksanakan." Luna makin menatap Seno penasaran. "Tapi, aku nggak akan bahas itu."

Luna mencibik kesal. Rasa penasarannya sudah berada diujung tanduk. Sudah tidak tertahan!

"Tau nggak sih, mas? Aku penasaran banget! Lebih penasaran dari pada mau tau kamu meeting sama siapa." Jujur Luna. "Omong-omong alasan itu ada hubungannya dengan mami?"

Seno mengernyit, ia memasang wajah berpikir. "Kayaknya enggak."

Luna menghela napas. Banyak sekali teka-teki yang membuatnya bisa mati penasaran.

"Terus mami marah karena apa, ya?"

"Mami marah karena aku. Aku nggak kasih tau soal perjodohan Kevin."

Luna melotot ke Seno. Pantas saja ia tadi mendapatkan wajah judes Siska. Padahal biasanya mertuanya itu sangat lembut padanya.

"Kamu nggak bilang ke mami?! Kamu kan tau, Kevin cucu kesayangannya! Pantas aja dia marah banget tadi. Dia pasti kecewa banget sama aku, mas." Ucapnya. Meski awalnya Luna ingin menyalahkan Seno, tapi pada akhirnya ia lebih memilih menyalahkan dirinya sendiri. Luna dapat merasakan kemarahan Siska. Jika Luna ada diposisi Siska, pasti juga akan marah. Lebih narah daripada ia tau kalau Seno tersenyum dengan perempuan lain.

Setelah Luna lama berpikir, ia berkata, "kamu malu bilang yang sesungguhnya ke mami?"

Tak mendapat jawaban, Luna kembali berkata.

"Mami juga harus tau apa yang terjadi sama kerjaan anaknya. Kamu nggak bisa nutup-nutupin terus."

"Bukan itu, Luna. Aku kan baru aja bilang, perusahaan bukan lagi alasan. Kayaknya emang aku nggak bisa nutupin apapun dari kamu."

Luna mendongak.

"Perusahaan kita baik-baik aja."

"Maksudnya?"

•••

        Ovie memasuki halaman rumahnya. Ia bisa merasakan aura yang berbeda. Entah kenapa rumahnya terasa ramai dari luar. Melihat Dini yang sedang menyiram tanaman bunga milik Luna, Ovie mendekat. Menyapa Dini.

"Hai, bi. Itu mobil siapa, Bi?" Tanya Ovie sambil menunjuk mobil putih dengan merk ternama yaitu Land Rover Discovery, mobil keluaran terbaru dan pastinya harganya mahal selangit.

"Eh, neng Ovie sudah pulang..., itu mobil nyonya besar. Baru saja datang." Jawabnya sopan.

Ovie mengernyit. Berpikir siapa nyonya besar yang dimaksud, setelah mengingat sesuatu, Ovie langsung masuk ke dalam. Jalannya cepat, mungkin bisa dikatakan berlari. Langkahnya langsung ke arah dapur, sebab ia mendengar suara dari sana. Tapi, bukan Siska yang ia temukan. Melainkan Siti.

"Bi, nenek di mana?" Tanyanya antusias.

"Dikamar tamu, neng." Sahut Siti yang sedang mencuci piring.

Ovie berucap terimakasih. Lalu berlari ke satu-satunya kamar tamu yang selalu kosong sebab tidak ada tamu yang pernah menginap disini. Ovie mengetuk pintu, lalu membukanya. Matanya langsung menemukan Siska yang sedang merapihkan baju dari koper dan memindahkannya ke lemari.

Rasa rindu tak bisa tertahankan lagi. Ia merindukan neneknya. Sangat.

•••

Makan malam telah berlalu dua jam yang lalu. Semuanya diam, memang biasanya jika sedang makan selalu hening. Tapi keheningan ini membyat suasana tegang. Jasmine dan Maudy yang biasanya paling cerewet saja ikutan diam. Mungkin kesunyian itu karena adanya Siska, dan juga ada sesuatu yang lain.

Dan disinilah Kevin, berdiam diri dikamarnya sambul menatap langit kamarnya. Tidak bisa hanya membayangi Ovie dalam pikirannya. Kevin memutuskan untuk pergi ke kamar Ovie. Masa bodo dengan perintah ayahnya malam itu.

Bagi Kevin, Ovie sudah menjadi miliknya. Ia bebas melakukan apapun dengan Ovie. Atau memang perlu pembuktian khusus?

Daripada meneruskan pikiran kotornya, Kevin memilih segera membuka pintu Ovie yang ternyata belum dikunci. Mungkin Siti lupa atau Ovie ketiduran dan lupa dikunci dari dalam. Ternyata benar, Ovie sedang tertidur telungkup dengan banyak buku disampingnya. Kevin bisa menebak bahwa Ovie ketiduran saat belajar.

Setelah mengunci kamar Ovie, Kevin ikut tiduran disamping Ovie. Jika dalam kondisi yang waras dan normal, Kevin pasti sudah mencuri ciuman dibibir Ovie. Tapi, kali ini Kevin hanya menatap Ovie yang tertidur. Banyak sekali yang sedang ia pikirkan.

Ia heran, sekeras apapun jerih payahnya, sebesar apapun tekadnya untuk membangkitkan perusahaannya, mau seberapa lamapun ia bekerja dalam sehari, tetap saja tidak ada hasilnya. Kadang ia berpikir jika ada seseorang yabg menghianatinya. Ia pernah menaruh curiga pada salah satu pekerjanya. Ia pikir pria berumur 34 tahun itu korupsi. Tapi, ia salah mengira. Ia memecat seseorang yang sama sekali tidak bersalah.

Kembalinya sang nenek juga membuatnya tambah pusing. Neneknya itu tukang nyinyir. Tapi, jujur saja, cuma neneknya yang paling mengerti akan dirinya.

Kevin menatap selimut yang ada dikaki Ovie, lalu menendangnya hingga jatuh ke lantai. Setelah ia membenarkan posisi tidur Ovie, dan ia melingkarkan tangannya dipinggang Ovie, memeluk gadis itu erat.

"Jauhkan selimut itu. Kakak masih bisa memberimu kehangatan."

Possessive Brother [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang