➌➊ | Negative Thinking

61.6K 4K 271
                                    

Pantang diatur.

Ia akui, ia memang keras kepala. Dan egois. Tak ada yang boleh mengaturnya, sebab ia tidak suka menjadi buntut, tapi harus menjadi seorang kepala, ia akan membenci orang yang lebih hebat darinya. Pernah, waktu ia masih kuliah di Belanda, ada seorang perempuan yang lebih pintar darinya, dibanggakan guru.Ternyata perempuan itu menyukainya. Membuat kebencian dalam diri Kevin semakin besar kepada perempuan itu.

Iri? Tidak. Ia hanya tidak mau dikalahkan.

Akhirnya, Kevin berkata kalau perempuan itu bisa menjadi pacarnya asalkan mau pindah sekolah.
Gadis itu dengan bodohnya menurut. Ia pindah ke sekolah yang jaraknya tidak jauh dari kampus yang lama. Mereka berpacaran selama 2 bulan, sebelum akhirnya Kevin memutuskan hubungan tersebut setelah menikmati tubuhnya.

Setelah itu ia tidak pernah tau dimana gadis itu berada.

Brengsek? Ya. Ia akui memang begitu.

Tapi, kali ini berbeda. Ia selalu tidak suka melihat Ovie tertawa lepas bersama laki lain. Ia juga tidak mau kalah. Ia juga ingin membuat dirinyalah yang menjadi sumber kebahagiaan Ovie. Tapi sialnya, Ovie selalu memasang wajah takut jika didekatnya.

Wajahnya mengeras menatap ke arah gerbang. Ia ingin menghampiri dan menarik Ovie. Bahkan kalau perlu, ia bisa mengunci Ovie lagi dikamar. Kamar mandi mungkin lebih baik.

Hari ini Kevin memilih untuk menjemput Ovie. Alasan lainnya karena Zefanny sedang merawat ayahnya yang baru saja pulang dari rumah sakit. Bisa saja ia menyuruh supir kepercayaan keluarganya untuk menjemput Ovie. Tapi, ia memilih diri sendiri yang menjemput Ovie.

Posisi Ovie yang membelakangi gerbang membuat gadis itu belum juga tersadar dengan tatapan pria yang ada dibalik kaca mobil.

"Ok, kak. Nanti lanjut di line aja." Ovie marasa tidak nyaman saat tatapan perempuan terarah padanya dan Ray. Sepertinya banyak yang masih tidak suka akan kedekatannya dengan Ray.

Ray mengangguk. Ia menemui Ovie di depan gerbang. Ia dapat kabar dari Laura bahwa Ovie sudah memiliki ponsel baru. Makanya ia berniat untuk meminta nomor Ovie yang baru. Sebenarnya bisa saja ia meminta pada Laura. Tapi, ia rasa akan lebih baik jika meminta langsung. Kebetulan juga Laura sedang PMR jadi tidak bisa keluar bareng Ovie.

"Pulang sama siapa, Vi? Mau bareng?" Tawarnya.

"Jangan. Kalau kak Kevin tau dia bisa marah. Dia galak."

"Gue galakin balik. Bukan dia doang yang punya mulut, gue juga punya."

"Nggak usah, lagian ada yang jemput."

"Sekarang tiap hari yang jemput bukan kakak lo lagi, ya? Siapa tuh namanya, Ze..."

"Zefanny." Sela Ovie melanjutkan perkataan Ray yang lupa nama Zefanny.

"Iya, cewek bar-bar. Mana ada cewek kasar begitu. Kerjaannya bikin orang emosi terus."

Ovie tertawa. Ia tidak menyangka Ray akan berpikir seperti itu mengenai Zefanny. Ovie akui Zefanny memang bar-bar. Tapi perempuan yang Ray sebut kasar itu adalah gadis yang tulus hatinya.

Ray menatap jalanan. Mencari mobil merah milik Zefanny. "Itu cewek selain berisik, ternyata ngaret juga, ya. Bel udah bunyi dari beberapa menit yang lalu, tapi belum juga datang."

"Mungkin macet." Ovie ikut menoleh kebelakang. Melihat sekilas, tapi akhirnya ia kembali menghadap ke Ray. "Duluan aja, kak. Paling nggak lama lagi kak Zefa datang."

"Gue nemenin lo aja deh. Hari ini jam kerjanya malam, jadi nggak perlu buru-buru."

"Kan, bisa buat istirahat. Gue nggak apa-apa sendiri." Ujar Ovie meyakinkan.

Possessive Brother [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang