➌➑ | Panas Hatinya

62.9K 4.3K 277
                                    


         Ovie sudah rapih dengan seragam sekolahnya. Kini gadis dan keluarganya itu sedang menikmati sarapan didapur. Keadaan sekarang sudah lebih baik. Dikarenakan Ovie turun agak lama, jadinya ia selesai makan paling akhir. Luna sudah kembali ke kamar lebih dulu. Maudy dan Seno sudah berpamitan duluan daripada ia dan Kevin. Hanya neneknya yang masih setia di sampingnya sambil terus mengajaknya bicara padahal tatapan sinis kakaknya diarah pintu seolah menyuruhnya untuk lebih cepat.

"Umurmu berapa? Nenek lupa,"

Ovie menelan roti kunyahannya dulu sebelum menjawab, "15 tahun, nek."

Siska mengangguk-angguk. "Udah punya pacar?"

Ovie nyaris tersedak roti yang ingin ia kunyah. Ia menatap neneknya tidak percaya dengan apa yang neneknya itu tanyakan. Umurnya masih 15 tahun, dan dengan jelas Seno melarang anaknya untuk berpacaran demi fokus sekolah.

Ovie baru saja ingin menggeleng untuk menjawab pertanyaan neneknya. Tapi panggilan dari Jasmine membuatnya menoleh menatap calon kakak iparnya. Siska mendengus kasar karena acara ngobrolnya diberhentikan. Meski kemarin sore ia sudah berjam-jam mengobrol dengan Ovie, tapi ia masih merasa kurang.

"Ada yang nyariin tuh." Ujar Jasmine yang berdiri disamping Kevin. Kevin yang tadinya sedang memainkan ponsel, matanya langsung beralih ke depan pagar rumahnya. Nampak seorang anak pria sedang mengobrol dengan Seno.

Ovie mengernyit. "Beneran?"

"Lihat aja sendiri."

Karena penasaran, Ovie buru-buru menandaskan segelas susu coklat yang memang sudah disiapkan untuknya. Ia mencium pipi neneknya dan berpamitan. Lalu berlari pergi menuju gerbang rumah.

Ovie menganga melihat Ray sedang tertawa ringan bersama Seno. Entah keberanian darimana Ray menjemputnya pagi ini. Tapi, bukan itu masalahnya. Lagipuka sejak kapan Ray jadi akrab dengan Seno? Ovie dengan sedikit keberanian menole ke belakang, ternyata kakaknya masih setia menyender pada pintu.

Tapi, tunggu. Ada yang berbeda dari penampilan Ray yang biasanya urakan. Kini pria badboy dan playboy itu nampak seperti bocah alim, dan polos yang tidak pernah mempunyai pacar. Atau Ray memang dapat berubah jika didepan Seno?

Pencitraan. Itu yang ada dipikiran Ovie.

"Ini dia Ovie." Ucap Seno sambil menatap Ovie. Pria itu baru saja menyadari keberadaan Ovie dibelakangnya dan langsung membawa gadis itu berdiri berhadapan dengan Ray.

Ray tersenyum pada Ovie. "Saya izin antar anaknya, ya, om."

"Ya, silahkan." Ucap Seno mantap. Ia menatap putrinya. "Kalau kamu berteman dengan pria macam Ray, papa sangat setuju. Gentle, berani menghadap ke papa. Jangan seperti Yuda. Pria macam apa yang ngantar perempuan cuma sampai depan komplek."

Yuda adalah teman SMP Ovie. Pria yang sempat dekat dengannya tapi tidak berlangsung lama. Katanya Yuda takut dengan kakaknya. Sama seperti nasib pria lain yang sempat dekat dengannya.

"Ya, pa." Sahut Ovie menginyakan perkataan Seno.

Setelahnya, Seno berpamitan pergi menggunakan mobilnya. Menyisakan Ovie dan Ray.

"Ayo, udah siang, nanti terlambat." Ajak Ray. Ia sudah lebih dulu menaiki motor ninjanya. Ovie menatap pria yang kini sedang memasang helm dengan ragu. Menyadari tatapan dari Ovie yang tidak biasa, Ray bertanya.

"Kenapa? Oh, iya, mana kakak lo?"

"Mau ngapain?" Tanya Ovie panik. Melihat Ray berani berhadapan dengan Seno saja itu sudah sangat nekat baginya. Apalagi dengan Kevin yang adalah kakaknya. Pasti Ray bisa melakukan hal nekat yang lebih gila.

"Mau pamit, masa gentle depan bapak mertua doang." Lalu nyengir. Matanya tidak sengaja menatap Kevin yang berjalan kearahnya. Membuat ia kembali turun dari motor dan melepaskan helmnya.

"Pagi, kak." Sapa Ray ramah. Ia mengedipkan sebelah matanya pada Ovie, menandakan bahwa semua akan baik-baik saja. "Pertemuan pertama kita belum sempat kenalan, kan? Nama saya Raynar, pacar Ovie." Ray mengaku-ngaku.

Ovie menganga. Matanya melotot, ingin melompat keluar dan menggelinding rasanya. Lawakan macam apa yang barusan dikatakan Ray pada kakaknya. Ia akan menceritakan ini pada Laura, sepupu Ray. Menceritakan seberapa gila sepupunya pagi ini. Seharusnya Ovie menjauhkan Ray sejak tau seberani apa Ray.

"Ovie nggak boleh berpacaran!"

"Sangat disayangkan." Katanya sedih. "Ovie cantik, lho. Banyak yang suka sama dia, kalau aja berita kakak prianya yang galak itu nggak beredar, dan sifat anda yang tidak mengekang mungkin Ovie udah bergonta-ganti pacar."

Kevin mengepalkan tangannya. "Kamu adalah orang yang saya bunuh jika empat kata terakhir itu terjadi."

Ray tertawa renyah. Ucapannya tadi tidak sepenuhnya serius. Tapi, Kevin nampak terpancing emosinya.

"Makanya, izinkan saya berpacaran sama Ovie. Maka saya nggak akan buat ovie berpaling dari saya. Saya yang akan jadi satu-satunya. Begitu juga Ovie untuk saya."

"Dan saya nggak akan ngebiarin Ovie punya pacar macam kamu."

Ray terdiam. Menatap mata Kevin dalam. Sejak pertama pertemuan mereka, Ray sudah merasakan sesuatu yang aneh dalam diri Kevin. Ray termasuk pria yang peka. Ia dapat dengan mudah menebak perasaan seseorang yang ada didekatnya.

"Karena sudah siang. Saya pergi dulu, kak."

Sebelum Ray naik, suara Kevin terdengar begitu keras. "Saya tidak mengizinkan kamu membawa Ovie!"

"Tapi, maaf. Saya juga tidak membutuhkan izin dari kak Kevin. Karena saya sudah lebih dulu izin pada om Seno. Permisi,"

Kevin menggeram. Setiap kalimat yang diucapkan Ray membuatnya kesal. Pria itu menerobos jiwa kesabarannya. Membuat kupingnya panas, dan terasa memuakan. Giginya bergemelatuk, dengan tangan mengepal seolah siap menghantam wajah Ray.

Sebelum Ray naik ke atas motor, kerah baju putihnya tertarik ke belakang. Ray yang belum siap dengan tarikan tiba-tiba dari kevin menjadi oleng dan tersungkur ke atas aspal.

Ovie memekik saat satu pukulan Kevin layangkan ke wajah tampan Ray. Satu pukulan, lalu berakhir di pukulan ke enam. Wajah Ray sudah babak belur. Mulutnya sobek dan mengeluarkan darah yang cukup banyak. Sedari tadi Ovie sudah menarik bahu Kevin, menyuruh kakaknya berhenti. Tapi tenaga Kevin jauh lebih besar darinya.

Merasa puas, Kevin bangkit dari atas perut Ray. Ia berdiri dan menatap Ray remeh. Lalu beralih ke Ovie yang sedang membantu Ray berdiri. Membuat kemarahannya semakin besar pada Ray. Tapi ia tahan. Ia juga memikirkan keadaan Ovie, ia tidak ingin Ovie jadi telat hanya karena perkelahian kecil ini.

Kevin berjalan santai melewati Ray, dan memasuki mobilnya. Deru mesin mobil ia besarkan membuat kumpulan asap yang membuat Ray dan Ovie terbatuk.

Possessive Brother [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang