➌⓿ | Prohibition

65.8K 4.8K 365
                                    


Rizal berjalan mendekati Kevin yang duduk dipojok ruangan, tempat biasanya jika Kevin kesini sambil membawa 2 gelas dengan isi minuman berwarna ungu. Kevin menatap ponselnya datar, dan dengan tatapan kosong. Kevin memang selalu begitu jika datang kesini pasti disaat ada masalah.
Rizal menepuk bahu Kevin, dan duduk disamping pria yang umurnya terpaut 3 tahun jauh darinya.

"Sendirian aja, mau gue panggilin Zefanny?" Ujarnya sambil memberikan gelas yang ia bawa pada Kevin.

Kevin menggeleng. Rizal juga merupakan teman dekat Kevin. Sama seperti Zefanny, Rizalpun tinggal disini.

"Kenapa? Biasanya lo selalu cerita ke dia." Ujar Rizal heran saat melihat gelengan dari Kevin. Bukan hal yang biasa kalau Zefanny selalu jadi teman cerita Kevin. Sifat Zefanny yang lebih dewasa membuatnya dapat menjadi kepercayaan Kevin. Tapi, hanya sebatas teman. Kevin tidak pernah menaruh rasa pada Zefanny. Sifat pedulinya pada Zefanny tidak lebih dari rasa kepada adik.

"Gue nggak bego buat tahu perasaan dia. Dengan selalu cerita tentang Ovie ke dia, justru makin bikin dia sakit."

Rizal tercengang. Ia pikir Kevin tidak menyadarinya. Karena melihat Kevin biasa saja didekat Zefanny. "Dan lo mau jauhin dia?" Lagi-lagi Kevin menggeleng.

"Enggaklah. Dia adek gue."

Rizal mengangguk-angguk sebanyak 3 kali. "Iya, dia adek lo, dan Ovie gadis lo, dan cewek pucat itu calon tunangan lo." Rizal terkekeh. Rizal ingat pernah melihat Jasmine diclub ini. Dan ia terkejut mengetahui faktanya bahwa Jasmine merupakan calon tunangan Kevin. "Kenapa lo nggak fokus sama satu cewek aja?"

"Fokus gue cuma ke Ovie."

"Sadar, Vin. Ovie cuma obsesi lo."

"Obsesi selama 12 tahun?" Kini Kevin bertanya. Tapi, sebelum Rizal menjawab, ia sudah kembali bicara. "6 tahun yang lalu, papa nyuruh gue untuk sekolah di Belanda. Gue pikir karena sekolah itu lebih bagus daripada disini. Tapi, bukan itu alasannya. Papa sengaja ngejauhin gue dari Ovie. Sempat uring-uringan, tapi akhirnya gue coba buat ngelupain Ovie dengan cara yang salah. Mainin cewek, hamburin uang yang papa kirim buat sesuatu yang nggak penting."

"Lo tau darimana kalau bukan itu alasannya?"

"Selesai S1, papa bilang kalau gue bakal nerusin perusahaan dia. Coba lo bayangin, gue kuliah jauh-jauh, dan hanya dijadiin pemimpin perusahaan?"

Rizal mengernyit. Kenapa Kevin tidak bersyukur mendapat jabatan tertinggi dalam perusahaan? Menjadi pemimpin artinya Kevin dipercayakan oleh Seno, kan? Itu saja sudah baik.

"Tanpa sekolah tinggi-tinggi gue juga bisa, Zal, jadi CEO." Ujarnya enteng seolah menjadi pemimpin perusahaan besar bukan perkara besar. Jujur, ia tidak ada niatan untuk memamerkan otaknya yang sudah tidak usah diragukan lagi. Tapi entah kenapa nada bicaranya selalu membuat oranglain jengkel karena terdengar sombong.

Nyatanya Kevin tetaplah Kevin, pria dengan kesombongan yang sudah mendarah daging. Meski sekarang ia sudah tidak sekaya dulu, tapi jiwa sultannya masih melekat.

Tapi, ia tidak berhenti diS1, ia tetap melanjutkan sekolahnya. Masih berharap semakin lama di Belanda perasaan itu akan hilang. Meski yang ada rindunya yang menjadi tidak terbendung lagi. Rajin mengerjakan tugas, giat susun proposal dan tesis bisa menyelesaikan kuliah S2 nya hanya dalam waktu 2 tahun. 5 tahun kuliah, dan ditahun ini ia baru kembali ke Indonesia. Kembali kehidupannya diIndonesia. Dan mulai merecoki semua kehidupan Ovie.

Rizal masih bingung. "Jadi, alasan papa lo jauhin lo dari Ovie apa?"

"Sifat jail gue ke Ovie yang kelewatan, mungkin." Ucap Kevin ragu. Ia juga belum tau alasan pastinya. "Tapi justru gue malah suka sama cewek yang gue jahilin sendiri." Kevin membuang tawanya sambil menutup mata. Kejadian masa lalu terputar diotaknya. Dimana ia menjaili Ovie setiap hari.

Possessive Brother [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang