⓿➐ | Blathercafe

113K 7.7K 413
                                    

 

             Ovie terdiam menatap keributan yang ada di depannya. Sedangkan Laura menutup matanya karena takut. Didepannya mereka sedang ada perkelahian, seorang pria memakai seragam sekolah, dan seorang lagi nampak seperti dari luar sekolah. Dua-dua nampak saling tak mau kalah, dan terus melayangkan pukulan.

Ovie menarik tangan Laura untuk mencari meja untuk makan, dan berhenti menonton acara perkelahian yang Ovie sendiri tidak tau apa sebabnya.

"Bentar lagi, Vi."
Ovie mendecak, padahal Laura juga nontonnya takut-takut. Karena memang perkelahian ini agak brutal.

Semua murid perempuan memekik saat salah satu pria yang ada dalam perkelahian tersebut memukul wajah samping lawannya hingga mengenai hidung, menyebabkan hidungnya mengucurkan darah dan mengotori seragam putihnya.

"Ayo, ra." Ovie menarik tangan Laura untuk segera menjauh. Perutnya sudah lapar, dan juga ia tidak ingin terlibat.

"Mau apa lagi lo ke sekolah ini? Caper ke cewek gue?!"

"Sekarang tanya sama cewek lo, dia milih gue atau milih lo! Cewek lo aja yang kegatelan, sialan!" Teriak seorang pria yang menyebabkan hidung lawannya mengeluarkan darah.

Laura mematung ketika mendengar suara itu. Dia mencoba mencari cela untuk melihat di antara keramaian tersebut. "Loh kak Ray?!" ia terkejut.

"Siapa?" Tanya Ovie.

Laura mengangguk. "Sepupu gue itu!" katanya. Dia berdecak

Ovie menoleh, menatap Laura dengan pandangan terkejut. "Beneran?"

"Wah harus gue aduin ke tante Lena nih!" Laura buru-buru mengambil ponselnya, dan berniat merekam. Dia berdecak kesal dan memaki. "Ngapain sih dia buat masalah di sini? Malu-maluin aja jadi alumni."

Sebelum Laura sempat merekam kejadian tersebut, seorang guru sudah mendatangi kerumunan tersebut.

"HEI! ADA APA INI?! BUBAR SEMUANYA, BUBAR!" Teriak pak Dody, guru mata pelajaran matematika yang dikenal galak. Ia tidak datang sendiri, ia datang bersama bu Vita, guru BK yang sejak tadi memantau kantin melalui CCTV yang ada di ruang bimbingan konseling.

"Kamu Ray! Sudah lulus masih buat masalah di sekolah! Menganggu saja ketenangan adik kelas kamu yang sedang belajar!" bentak Pak Dody pada Ray.

"Belajar, pak? Murid bapak ini udah hamilin anak orang!"

"APA?!" Pak Dody serta bu Vita tercengang secara bersamaan dengan kalimat yang Ray lontarkan.

Felix nama cowok itu, menatap Ray sinis. Seolah dia baru saja difitnah dengan cara paling keji.

"BUBAR SEMUANYA! MASUK KELAS! INI BUKAN TONTONAN!" Teriak pak Dody.
Semua murid yang tadi melingkar mulai berhamburan, menghindari amukan dari 2 guru yang paling ditakuti. Namun diam-diam mereka semua juga menguping karena penasaran.

"Kalian berdua ikut saya!"

Ovie sudah lebih dulu menarik tangan Laura. Mereka berjalan ke meja yang berada di ujung kantin, meja itu sudah diisi oleh dua orang, yaitu Dion dan Genta. Laura menengok kebelakang, memperhatikan sepupunya yang berjalan meninggalkan kantin bersama dengan 2 guru tadi.

"Seru nontonnya?" Tanya Genta.

Dion diam, mulutnya sibuk mengunyah somay. Matanya terpejam seperti sedang mengingat-ingat sesuatu, atau menghapal sesuatu.

Laura masih menggeleng tidak percaya dengan kelakuan sepupunya itu.

"Apa dia bilang tadi? Felix hamilin anak orang? Felix si ketua OSIS itu? Hah! Siapa yang bakal percaya coba??? Mengada-ngada banget!" ujar Laura. "Gue mau kasih tau Tante Len dulu."

Ovie mengangguk setuju. Dia melirik pada temannya Dion yang juga anggota OSIS. "Felix gak mungkin gitu, kan? Maksudnya.... gak mungkin banget kan?" tanyanya, meminta pendapat dari Dion.

"Sin²a + cos²a = 1."

Laura, dan Genta menoleh bersamaan kearah Dion. Melihat Dion yang sedang terpejam, dengan mulut yang komat-kamit.

"Baca mantra apaan lo?" Celetuk Genta.

"Berisik."

•••

Waktu pulang sekolah membuat gerbang sekolah terlihat ramai. Murid-murid dengan rela berdesakan supaya dapat pulang lebih dulu. Sama seperti yang Ovie lakukan, menunggu Laura yang akan mengeluarkan motor scoopy miliknya yang katanya baru di beli minggu kemarin. Kata Laura, ia bisa menebeng tiap hari, asal bayar uang bensin. Ovie hanya tertawa menanggapinya, ia tahu itu hanya candaan.

"Ayo, nona."

Ovie menoleh, melihat Laura yang menaiki motor dan memakai helm.

Ovie menatap gerbang, takut-takut kakaknya datang menjemput. Ovie tidak dapat melihat dengan jelas, dirinya yang bertubuh mungil tidak bisa melihat gerbang dengan jelas karena ramai.
Ovie akhirnya memilih untuk pulang bersama Laura, dengan motor baru milik cewek itu. Bukannya Ovie orang tidak mampu, hanya saja ia belum diizinkan membawa motor ke sekolah.

"Lo perdana, ya, naik motor baru gue."

"Iya. Tapi aman, kan?"

"Amanlah, tenang aja."

Motor merah itu melaju dengan kecepatan stabil. Jalanan yang macet mereka isi dengan obrolan tidak penting.

"Udah bilang kakak lo, belum?"

"Belum. Kayaknya kak Kevin nggak bakal jemput, mama udah suruh jangan jemput gue lagi."

Laura hanya ber-oh ria. Ia berhenti tepat di sebuah kafe besar di mana mamanya bekerja. Setelah memakirkan dengan rapih motornya, ia mengajak Ovie untuk masuk ke dalam.
Sapaan kecil Terdengar dari para pelayan yang memang sudah mengenal Laura dan Ovie.

"Mau makan apa? Gratis kok." ucap Laura.

"Minuman aja. Jus mangga."

"Oke," Laura memanggil pelayan dan memesan jus mangga pesanan Ovie, juga jus strowberry punya Laura.

Ovie menatap kesekeliling, menatap dekorasi yang diubah tiap seminggu sekali. Membuat pengunjung yang sering ke sini tidak akan bosan. Sama seperti Ovie, ia sering main kesini tapi tidak pernah bosan melihat dekorasi yang digunakan. Apalagi kafe dengan nama blathercafe ini fasilitasnya lengkap, ada wifi, toilet, tempat mencharge hp, dan juga di lantai atas ada tempat penginapan. Kalau malam, tempat ini bisa menjadi bar sederhana. Blather diambil dari bahasa latin, yang artinya 'ngobrol'

Tatapan Ovie jatuh pada meja dengan pria-pria berpakaian rapih.

Blathercafe memang sering dijadikan tempat nongkrong, kerja kelompok, acara ulangtahun, atau tempat meeting seperti pria-pria di sana.

"Hei, yo!"

"Lutfi!" Tegor Laura pada adiknya yang mengagetkan mereka.

"Sorry, sorry." ujar Lutfi. Mukanya menoleh ke samping kiri, menatap Ovie yang tersenyum padanya. "Hi, my girlfriend." Kata Lutfi sambil merentangkan tangannya dan ingin memeluk Ovie. Tapi gagal karena suara mengejutkan dari meja yang ada di depan mereka.

BRAK

Meja itu digebrak keras oleh pria yang sedang melakukan meeting. Membuat alihan semua pengunjung cafe tertuju pada pria itu.

"Dasar, om-om gak jelas." Ceplos Lutfi pelan. Cowok ganteng berumur 14 tahun itu mendengus.

"Itu... Kakak lo 'kan, Vi?"


•••

Possessive Brother [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang