➌➌ | Queasiness

53.9K 4.4K 169
                                    

        
           Perutnya terasa seperti ditusuk, bukannya berjalan ke arah tangga, ia justru berlari ke arah westafel yang ada di dapurnya, tangannya yang kanan memegang perutnya, dan tangan satu lagi membungkam mulutnya. Mulutnya mengeluarkan suara aneh yang reflek ketika orang ingin muntah. Kevin dan kedua perempuan yang ada di dekatnya menatap Ovie saat mendengar suara aneh tadi, arah mata mereka mengikuti langkah cepat Ovie.

"Are you okay?" Maudy berjalan mendekat sambil mengusap bahu Ovie, Ovie mengeluarkan isi perutnya. Maudy dan Jasmine yang berada di sebelah Ovie memasang wajah jijik, mereka masih waras untuk mengingat bagaimana bentuknya cairan itu. Berbeda dengan Kevin yang mengernyit, bukan kernyitan dengan tampang jijik, tapi kernyitan heran mengapa Ovie bisa muntah-muntah seperti itu.

Air keran menyala, Ovie mencuci tangannya yang terkena muntahannya. Ia juga membasuh mulutnya. Ia berbalik dengan wajah pucat, ia tidak merasa pusing, hanya saja perutnya yang terasa aneh. Kevin yang berdiri di belakang Jasmine dan Maudy, mulai mendekat ke Ovie dan menarik tangan gadis itu, lalu membawanya ke meja makan. Menyuruh gadis itu untuk duduk.

Ovie pikir kakaknya ingin marah karena sudah membuat nafsu makannya hilang karena mendengar suara yang ia keluarkan.

"Ke--"

"Hoek." Suara itu kembali dikeluarkan Ovie. Kevin yang berdiri, akhirnya mengubah posisinya menjadi jongkok di depan Ovie. Tangannya mengusap perut Ovie lembut, dengan harapan usapannya dapat mengurangi mual pada Ovie.

"Masih sakit?"

Maudy memiringkan kepalanya. Kakaknya tidak pernah berbicara selembut itu pada siapapun.

Jasmine menyela, "Ovie nggak apa-apa, Vin. Palingan salah makan. Yah, umuran segini emang suka makan yang macam-macam. Nggak bisa jaga kesehatan."

Kevin menatap ke kanan, tepat ke arah mata Jasmine. Menatap gadis itu datar. Makanan sehat memang sudah jarang di temukan. Bahkan makanan sayur yang dijual diluar mungkin sudah mengandung bahan yang tidak baik, entah itu pewarna atau pengawet makanan. Makan diluar meski itu sayuran atau buah-buahan tidak menjamin makanan itu bersih. Makanan mahal sekalipun tidak menjamin makanan itu layak dikonsumsi.

Tapi, Ovie bukan perempuan yang suka makan-makanan yang sembarangan. Ia gadis yang sangat pemilih dalam hal makanan.

Sedangkan Ovie yang mendengar ucapan Jasmine jadi berpikir. Hari ini ia hanya memakan nasi goreng buatan Luna, serta roti keju yang ia beli dikantin sekolah. Juga... masakan buatan Jasmine yang demi apapun rasanya itu nggak bisa dideskripsikan. Fantasis. Bahkan Ovie masih bisa merasakan rasa margarin serta manis yang berlebih dimulutnya.

Ovie bangkit dari duduknya. Kakaknya tidak boleh tau penyebab mual pada dirinya. Kalau tidak Kevin bisa memarahi Jasmine. Ovie tidak ingin melihat gadis itu terluka lagi karena Kevin. Sudah cukup Kevin yang selalu memarahinya, dan Jasmine yang selalu mengalah. Ovie terlalu baik.

"Aku nggak apa-apa, kak. Benar kata kak Jasmine, aku cuma salah makan aja." Ucapnya lalu bangkit dari duduknya. Tidak ingin terlihat lemah. Dan justru makin membuat orang di sekitarnya khawatir. Tapi, Ovie terlalu mudah ditebak.

Kevin menatap Ovie dengan tidak yakin. Tapi akhirnya ia mengangguk. Lalu kembali duduk diposisi awalnya. Begitu juga dengan Maudy dan Jasmine. Sedangkan Ovie kembali ke kamar.

"Ah, iya! Kevin, tunggu, jangan dihabisin dulu." Jasmine berlari ke arah meja makan. Mengambil sepiring besar masakannya; cumi saus margarine. Masakan yang tadi siang dibuat untuk Kevin tapi malah dimakan oleh Ovie. Ya, ia anggap Ovie sebagai tester. Dan mendapat respon bagus dari Ovie yang membuatnya senang. Ovie mengatakan masakannya enak. Dan itu merupakan kebanggaan baginya yang seorang pemula. Bahkan ia masih kerepotan untuk membedakan mana gula, garam, dan micin. Ia kira ia salah memasukan bumbu-bumbu itu.

"Coba deh." Jasmine menyodorkan piring itu pada Kevin. "Aku yang buat," ucapnya bangga, agar Kevin tau kalau masakannya tidak kalah enak dari Ovie yang hanya memasak nasi goreng.

Maudy menatap piring yang disodorkan Jasmine. Melihatnya membuat Maudy penasaran dengan rasanya. Karena bagaimanapun juga tampilannya sangat menggiurkan.

"Mau juga dong, kak." Jasmine mendorong piringnya mendekat ke Jasmine, berharap Jasmine meletakan sepotong atau dua potong cumi kedalam piring miliknya.

"Ntar, ya. Kevin harus jadi yang pertama nyoba." Melihat Kevin hanya menatap makanannya, Jasmine dengan inisiatif menyuapi Kevin dengan sepotong cumi. Kevin dengan ragu membuka mulutnya.

Baru sekali menggigit, ia sudah melepehkan makanan yang baru saja disuapi Jasmine. Ia menatap perempuan itu kesal. Mungkin saja Jasmine sedang mencoba membunuhnya karena perasaan gadis itu belum juga dibalas olehnya.

"Eh, kok..." Maudy heran.

"Apaan sih ini! Rasanya buruk banget!" Ia menatap piring dengan isi Cumi yang sama seperti yang ia makan.

"Buruk gimana? Kata Ovie enak kok." Ujar Jasmine tidak terima.

Mendengar nama Ovie disebut, Kevin menatap Jasmine sinis. "Ovie?!"

"Iya, Ovie bahkan makan sepiring penuh."

Otak Kevin berpikir. Ia kini tau penyebabnya.  Ia yang hanya makan sesendok saja rasanya ingin mengeluarkan isi perutnya, bagaimana Ovie bisa menghabiskan satu piring dengan isi cumi buatan Jasmine yang rasanya saja begitu amat buruk.

Kevin berdiri, ia menarik tangan Jasmine untuk ikut bersamanya. Jasmine meronta, tangannya ditarik begitu kencang, jika cekalan tangan Kevin dilepas akan terlihat kemerahan. Maudy ikut bangkit kala melihat tangan Jasmine ditarik. Tapi, mendengar larangan dari Kevin membuat ia duduk lagi dan menghabiskan makanananya.

"Diam disitu! Habiskan makanannya!" Perintah Kevin pada Maudy.

Pintu kamar Ovie telah dibuka oleh Kevin. Nampak Ovie yang sedang duduk dimeja belajarnya. Gadis itu menoleh ke arah pintu kamarnya yang baru dibuka kasar. Wajahnya pucat, sangat pucat bahkan ia terlihat seperti tidak memiliki darah yang mengalir dalam tubuhnya.

Kevin berlari ke arah Ovie, menangkup pipi gadis itu. Tatapan khawatir terlihat jelas dalam tatapannya.

"K-kak a--"

"Kita kerumah sakit sekarang!" Potongnya cepat. Ia mengambil ponselnya dari kantung celana kerjanya. "Pak, siapin mobil." Tuturnya pada pria yang ia telfon yang bekerja sebagai supir pribadi dirumahnya.

"Siapa yang sakit?" Tanya Ovie.

Kevin menatap Ovie tajam. Ia khawatir pada gadis itu, tapi Ovie tidak juga mengerti. Sedangkan gengsi mulai merasuki Kevin.

"Kamu itu emang nyusahin! Udah tau makanan nggak enak, tetap aja dimakan. Mau jadi orang baik, tapi malah nyakitin diri sendiri dan ngerepotin oranglain." Ucap Kevin pedas. "Terus sekarang pura-pura baik-baik aja, padahal mukanya udah pucat begitu."

Mendengar kalimat dari kakaknya, ia jadi merasa bersalah. Kakaknya benar, ia hanya menyusahkan oranglain. Dia lemah. Tapi, ia juga tidak ingin Jasmine sedih. Disisi lain, ia juga tidak ingin kakaknya marah seperti ini.

Possessive Brother [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang