"Joy, gue sayang sama lo, more than a friend." Begitulah ucapan yang keluar dari mulut Daniel saat mereka berdua sedang berada diantara puluhan ribu penonton yang menikmati kemeriahan acara penutupan Asian Games di Gelora Bung Karno.
Keadaan memang ramai, apalagi saat kembang api sedang meluncur dengan indahnya yang membuat penonton semakin bersemangat untuk berteriak gembira. Tapi hal tersebut tidak membuat Joy tidak mendengar ucapan Daniel, ucapan tersebut amat terdengar jelas di telinganya karena Daniel memang mengutarakan isi hatinya tepat di telinga kanan Joy.
Tentu saja kedua mata Joy langsung membulat dengan sempurna dan pandangan yang sebelumnya tertuju kepada kembang api di atas, kini beralih kepada Daniel. Ia sama sekali tidak menyangka kalau Daniel akan mengutarakan isi hatinya pada hari ini, di jam ini, dan detik ini. Bukan, bukan karena timing-nya bertepatan dengan closing Asian Games, melainkan karena Daniel tahu persis kalau ia bukanlah orang pertama yang menembak Joy di hari yang sama.
"Gue nggak mau nyia-nyiain kesempatan, Joy. Sebelum gue terlambat, gue sadar kalau gue juga harus mengutarakan isi hati gue ke orang yang gue sayang." Kali ini volume suara Daniel sudah menurun karena memang stadion sudah tidak sericuh tadi.
"Niel—"
Daniel langsung meraih tangan Joy sebelum Joy menyelesaikan kalimatnya, "Tolong pikirin baik-baik, Joy. Apapun keputusan lo, gue akan terima."
Joy menatap Daniel dengan seksama, kemudian ia mengangguk, menyetujui permintaan Daniel.
Daniel pun tersenyum dan perlahan tangannya mengusap pipi Joy. Setelah lega karena telah mengutarakan isi hatinya, kini Daniel kembali mengajak Joy untuk kembali kepada euphoria closing.
Pada kenyataannya, hanya mata Joy saja yang terpaku pada stage didepannya, tapi pikirannya daritadi sudah melayang entah kemana. Dua pria telah mengutarakan isi hatinya kepada dirinya di hari yang sama, dan Joy masih bingung kemana sebenarnya hatinya berlabuh.
***
"Yerin, gue bingung banget! Gimana dong ini!?" Saat Yerin baru tiba di rumah Joy, Joy tidak membuang waktu untuk berbasa-basi dan langsung kepada inti curhatannya.
"Lebay deh, kebiasaan! Udah enak dikasih pilihan juga, lo nggak kasian sama gue yang nggak punya pilihan sama sekali?" Yerin jadi mengomel karena jujur saja ia iri dengan Joy yang bisa ditembak dua orang sekaligus.
"Tapi gue masih nggak tahu sama isi hati gue." Joy cemberut karena masalahnya tidak semudah itu. Kalau mudah, ia tidak akan meminta Yerin untuk menginap dirumahnya saat ini.
"Untung ya, besok nggak ada kuliah. Kalau nggak, gue ogah banget jauh-jauh kesini, udah gitu lo liat nih sekarang jam berapa!" Yerin menunjukkan jam tangannya agar Joy dapat melihat jelas kalau sesungguhnya sekarang waktu sudah terlalu larut bagi Yerin untuk keluar dari rumahnya.
Joy menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Ia sebenarnya tidak tega juga menyuruh Yerin untuk datang kesini tengah malam, tapi saat Yerin yang menawarkan diri untuk menginap, maka Joy juga tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut.
Joy dan Yerin langsung duduk di atas tempat tidur ketika mereka sudah memasuki kamar. Yerin memang sudah memakai baju tidur saat menyetir ke rumah Joy, jadi ia tidak perlu melakukan upacara ganti baju dan tetek bengek lainnya.
"Nih ya, sekarang gue coba bikin simple. Dari kemarin-kemarin, lo selalu bilang siapa gebetan lo?" Yerin mulai membantu Joy menyelesaikan masalahnya.
Joy mengerucutkan bibirnya, "Do...Hwan..."
"Nah! Dan lo sekarang udah berhasil buat dia kepincut sama lo dan menyatakan perasaannya sama lo, terus kenapa sekarang lo bingung?" Tanya Yerin tak mengerti.