Attention

924 161 4
                                    

Park Woojin mengerahkan seluruh kemampuan mata tajamnya di antara lautan manusia yang sedang menggoyangkan tubuh dengan tak beraturan. Pemuda yang memiliki gigi gingsul itu harus bekerja ekstra karena pencahayaan yang begitu minim.

"Lo yakin kakak lo kerja di sini, Hoon?!" tanyanya agak teriak.

Pemuda di samping Woojin yang barusan bahunya di tepuk keras langsung menoleh. Jihoon menatap malas Woojin yang menurutnya plin-plan.

"Ya gimana sih? Yang bilang kak Joy kerja di sini kan elo!" balasnya ikut teriak.

Biarpun berhadap-hadapan, berteriak di tempat ini adalah hal wajib. Kalau tidak, lawan bicara mu pasti tidak akan dengar.

"Gue nggak yakin soalnya. Masa kakak lo kerja di tempat kayak gini? Kak Joy yang gue kenal itu cewek baik-baik."

Mendengarnya, Jihoon jadi terdiam. Woojin benar, Joy kakak tirinya adalah gadis baik-baik. Setidaknya sampai Jihoon datang dan menghancurkan keluarganya. Mungkin saat Jihoon datang belum terlalu merubah semuanya. Tapi sejak ibu Joy meninggal dan dengan kebaikan hati ibu Joy, Jihoon di titipkan oleh ibu tirinya itu untuk di jaga Joy. Dan Joy tidak bisa menolak permintaan terakhir ibu yang melahirkannya tentu saja.

Biar bagaimanapun, Park Jihoon adalah adik satu ayah Park Joy. Walaupun Joy tetap tidak bisa menerima itu sampai kapanpun sehingga menganggap atensi Jihoon saja gadis itu tidak pernah.

"Gue..... Nggak tau Jin." Jihoon menunduk.

Jihoon tidak yakin sendiri dengan ucapan Woojin dan keyakinannya soal Joy. Bukan soal Joy yang di anggap gadis baik, Bukan! Joy tetaplah Joy si gadis baik. Hanya saja, takdir mereka yang terlalu jahat untuk di terima hidup Joy dan Jihoon yang makin berantakan.

"Eh! Eh! Jihoon eh! Itu kak Joy Hoon!"

Woojin menepuk pundak Jihoon brutal dengan tangan kirinya. Sementara tangan kanannya sibuk menunjuk ke arah pintu keluar club dengan rusuh.

Mereka berdua langsung berlari keluar mencari keberadaan Joy yang ternyata sudah memasuki sebuah mobil mewah dengan seorang lelaki bertubuh tinggi berbadan besar.

"Hoon, masuk mobil Hoon!"

Jihoon tampak berpikir beberapa detik sebelum menjulurkan tangannya ke depan perut Woojin. "Gue pinjem motor lo!" katanya.

Tanpa pikir panjang Woojin menyerahkan kunci motor besarnya ke telapak tangan Jihoon yang terbuka.

"Lo nggak usah ikut, kalo motor lo kenapa-napa. Lo bisa ambil uang asuransi gue buat gantiin motor lo, bilang ke kak Joy. Dia walinya. Sekarang maafin gue, tapi lo harus balik. Bunda lo nyariin, ini udah jam dua." jelas Jihoon panjang.

Tak lama pemuda tanggung dengan pipi bulat itu berlari dengan cepat ke arah parkiran untuk mengambil motor Woojin. Memakai helm Woojin dengan cepat dan menjalankan motornya dengan kecepatan rata-rata tanpa peduli keadaan sekitar.

"Hati-hati Jihoon! Jihoon hati-hati! JIHOON!!"

Bahkan tidak peduli Woojin yang terus berteriak khawatir padanya. Bukan khawatir pada Jihoon yang membawa lari motornya. Tapi khawatir pada Jihoon. Entah kenapa Woojin yang terbiasa lebih percaya logika dari perasaan itu mempunyai perasaan aneh. Dan kali ini Woojin takut perasaannya mengalahkan logika.

Jihoon benar-benar melajukan motor Woojin dengan kecepatan di atas normal. Beruntung alam semesta kali ini seolah berada di pihaknya. Karena jalanan begitu lancar tanpa ada pemberhentian lampu merah. Sampai Jihoon sendiri yang menghentikan motornya di belakang sebuah mobil hitam mengkilap di depannya.

JOY! || JOY'S BIRTHDAY PROJECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang