Never Change

1.2K 182 16
                                    



Dia tidak pernah berubah

.

.

.

Seorang Lee Taeyong tak pernah berubah. Bahkan kebiasaannya pun masih sama seperti dulu. Perpustakaan tetap jadi tempat favoritnya di kampus. Ia masih memilih duduk di meja paling pojok. Agar tak terlalu terlihat mencolok—begitu ujarnya saat aku bertanya perihal kebiasaannya duduk di sana. Ditemani setumpuk novel fiksi dan cahaya mentari pagi yang bersinar, ia bak sebuah lukisan dewa Yunani yang begitu tampan. Bagiku, ia adalah salah satu wujud nyata ciptaan Tuhan yang maha sempurna.

Lee Taeyong sama sekali tak berubah. Tak seinci pun dari tubuh—juga kebiasaannya—yang berubah. Dia masih tetap seorang pemuda manja. Pemuda yang selalu merengek padaku untuk dibelikan tteokbokki nenek Kim setiap kelas kami selesai. Ia juga selalu memukulku setiap kali ia tertawa. Ia bukan tipikal pemuda populer di sekolahku, namun hanya dalam hitungan detik ia bisa meruntuhkan pertahananku.

Rambutnya yang berwarna madu selalu tersisir rapi. Wajahnya memiliki fitur sempurna—membuat beberapa pengunjung perpustakaan terkadang diam-diam berbisik memujinya. Oh, jangan lupakan juga dengan mata hazelnut-nya yang selalu berseri-seri itu. Aku masih terpaku menatapnya sekarang.

"Lee Taeyong, sandwich-mu."

Ia mengamati potongan sandwich miliknya sekilas sebelum akhirnya mendengus kesal.

"Yak, sudah kubilang berapa kali, huh? Aku tak suka ada mayones di dalam sandwich-ku," Ia berdecak sebal, berusaha menahan suaranya yang hampir meninggi agar tak terdengar oleh sang penjaga perpustakaan.

"Ah, maaf aku lupa."

"Aish, sudah kubilang jangan sentuh rambutku."

Oh lihatlah, bahkan ia masih juga marah saat ada seseorang yang mengelus kepalanya. Jika sudah begini, ia pasti akan memasang ekspresi sebal lengkap dengan bibir kecilnya yang mengerucut. Oh wajah tampannya jadi ribuan kali lebih menggemaskan sekarang.

"Aku akan pergi sendiri ke kantin untuk membeli sandwich yang baru. Kau tunggu di sini. Aku akan kembali dalam waktu lima menit."

Ia bangkit dari kursinya, berniat pergi ke kantin. Oh, aku benar 'kan? Ia memang tak pernah berubah. Bahkan tatapannya masih saja tetap sehangat lembayung matahari pagi. Benar-benar tak ada yang berubah darinya, kecuali—

"Oh, Sooyoung-ah! Astaga, sudah lama kita tidak bertemu. Apa kabarmu?"

—hatinya. Perasaannya bukan untukku lagi sekarang.

"Baik. Kabarmu bagaimana? Kau lama tak terlihat di kampus," tanyaku—sekedar basa-basi sebenarnya. Detik berikutnya ia sudah berdiri di depan mejaku.

"Kabarku baik," ia tersenyum—bahkan senyumnya masih mampu membuat jantungku berdegup kencang. "Aku lama tak terlihat karena magang di luar kota. Yeah kau tau sendiri kan susah mencari tempat magang di kota kita, makanya aku memutuskan magang di luar saja."

"Dengan Jennie?"

Entah kenapa senyum di wajahnya terlihat agak pudar saat kusebut nama itu—nama sosok yang kini tengah duduk di kursi pojokan tempat favorit Taeyong membaca buku.

"Ah iya," sahutnya dengan cepat sambil berusaha tersenyum.

Rasanya suasana di antara kami mendadak canggung. Mungkin Taeyong merasa tak enak juga, bagaimana pun kami adalah dua orang yang dulunya pernah memiliki satu perasaan, sebelum akhirnya mengambil jalan berpisah sebagai keputusan terakhir.

"Taeyong, aku pergi dulu ya. Aku harus membeli sandwich baru karena Jennie tak sengaja meletakkan mayones di dalamnya. Aku permisi dulu ya."

Setelah itu Taeyong langsung beranjak pergi. Ya, bahkan kebiasaan perginya masih sama. Ia selalu meninggalkanku lebih dulu dengan senyumnya yang terus membuatku merasa hangat. Haruskah aku ikut tersenyum sepertinya sekarang?

Fin



Happy birthday uri joyieee~~

Makin tua makin sukses yesss, makin lancar karirnya, makin sehat

tetap menjadi joy yang kami kenal^^

Btw, joyie maafkeun aku ya, kamu ultah tapi aku buatin ff yang nyesek huhuhu emang jahat akutuh jadi author

Semoga kejadian di ff gak jadi nyata ya

Sekali lagi selamat hari menetas uri joyieeeee~

JOY! || JOY'S BIRTHDAY PROJECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang