Kabar keluarga Amran setiap hari membaik, Kamelia sudah bisa beraktivitas tanpa mual dan lesu lagi. Hanya Emran yang keras kepala di rumahnya dokter Vidi. Lelaki ini di sarankan untuk terapi di rumah juga menggunakan seorang perawat atau seseorang yang bisa menjaga lelaki itu dan memberikan penanganan ketika Emran harus minum obat dan yang lainnya.
Keluarga Amran agak khwatir karena Emran malah menjadi pemarah. Lelaki ini sampai melemparkan semua peralatan melukisknya karena kesal belum bisa berjalan tegak keluar rumah untuk sekedar menghirup udara pagi hari.
Syarif dan Amran bersama-sama mengusulkan mencarikan seseorang yang bisa membantu Emran ketika ibu mereka ada urusan. Emran menolak mentah-mentah usul kakak-kakaknya itu
"Tidak mau.. aku ini bukan invalid, hanya saja belum sembuh. Aku bisa sendiri kalau ke kamar mandi dan.. hmm.. buang air.. " ucap Emran ketus sambil merah padam ketika semua orang berkumpul di rumah dokter Vidi.
"Tapi bro.. setidaknya ada orang yang membantu kamu ingat untuk minum obat atau mengambilkan sesuatu sampai kaki kamu benar-benar pulih.." ucap Amran lembut.
"Kak.. aku ini bukan orang cacat. Aku bisa sendiri." tukas Emran jadi emosi.
Amran terdiam, Syarif mengamati Emran yang masih mau marah lantaran tersinggung.
"Emran.. bukan maksud kami untuk berkata seperti yang kamu duga. Kami hanya ingin membantu saja.." ucap Syarif dengan nada berwibawa membuat Emran tidak hati karena ketus pada kakaknya.
"Hmm.." gumam Emran.
"Iya nak.. apa mau ayah carikan seorang perawat handal atau bagaimana nih..?" ayahnya Emran jadi ikutan berbicara.
"Tidak usah ayah.." balas Emran lembut.
"Tapi nak, ibu tidak selalu berada di rumah.. Ibu saja ya yang bantu. Ada seorang wanita yang bisa membantu kamu, wanita ini sih bidan bukan perawat. Tapi, karena ada kekurangan dana untuk anaknya yang masih kecil, wanita ini kata ibunya sedang mencari pekerjaan tambahan.." ungkap bu Marta dengan mata bersinar misteri.
Syarif memperhatikan wajah ibunya yang agak terlalu bersemangat mengatakan seorang bidan ini. Amran tersenyum lebar karena adiknya agaknya tidak bisa membantah ucapan sang ibu.
"Hmm.. aku.. ehh.." Emran tidak tahu harus menjawab apa.
"Sudah.. pokoknya kamu tenang saja nak.. bidan ini baik kok.. ibu kenal sama ibunya si bidan, waktu itu ketemu di pameran Amran.." lanjut bu Marta senang.
Emran jadi penasaran siapa wanita yang di maksud ibunya ini. Ia sih tidak butuh bidan atau perawat. Ia hanya mau rawat jalan dan belajar jalan agar kakinya bisa sepenuhnya normal berjalan.
Akhirnya keluarga membahas bagaiman sebaiknya Emran di rawat dan di jaga wanita itu. Kamelia yang sedari tadi diam saja memperhatikan wajah Emran dan suaminya yang sangat mirip ini. Wanita ini jadi ingin cepat pulang karena sedari tadi tangan suaminya mengelitik lengannya membuat perutnya meremang.
Syarif permisi cepat pulang karena istrinya masih yang baru melahirkan minggu lalu butuh extra perhatian. Ia sih tadi ke sini mampir untuk mengambil jamu yang harus di balurkan di pelipis istrinya agar Amel tidak terlalu pusing lantaran baru melahirkan.
****
Amran yang melihat istrinya ini kegerahan entah karena apa sewaktu mereka pulang dari rumah ibunya jadi agak khawatir.
"Melia.. ada apa..?" tanya Amran ketika istrinya ini mau melepaskan gaun agak canggung lantaran resliting gaun itu berada di belakang.
Amran membantu istrinya tersebut. Kamelia segera keluar dari gaunnya dan berbalik ke arah sang suami hanya dengan penutup dada dan underware lembut saja.

KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SANG PHOTOGRAPHER {Geng Rempong : 9}
RomanceAmran Surano seorang photographer yang memulai karirnya dari bawah. Terus mengembangkan sayap juga dibantu oleh keluarganya walaupun dirinya ingin mandiri. Sang ibu tiri, berusaha menjodohkannya dengan seorang wanita bernama Ranti. Namun, ia tidak m...