Emran ternyata mengalami retak tulang pada dengkulnya. Memar-memar. Kepala benjol karena benturan. Belum tahu gegar otak atau tidak.
Para keluarga sudah berada di depan pintu IGD. Rombongan ini membuat rumah sakit tambah ramai. Dokter Puspa yang kebetulan ada di sana yang menghampiri bu Marta.
"Ada apa bu..?" tanya dokter Puspa pada bu Marta.
"Ini bu dokter.. hmm.. saudara kembar Amran kecelakaan.. " ucap bu Marta apa adanya.
"Apa..?! Saudara kembar..?!" seru bu Puspa agak bingung lalu segera melanjutkan ucapannya. "Hmm.. maaf saya mah tidak tahu kalau Amran punya saudara kembar.."
"Tidak apa-apa bu.. kami saja baru tahu sekitar satu bulan yang lalu.. " balas Amran lembut tapi sakit hati.
Bu Puspa terkesiap. Ia tahu kalau pernikahan Amran di mundurkan. Tapi, ia tidak terlalu mencemaskan pernikahan tersebut karena mungkin butuh sedikit waktu lagi.
"Iya.. baiklah.. tunggulah sebentar lagi. Team di dalam pasti sedang memproses saudara Amran. Yang sabar nak Amran." bu Puspa dulu sempat mengira anak tirinya bakal berjodoh dengan Amran. Tapi, Ranti belum berjodoh dengan Amran pikir bu Puspa sambil permisi karena harus mengurus sesuatu.
***
Pertemuan antara Amran dan Emran membuat seluruh keluarga besar Amran haru.
Amran awalnya agak canggung karena saudaranya ini sangat mirip dengan dirinya. Cuma mereka akan bisa di bedakan jika memandang ke dalam mata masing-masing. Amran memiliki iris mata berwarna cokelat kayu. Sedangkan, Emran berwarna coklat susu. Sangat indah, namun lelaki itu terlihat dingin. Mungkin rasa sakit yang di dera membuat Emran agak menjaga jarak.
Amran memeluk Emran dengan lembut. Emran yang shock karena tidak tahu mempunyai saudara kembar mencari ibunya yang berdiri di ujung tempat tidur rumah sakit dengan mata sedih.
"Kenapa lelaki yang berwajah sama dengan aku ini bisa ada di sini bu..? Aku baru mau mencari asal muasal diriku dari mana. Tapi, kenapa kejutan ini sangat menyakitkan.. Aku mempunyai saudara kembar yang tidak pernah aku ketahui. Apa aku tidak di inginkan sehingga aku harus di pisahkan dari keluarga asliku..?" desis Emran dengan mata berkilat tajam. Kaki Emran tidak bisa bergerak, ia di info oleh dokter harus memakai kursi roda sampai dengkulnya kembali berfungsi normal. Sepertinya hidupnya tidak dalam keadaan normal sekarang.
Ia tidak mengenal orang dari sisi saudara kembarnya. Ia tahu dengan pak Umar dan Kamelia karena ibunya kadang menunjukkan photo mereka berdua ketika sang ibu sedang ke Jakarta.
Semua orang terdiam mendengar penuturan Emran yang sakit hati itu. Bu Husna juga belum tahu kalau Emran bukan anak dari pak Sahid.
"Nak.. semua ini salah bapak. Bapak yang memisahkan kalian berdua. Bapak berbuat sesuatu yang sangat menyakitkan.. " ucap pak Sahid.
Lalu lelaki itu menjelaskan dengan Emran secara pelan dan terperinci sampai Emran mengambil gelas plastik di meja samping tempat tidurnya dan melemparkan gelas itu ke lantai membuat pak Sahid terkejut.
"Ternyata om sangat jahat.. aku tidak akan memaafkan om yang tega menyakiti ibu kandungku seperti itu. Aku mungkin hanya beberapa kali di tatap ibu kandungku ketika aku di lahirkan. Lalu aku harus di serahkan kepada ibuku yang sekarang karena om dengan sok baiknya mengharapkan aku bahagia. Yah.. aku bahagia om bersama ibuku yang ini. Tapi, setidaknya keluargaku mungkin merindukan diriku.. " Emran jadi tercekik air mata karena mengucapkan hal itu.
Amran memegang pundak saudaranya itu dengan kuat. Ia juga ingin melemparkan sesuatu ke wajahnya pak Sahid.
Percakapan di antara Emran dan pak Sahid tidak bisa berlangsung lama karena lelaki itu harus istirahat. Semua keluarga pun paham.
Bu Husna yang sudah datang otomatis menunggui Emran karena wanita itu berhak sebagai ibu adposi Emran. Amran pun tak mau ketinggalan. Ia saudara kembarnya Emran. Ia ingin tahu lebih banyak perihal saudaranya ini. Keluarga Amran permisi pulang untuk beristirahat di rumah mereka masing-masing. Kamelia juga di suruh pulang oleh pak Sahid karena hari sudah larut. Wanita itu sebenarnya tidak mau pulang karena mau bersama Amran.
"Beib.. pulanglah.. sebentar lagi kita akan bersama selamanya.. tunggu saja tanggal mainnya. Kamu tidak akan pergi lepas dariku.." ucap Amran dengan penuh misteri. Matanya berkilat dengan sesuatu yang menurut pak Sahid agak janggal.
Kamelia tersenyum lebar tidak melihat hal ganjil dari Amran. Ia merasa calon suaminya sangat mencintai dirinya.
"Baiklah Aa.. Aa jaga diri ya..." ucap Kamelia lembut sambil mesem-mesem.
Emran memelototi Amran dari tempat tidurnya. Kenapa saudaraku ini terlihat dingin pada Kamelia batin Emran agak bingung melihat tingkah Amran pada Kamelia tersebut. Lalu tangannya Emran menyenggol punggung Amran untuk merespon Kamelia.
"Ehh.. iya.. tidak apa-apa.. Aku aman di sini.." balas Amran ketika punggungnya di senggol Emran.
Pak Sahid permisi pada bu Husna. Emran dan Amran tidak terlalu mengubriskan lelaki tua itu.
Keduanya terlihat kompak dengan sepasang mata dingin dan wajah datar ketika pak Sahid mengatakan permisi.
Kamelia menganggukkan kepalanya pada Emran, lalu mendekati Amran. Amran mengangkat tangannya dan mengusap kepala Kamelia dengan lembut. Emran berdehem, Amran gantian memelototi saudaranya ini. Kamelia merona, lalu memeluk bu Husna dan pergi dari ruangan tersebut.
"Well.. saudaraku.. aku tidak mau kamu tidur di ranjangku ini, kakiku sangat sakit. Kita sudah berbagi satu rahim sempit dan mungkin kita dulunya di sana tendang-tendangan. Tapi, di sini aku tidak mau kamu tendang karena tidak berdaya.." ucap Emran menyuruh Amran untuk turun dari tempat tidurnya.di sana tendang-tendangan. Tapi, di sini aku tidak mau kamu tendang karena tidak berdaya.." ucap Emran menyuruh Amran untuk turun dari tempat tidurnya. "Dan kepalaku sangat pusing karena mobil brengs*ek itu membuatku terpental ke aspal. Masih untung aku langsung sadar seperti ini.." lanjut Emran kali ini dengan lemah.
Amran jadi berdiri dan membantu saudaranya untuk beristirahat. Dalam sekejap Emran tertidur mungkin pengaruh obat yang memang sudah di suntikan lagi seorang perawat satu jam yang lalu untuk menenangkan Emran. Amran memandangi wajah Emran yang lumayan banyak tergores aspal, tapi wajah itu tetap masih tampan. Untung tidak ada luka parah di wajah atau yang lainnya. Hanya saja kaki saudaranya tidak belum bisa berfungsi normal di bagian dengkul.
"Nak.. kamu tidur di sofa saja.. biar ibu dan bapak gantian jaga." ucap bu Husna.
Pak Gunawan ternyata baru sampai. Ia tadi harus mengurus sesuatu jadi tidak mengikuti jalan cerita antara keluarga Amran dan pak Sahid. Tapi, yang penting kondisi Emran dulu.
"Iya bu.. tapi nanti gantian ya.." ucap Amran pada bu Husna.
"Tidak apa-apa nak, nanti kami tidur bawah bisa. Tadi bapak bawa matras yang bisa di lipat. Kamu istirahat saja ya.." ucap pak Gunawan penuh kasih sayang.
Amran jadi terharu pada kedua orang tua adposi Emran. Arman tidak mau menyalahkan kedua orang ini karena keduanya tidak tahu awal cerita sebenarnya. Keduanya hanya tahu kalau ibunya membaut surat pernyataan yang menyatakan kalau Emran adalah anaknya pak Sahid tanpa tahu juga kalau ada Amran.
"Baiklah bu, pak, kala butuh bantuan bangunkan saja aku ya.." balas Amran. Bu Husna dan pak Gunawan mengangguk. Amran ke kamar mandi lalu mencuci muka dan gosok gigi. Ia membeli perlengkapan muka dadakan. Setelah itu, ia membaringkan tubuh tingginya di sofa sambil memandangi flapon ruangan ini. Pikiran yang mengawang membuang mata Amran terpejam dan langsung tertidur.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SANG PHOTOGRAPHER {Geng Rempong : 9}
RomansaAmran Surano seorang photographer yang memulai karirnya dari bawah. Terus mengembangkan sayap juga dibantu oleh keluarganya walaupun dirinya ingin mandiri. Sang ibu tiri, berusaha menjodohkannya dengan seorang wanita bernama Ranti. Namun, ia tidak m...