Kerja Sama

1K 66 5
                                    

Pak Sahid mondar-mandir di ruang keluarga menunggu anaknya. Suara deru mobil anaknya membuat hatinya lega. Lelaki tua ini langsung berjalan menuju teras depan.

"Kamelia..?!" seru sang ayah.

Kamelia tersenyum paham. Ayahnya sangat sayang padanya. Ia bergegas mendekati sang ayah.

"Maaf ayah.. saya menemani mbok Murni dulu ke pasar dan masak terus makan siang.. Ayah sudah makan siang..?" suara Kamelia terdengar bersemangat.

Pak Sahid mengangguk dan membawa Kamelia masuk ke ruangan keluarga.

"Apa kabar mbok Murni nak..?"

"Mbok Murni sehat saja ayah.. "

"Hmm.. apa di Bogor aman terkendali..?"

"Maksud ayah..?"

"Ehh.. itu.. apa kamu menemukan kendala ketika di sana..? Ayah sudah agak lama tidak ke Bogor."

Ayahnya Kamelia agak bingung ketika menanyakan hal tersebut. Seolah pikirannya berputar-putar di satu titik.

"Tidak ada kendala ayah.. saya kan biasa ke Bogor. Apa ayah mau ke Bogor..?" tanya Kamelia antusias.

"Tidak..?! Hmm.. nanti saja nak.. " balas pak Sahid agak cepat. Lelaki ini terlihat agak resah.

Kamelia memegang tangan ayahnya yang agak gemetaran.

"Ada apa ayah..? Biasanya ayah tidak khawatir ketika saya ke Bogor.. Apa ada masalah ayah? Katakan sesuatu.." ujar Kamelia penuh kelembutan.

Mata pak Sahid jadi tidak fokus. Ia terlihat menerawang alias melamun. Kemudian, lelaki ini terkejut karena Kamelia menekan telapak tangannya.

"Hmm.. Ayah khawatir karena kamu masih sendirian nak.. ayah sudah banyak mengenalkan kamu pada setiap lelaki muda, tapi kenapa mereka tidak mau mendekati kamu lagi ya..? Ayah sampai bingung. Ayah sudah menghubungi ayah para lelaki itu tapi mereka tidak mau merespon...hmm.. kamu sangat cantik Melia.. apa mereka buta ya..?" gumam sang ayah pada dirinya sendiri.

Kamelia duduk mematung mendengar ucapan ayahnya itu. Ia yang berbuat sesuatu untuk membuat para lelaki itu kabur dari perkenalan.

"Kamelia.. apa kamu melakukan sesuatu..?" suara pak Sahid seolah paham kenapa semua lelaki itu tidak ada yang mendekati anaknya. Mata pak Sahid menajam melihat wajah anaknya yang memucat dan bersalah. "Mel..?" suara ayahnya seakan sakit hati karena anaknya telah memperdayai dirinya.

"Maafkan saya ayah.. saya tidak bermaksud untuk menyakiti ayah.. saya tidak mau di kenalkan pada setiap lelaki. Saya mau berkenalan dengan sendiri. Saya harap ayah mengerti.. " bisik Kamelia dengan suara serak.

Pak Sahid menarik napas panjang. Ia ingin anak perempuannya ini bahagia. Bukan untuk bermaksud memaksakan kehendaknya. Ia tidak mau anaknya mendapatkan seorang lelaki yang hanya menginginkan kekayaan ataupun status dari keluarga Sahid saja tapi mencintai anaknya yang cantik ini dengan cinta setulus hati.

"Apa ayah telah salah nak memperkenalkan kamu dengan para lelaki itu. Ayah ingin kamu ada yang menemani ketika usia ayah semakin senja."

"Ayah ingin kamu menikah nak.. menikah dengan orang yang bisa mencintai kamu apa adanya bukan ada apanya." suara pak Sahid melembut. Ia mengingat masa mudanya dulu, banyak sekali wanita tergila-gila padanya, tapi hanya kepada hartanya saja. Ia hanya ingin wanita yang menginginkan dirinya tanpa memandang harta saja, tapi wanita itu memilih seorang lelaki sederhana yang berjuang untuk menjadi seorang dokter. Wanita itu sangat lembut, mereka berteman sewaktu SMU, setelah tamat mereka menempuh pendidikan kuliah dengan jalur yang berbeda. Sampai wanita itu menikah dengan si dokter sederhana, ia masih membujang lalu seorang wanita hadir di kehidupannya yang mencintai dirinya. Ia langsung menikahi wanita tersebut tanpa pikir panjang lagi untuk menutupi hatinya yang retak seribu.

CINTA SANG PHOTOGRAPHER {Geng Rempong : 9}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang