Tamu

963 73 2
                                    

Emran keluar dari rumah sakit setelah satu Minggu di sana. Lelaki ini jadi pemarah karena tidak bisa berjalan dan beraktivitas seperti biasa. Amran yang jadi sering menemani Emran jadi kena uring-uringan saudaranya ini juga.

"Ran.. kamu kok ke sini terus sih.. tidak ada urusan lain apa..?" ucap Emran ketus.

Amran meringgis karena sikap jutek Emran keluar.

"Aduh bro.. kamu ini tidak ada teman.. ibu dan bapak kan lagi keluar. Siapa yang mau jaga kamu..?" balas Amran tenang sambil mengambil majalah dan membaca.

Emran merutuk tentang lelaki tidak sibuk yang selalu ada di kamar ini. Amran mendengus ingin tertawa.

"Bro.. aku ini saudara kamu loh.. kamu tidak suka sama aku ya..?" tanya Amran pura-pura tersinggung.

"Aku ingin keluar Ran..?" balas Emran tanpa menjawab ucapan saudaranya itu.

"Nanti lah.. kan belum boleh.." jawab Amran cepat.

"Belum boleh terus.. aku ingin mencari orang yang menabrak aku itu Ran, itu kecelakan tidak mungkin tidak sengaja, aku nyebrang jalan lihat jalan kok. Tidak ada mobil sebelumnya. Tapi, kenapa tiba-tiba ada mobil melaju cepat. Mana handphoneku Ran.. Ambilin.. aku mau telepon polisi saja.." tukas Emran jadi emosi.

Amran terdiam setelah mendengarkan ucapan Emran, ia tahu kalau si pengemudi mobil melarikan diri dan belum di tindaklanjuti lagi karena menunggu Emran pulih.

"RAN.. KOK MELAMUN SIH..?!!" Emran jelas-jelas emosi.

Amran jadi berdiri dan mendekati saudaranya yang marah, kaki lelaki ini tergantung dengan banyak lilitan seperti mumi di kedua kakinya. Kalau di lihat sih pasti sangat lucu, tapi Amran tentu saja tidak akan tertawa.

"Tenanglah bro.. aku akan hubungi temanku yang di kepolisian. Giri pasti bisa membantu. Sabar ya.." ucap Amran lalu duduk di ranjang saudaranya membuat Emran mendengus kasar.

Emran mendengarkan penuturan Amran kepada Giri dengan menceritakan apa yang di ucapkan Emran.

"Halo.. ?"

"Iya.. aku Emran saudara kembar Amran.. "

"Iya.. aku juga baru tahu kalau mempunyai saudara kembar. Btw, aku ingin kasus ini di selidiki, aku mampu untuk membayar team kamu jika bisa menangkap orang yang sudah menambrakku waktu itu. Aku yakin ini bukan kecelakan tidak sengaja. Instingku tidak pernah salah.." 

Emran mendengarkan perkataan Giri mengenai prosedur pelaporan dan juga proses yang membutuhkan waktu.

"Aku tahu itu pak polisi. Semuanya memang butuh prosedur dan waktu, tapi setidaknya bantu aku lebih cepat." tukas Emran agak keki dengan Giri.

Gantian Amran merebut handphone dari tangannya Emran.

"Gir.. maafkan Emran bro.. mulutnya lemes karena sedang sakit.. Iya.. siap.. bye bro, salam untuk yayang Cepi.." Amran menutup telepon setelah mendengar Giri meneriki dirinya untuk tidak memanggil Cepi dengan panggilan sayang.

"Apa polisi itu teman dekat kamu Ran..?" tanya Emran penasaran karena nada santai Amran pada Giri.

"Iya bro.. teman dekat. Teman dari teman juga. Kamu akan mengenal teman-teman hebatku nanti. Ada Rendy si pengusaha sukses di Bandung, Andi dan Bram pengusaha terkenal di Bekasi, Haris dan Yogi team HARYOG lawyer di Bogor, terus ada Tony si pengusaha pengawal pribadi dan tentu saja sang pak polisi kami Giri. Bagaimana? kamu akan senang bertemu dengan mereka.. Ehh.. tentu saja ada kakak tiriku tersayang Syarif." ucap Arman pada Emran.

Emran memikiran nama itu semua, sepertinya orang-orang hebat. Pasti koneksinya akan mudah untuk mencari si penambrak.

"Ya.. kita lihat saja nanti.. aku juga belum mau di ganggu saat ini, setelah ini aku ingin pulang. Aku tidak mau tinggal di sini terus merepotkan orang tua kamu." ucap Emran tidak enak hati karena tinggal di rumahnya dokter Vidi.

Amran jadi tersinggung karena ucapan Emran. "Bro.. ini rumah kamu juga, dokter Vidi itu ayah kandung kita. Well, kalau kamu tidak menganggap bu Marta ibu kamu tidak apa-apa karena bu Marta itu adalah ibuku sekarang." tukas Amran pada Emran geram.

Emran tidak di perbolehkan ayahnya Vidi untuk berada di rumahnya pak Sahid. Erman adalah anak kandungnya. Pak Yanto juga melarang keras hal itu, lelaki tua ini malah ingin membawa Emran ke rumahnya tapi pak Vidi merasa anaknya lebih baik di rumahnya saja. Bu Husna dan pak Gunawan mengurus sesuatu di Jakarta.

Emran menarik napas keras. Ia merasa agak terlaku kasar karena bete terus berbaring. Lalu, terdengar suara keributan di depan dan masuk ke kamarnya.

"UNCLEEEEEEEE.....?!" jeritan bocah terdengar membahana membuat Emran dan Amran tersentak.

"Abiiii.. Uncle ada duaaaaaa.... Horeeee....!!" teriak lagi bocah itu.

Syarif terkekeh karena ucapan Ridwan dan Annisa itu terdengar senang. Annisa sih cengar-cengir duluan, bocah ini sepertinya sudah sangat menantikan kedatangan Emran.

Emran terpelonggo menatap Annisa. "Kamu..?" ucap Emran agak bingung. Bocah yang ada di dalam mimpinya.

"Halo Uncel.." ucap Annisa sambil belari ke arah tempat tidur dan mau memanjat. Amran mengangkat Annisa untuk mendekati Emran yang agak shock. Annisa mencium pipi Emran yang berewokan sambil terkikik geli. Memeluk leher Emran dengan lengan.

"Uncle Nissa dua.. hihihi.." ucap Nissa sambil terkikik geli lalu mengangkat kepalanya mencium pipi Amran juga. 

"Iya sayang ada dua.. " ucap Amran lembut.

"Abi.. kakak juga mau peluk uncle satunya yang mirip itu..?" ucap Ridwan pada Syarif.

Emran sepertinya masih shock karena di cium Annisa. Amran terkekeh melihat saudaranya ini.

Ridwan mendekati Emran dan mencium pipi lelaki itu dengan lembut.

"Abi.. mirip sekali ya..?" bisik Ridwan pada ayahnya.

"Iya sayang.. mirip sekali.." balas Syarif sambil tersenyum.

"Abi.. tapi uncle ini lebih pendiam daripada uncle Amran.." cerocoh Annisa pada ayahnya. Amran mengucek-ucek rambut balita itu membuat Annisa menjerit keki. Amran terkekeh senang melihat Annisa seperti itu.

"Sayang.. unclenya lagi sakit, jadi agak diam.." balas Syarif tenang.

"Hmm.. iya ya.. sakit.. " ucap Annisa sambil mengamati wajah Emran. "Hmm.. tenanglah uncle nanti ada yang merawat uncle kok.. tuh.. auntie bidan ada..?" ucap Annisa agak misterius membuat Amran mengernyit, Emran sih tidak paham.

"Kok bidan sayang.. perawat..?" ucap Syarif membetulkan ucapan anaknya itu.

"Bidan abi.." tukas Annisa ngotot.

"Iya bidan." balas Syarif sambil mengerutu seolah Emran mau melahirkan saja karena di rawat oleh bidan.

Amran terkekeh sedangkan Emran diam saja mengamati bocah perempuan itu. Alhasil, kamar itu jadi ramai lantaran kedatangan si bocah kembar.

Sore itu si kembar Annisa dan Ridwan menghibur para kembar dewasa dengan tingkah laku mereka yang lucu.

Emran yang kaku akhirnya agak tenang karena anak-anak Syarif ini segera mengisi ruang hatinya dengan cepat.

"Uncle..?" bisik Annisa pada Emran.

"Ya..?" jawab Emran pelan.

"Jangan galak-galak pada untie bidan ya..?" tegas Annisa pada Emran.

"Bidan..?" tanya Emran bingung.

"Iya.. auntie bidan.. nanti uncle membutuhkan auntie ini.." lanjut Annisa lalu minta turun dari ranjang tempat Emran berbaring untuk permisi ke toilet.

"Tenanglah bro.. Annsia memang ada kelebihan lain. Tidak usah khawatir ya. Dia mengatakan dulu kalau di rumah ibu Husna ada lukisanku. Tapi tentu saja itu mungkin wajah kamu sendiri." ucap Amran pada Emran.

Syarif juga ikutan nimbrung untuk menenangkan Emran.

"Iya bro.. anakku itu istimewa.. Tidak usah khawatir.."

Emran menarik napas panjang memikirikan kenapa ada bidan yang merawat dirinya nanti.

****

CINTA SANG PHOTOGRAPHER {Geng Rempong : 9}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang