Aktivitas

4.3K 140 3
                                    

"Oke.. tarik dagu sedikit ke atas, lengan di pinggang dan ayunkan sedikit pinggang itu.. tahan.. lagi.. senyum yang sensual dan mata meredup sedikit. Sippp..!!"

Amran Surano, lelaki tampan berusia 28 tahun, seorang photographer profesional. Karirnya sudah bisa di katakan malang melintang untuk urusan photo para model iklan.

Amran sekarang sedang bekerja. Ia bersuara menyeru si model wanita yang di potretnya untuk sebuah iklan parfume kecantikan. Lelaki ini bekerja dengan sangat handal. Banyak sih model yang tergila-gila dengan lelaki ini karena Amran seorang photograper rendah hati dan juga humoris. Tapi sayang, si PG ini seolah tidak tertarik dengan para model yang di photonya. Para model iklan kadang berpikir apakah lelaki itu normal? (Heloo.. gue yang buat cerita ini tegaskan ya, Amran itu 100% normal! Loh..kok saya jadi marah)

Setelah beberapa kali jepret, Amran menyudahi pekerjaannya. Si model yang cantik, tinggi langsing bernama Titin ini mendesah seolah kepanasan. Amran hanya menyeringai saja tidak terlalu menanggapi Titin. Ia sudah terbiasa dengan lagu para model. Alias sudah lihat semua belang mereka. Maksudnya sudah banyak tahu tabiat mereka ini kalau di photo.

"Aa..?" suara Titin memanggil Amran yang sedang berberesan alat pemotretannya.

"Ya..?" jawab Amran agak datar. Ia memang seorang photographer yang lumanyan banyak di ganduringi wanita karena sikapnya yang supel .Tapi, ketika ia selesai memotret ia akan terlihat tak terjangkau.

"Hmm.. apa kita bisa minum teh bersama sore ini..?" tanya Titin dengan agak mendesah.

Amran mengangkat alisnya agak heran, kenapa para wanita di sini seperti agak mudah mengajak pria minum teh batinnya.

"Maaf Tin.. aku mau langsung balik studio. Soalnya kerjaanku agak menumpuk. Mungkin lain kali..?" elak Amran lembut.

Titin mengerucutkan bibirnya dengan agak kesal. Wanita ini mengamati Amran dan krew lainnya memang lagi berberesan.

"Baiklah.. lain kali ya Aa..?" ucap Titin setengah kesal dan juga memaksa.

"Hmm.. " balas Amran pendek.

Titin berlalu dari dekat Amran dengan mengerutu perihal lelaki bermulut manis ketika memotret tetapi sangat dingin ketika selesai memotret.

Amran tidak terlalu hirau dengan para model jika selesai bekerja.

"Bim.. ayo.. selesaikan semuanya. Kamu duluan saja pulang ke studio. Aku akan menyusul sebentar lagi." ucap Amran pada Bimo, asistennya hari ini untuk memotret Titin di sebuah tempat yang sudah di sediakan pihak periklanan tersebut.

"Oke kang.. aku duluan.. peralatan aku bawa semua ya... ?" ucap Bimo dengan santai. Lelaki itu menjadi asisten Amran semenjak lelaki tersebut membuka studio. Well, studio ini sebenarnya di buka lantaran sang kakek tirinya, kakek Syarif mengancam akan membuat Amran meredup lantaran hanya mengandalkan 'jepretan' pada seorang model. Amran jadi teringat kalau ia mengamuk pada kakeknya karena merasa lelaki tua itu tidak berhak mengatur hidupnya. Tapi, Syarif sang kakak tiri menengahi keributan antara Amran dan pak Yanto.

"Ran.. maksud kakek kan baik. Tidak mungkin lah kakek mau membenamkan kamu ke dalam lumpur.." ucap Syarif di ruanga keluarganya.

Sang kakek mendengus pada ucapan Syarif. Syarif memelototi kakeknya karena sikap lelaki itu seolah tidak membantu keadaanya Amran yang tidak mau di beri studio karena gengsi.

"Tapi kak..?"

"Ran.. aku tahu kamu tidak mau menerima ini karena kam gengsi. Tapi, kami ini keluarga kamu. Kakek sangat menyanyangi kamu. Apa kamu tidak sayang kakek..?

Perkataan Syarif itu menohok hati Amran. Uah, ia gengsi. Ia merasa harus bisa membuka studionya sendiri tanpa bantuan orang lain. Tapi, ucapan kakaknya ini benar. Kakeknya sangat menyanyangi dirinya walaupun ia hanya dari anak tiri dari menantunya pak Yanto ini, sang kakek.

CINTA SANG PHOTOGRAPHER {Geng Rempong : 9}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang