Meminang?

961 60 1
                                    

Kamelia sedang berdebar-debar menunggu di kamar tidurnya, Rere mondar-mandir seolah ikutan gugup padahal yang mau di persunting adalah nonanya. Ibunya Rere sudah datang dari kemarin untuk mempersiapkan semuanya mulai dari camilan dan beres-beres rumah. Di rumahnya Kamelia yang di Jakarta sih sudah ada 6 asisten rumah tangga yang bertugas sesuai dengan job description masing-masing.

"Re.. stop dong.. nanti ambal di situ sobek karena kamu mondar-mandir terus.." ucap Kamelia dengan tangan berkeringat dingin. Ia juga khawatir ayahnya akan berubah pikiran. Sepupu perempuan ayahnya sudah datang jauh dari Makasar (iya kalau jalan kaki) bersama sang suami untuk melihat Kamelia yang mau di pinang sekaligus holiday. Tantenya (bisa di katakan tante) ini tidak mempunyai anak kandung, ada anak adopsi lelaki tapi Kamelia tidak pernah bertemu dengan sepupu adopsinya itu.

"Aduh non.. aku kok deg-degan ya.. sepertinya aku yang mau di pinang.." ucap Rere waspada.

Kamelia mendengus antara mau tertawa atau menangis karena suara mobil menderu stop di halaman depan rumah Kamelia yang luas.

Rere melonjak dari lantai dan seolah ingin terkencing sangkin gugupnya.

"Aduh Rere.. jangan melompat-lompat dong.. aduhh kamu ini malah tidak membantu saya.." seru Kamelia keki.

Rere menatap wajah nonanya yang agak pucat lalu mendekati Kamelia.

"Maaf non.. aku gugup.." balas Rere sambil membantu Kamelia untuk berdiri dan merapikan gaun cantik wanita itu.

Amran jadi berkeringat dingin ketika pintu depan rumah besar Kamelia di buka dan tampaklah sesosok ibu yang pernah dilihat Amran di pasar tradisional waktu itu.

Mbok Marni tersenyum lebar melihat Amran dan keluarganya.

"Hai bu..?" ucap mbok Marni pada bu Marta seraya mengulurkan tangannya untuk bersalaman.

Bu Marta menerima uluran tangan mbok Marni. Dokter Vidi dan yang lainnya juga bersalaman.

"Mari masuk..? Pak Sahid sudah menunggu di dalam bersama sepupunya.." ujar mbok Marni santun.

Semua orang bergerak teratur ke ruangan tamu pak Sahid yang ternyata agak ke dalam. Syarif memukul pelan bahu Amran dari belakang untuk memberikan dukungan.

Ketika pak Sahid melihat rombongan keluarga Amran masuk ke ruangan tamu yang ada pak Sahid, sepupunya pak Sahid yaitu bu Husna berserta sang suami. Kamelia duduk dengan agak tenang dengan ada Rere di belakang wanita itu memberikan support pada nonanya itu.

Pak Sahid berdiri begitu juga yang lain. Suara bu Husna terkesiap membuat pak Sahid paham kalau inilah kenyataan yang ada di depan mata. Suaminya bu Husna, Gunawan bahkan memucat lantaran apa yang di lihatnya itu.

"Tidak mungkin kang?" bisik bu Husna pada suaminya dengan gemetaran kali ini. Pak Gunawan tidak bisa berkata-kata, otaknya seakan buntu lantaran ucapan istrinya ini.

Pak Sadih hanya diam saja tanpa mengometari ucapan sepupunya. Ia hanya berharap sepupunya ini tidak pingsan atau kelepasan berbicara karena melihat Amran yang sangat tampan berdiri di tengah keluarga.

"Hmm.. Silahkan duduk.. " ucap pak Sahid pada keluarga Amran.

Pak Yanto bersalaman pada pak Sahid, begitu juga pada sepupu pak Sahid secara bergantian. Bu Husna memucat dan mengigil ketika bersalaman dengan Amran, matanya berkaca-kaca entah kenapa, bibirnya seolah ingin berucap sesuatu yang terdengar seperti "Ran..?". Pak Gunawan memegangi lengan istrinya dengan kuat agar wanita itu tidak mengatakan secara berlebihan, ia juga merasa bingung mau bersikap apa. Mereka berdua tidak tahu kalau yang mau meminang Kamelia lelaki yang bisa membuat keluarga ini mendapat masalah. Masa lalu yang bisa terkuat membuat semua ketenangan keluarga Sahid dan keluarganya goyah.

CINTA SANG PHOTOGRAPHER {Geng Rempong : 9}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang