2. Neglected

40.3K 3.3K 207
                                    

Ia tidak pulang selama seminggu. Si kakak ipar, begitu aku menyebutnya. Namanya Kim Taehyung. Pemuda berwajah sempurna yang menyukai hal-hal klasik, lagu klasik, musik klasik, lukisan klasik. Aku tidak tahu entah hidupnya juga klasik.

Beberapa hari sebelumnya aku pergi ke kantornya dan orang disana bilang, sang pimpinan sedang ada tugas di luar kota. Bukan, bukannya aku peduli setelah dia menghancurkanku atau bagaimana, hanya mencoba realistis bahwa bagaimanapun aku membutuhkannya sebagai penopang hidupku selama di Seoul. Aku tidak ingin mati kelaparan di dalam rumah megahnya itu dan berakhir menyedihkan. Aku tidak ingin putus sekolah dan menjadi penjual ikan di desa seperti ibuku. Aku tidak ingin kembali ke lingkungan kumuh dengan kamar sempit dan kakus yang harus dibagi dengan orang lain.

Aku tidak bisa menampik bahwa aku sempat menyukai segala perubahan, kemewahan yang mendadak menjadi lingkunganku. Tinggal di rumah bagus, ibuku tidak lagi menjual ikan hanya demi menghidupi kami, membeli makan; sekarang beliau melakukan itu agar beliau memiliki kesibukan saja karena menantunya suka mengirimkan uang, kakak iparku.

Aku maklum ketika Taehyung, sang kakak ipar takluk pada kakakku. Perempuan itu memiliki kecerdasan di atas rata-rata; seperti ia bukan dari keluarga miskin seperti kami. Wajahnya apik, diberkati kecantikan sejak lahir.  Pun isi kepalanya tidak tertebak, cukup lihai untuk meraup keuntungan dari para pria yang tunduk dibawah kakinya. Aku dan ibu? Kami tahu tetapi keadaan memaksa untuk tidak bisa menolak pemberiannya. Penjualan ikan di pasar tidak menjamin kami akan memiliki uang untuk membeli makan, bahkan untuk hari yang sama. 

Kendati suka bergonta-ganti pacar yang notabenenya adalah pria kaya, kakakku tidak pernah lepas dari satu pemuda yang menjadi kekasihnya semenjak dibangku SMA. Mereka berdua seperti Bonnie and Clyde, sejoli yang melakukan segala kejahatan bersama. Jika kakakku adalah eksekutornya, maka pacarnya menjadi konseptor sekaligus pengawas jalannya rencana.

Hari itu, sang kakak ipar baru saja menjemputku dari sekolah dan memintaku untuk membantunya mencari hadiah dalam rangka tiga puluh hari pernikahan mereka. Dia tampak sangat bahagia, wajahnya sumringah sepanjang perjalanan ke rumah dengan bingkisan berupa hadiah yang sudah kami beli. Mengucapkan terimakasih berulang kali dan berjanji akan memberikanku hadiah juga jika mendapatkan peringkat di sekolah. Hatiku tersentuh, aku merasa ia menyayangiku seperti adiknya sendiri. Dan aku tahu ia menyayangi kakakku lebih dari yang kubayangkan. Aku menyemangatinya, mengatakan bahwa kakakku pasti akan sangat suka.

Namun semua tawa bahagia kami mendadak sirna ketika mendapati rumah dalam keadaan yang tidak baik sama sekali. Awalnya kami pikir rumah baru saja dirampok. Lukisan-lukisan megah karya Van Gogh yang kutahu adalah koleksi pribadi kakak iparku dan guci-guci klasik yang mungkin bernilai setara dengan uang sekolahku selama tiga tahun lenyap. Kakak iparku tampak panik, satu kata yang keluar dari mulutnya adalah menyerukan nama kakakku.

Kami berdua segera naik ke lantai dua, tempat dimana kamar mereka berada. Dan tampilannya jauh lebih mengerikan dari apa yang kami bayangkan. Brangkasnya terbuka, kotak-kotak perhiasan kosong melompong, terjejer di atas tempat tidur king size milik mereka. Bahkan hadiah pernikahan berupa perangkat berlian dan barang branded lainnya yang ditaruh di dalam lemari khusus juga lenyap, benar-benar lenyap tak bersisa. Yang membuat hatiku seketika hancur adalah lemari pakaian yang terbuka dengan hanger yang sudah tidak digantung apapun. Seketika aku paham. Bukan, ini bukan pencurian atau perampokan. Orang bodoh sekalipun paham jika ini adalah aksi melarikan diri.

Sang kakak ipar terdiam, mengusap tengkuknya setelah menyadari pemandangan yang sama yang baru saja kulihat. Hening selama beberapa saat sebelum aku berjalan ke arah nakas di sebelah kasur mereka dan menemukan sepucuk surat.

Hai Kim Taehyung,

ini Na, istri sekaligus perempuan yang kau cintai. Huek :o aku tidak sudi menyebut istri sebenarnya

aku sangat mengucapkan terimakasih atas kebaikan dan kebodohanmu selama ini, tuan kaya.

tapi jangan bangga dulu karna karna kau bukan orang pertama yang menunjukkanku pada kemewahan ini.

kau harus bangga karena mempermudah jalanku untuk hidup bahagia bersama pria yang kucintai, yang tidak sepadan denganmu, yang tidak bisa kau imbangi sekalipun kau kaya.

sayang sih, kau terlalu tampan untuk mudah dibodohi. aku sebenarnya menyukai wajahmu tapi kemampuanmu tidak bisa memuaskanku :p maaf ya, aku hanya pura-pura supaya kau tidak sedih, baik kan aku.

jadi kim, jangan cari aku, sweety :(

aku tidak sudi bertemu wajahmu lagi, apalagi jika kau memohon untuk kembali padamu. oh tidak, itu tidak bisa karena aku hanya menginginkan uangmu.

ah, satu lagi, kim ..

sebagai suami yang baik jangan lupa untuk menjaga adik iparmu, biarkan dia meraih cita-citanya sampai dia layak untuk benar-benar pergi dan tidak membutuhkan uangmu.

jangan terlalu baik, kim

hidup ini terlalu kejam untuk diberi kebaikan orang sepertimu.

Na, istri (huek) kesayanganmu


Kakak ipar membaca setelah meraihnya dari tanganku. Matanya memerah, ia memijit pelipisnya, menggigiti bibir bawahnya, nafasnya tidak teratur, jelas sekali ia sedang menahan emosi. Jangankan dirinya, aku sendiri yang notabene adalah adik kandungnya ingin sekali memakinya atau menamparnya sekalian.

"Pergilah ke kamarmu," kata kakak ipar dengan suara yang rendah sekaligus dingin. Untuk pertama kalinya selama perkenalan kami, sikapnya sangat tidak bersahabat dan membuatku takut. Aku maklum, teramat sangat maklum. Bahkan menurutku ia cukup luar biasa karena masih bisa setenang ini menghadapi situasi yang terbilang sangat kacau dalam kehidupan pernikahan yang masih seumur jagung.

"Kita cari saja dia, kak."

"Pergilah, kau harus bersekolah besok. Aku akan mencoba mencarinya."

Suaranya, tatapannya, mengubur keberanianku untuk tetap membantah dan mencoba membantunya. Bukan apa-apa, dia pasti kelelahan setelah bekerja seharian dan aku hanya ingin mengatakan bahwa sebaiknya dia membuka jas kerja juga dasinya terlebih dahulu. Setelah itu makan dan minum untuk mendapat energi yang lebih banyak. Tetapi aku tahu, Na lebih berarti dari apapun dan kakak ipar segera berlari keluar sembari berbicara dengan seseorang di dalam ponselnya, sebelum aku benar-benar keluar dari dalam kamar mereka.

Sekitar jam tiga pagi kakak ipar kembali. Aku bisa mendengar langkah kakinya ditangga dan suara pintu kamar mereka yang terbuka. Aku tidak bisa tidur sama sekali, berharap segera mendapat kabar bahwa ia dapat menemukan kakakku. Aku segera berlari keluar kamar dan ia tampak kaget ketika aku baru saja akan mengetuk pintu kamarnya dan di saat yang bersamaan ia keluar dari sana.

"Bagaimana?" tanyaku.

Ia menghentikan langkahnya, mendehem sekali sebelum menutup pintu kamarnya dan benar-benar keluar dari sana. Melewatiku, kupikir ia akan mengatakan sesuatu jadi aku mengikutinya. Menuruni tangga, masuk ke area dapur dan ia belum mengatakan apa-apa sementara aku masih menunggu.

"Kakak ipar."

Ia meneguk air dari gelas, menatapku sebentar karena panggilanku barusan; hanya diam dan kemudian meneguk airnya lagi.

"Kak

Ia meletakkan gelasnya, kemudian berjalan melewatiku, bahkan menabrak bahuku sedikit dan aku belum benar-benar menyadari apa yang terjadi. Aku mengikutinya berjalan, menaiki tangga, sampai kami berada didepan kamarnya, kemudian ia menutup itu tanpa berbicara sepatah katapun.

Barulah aku menyadari, dia mengabaikanku.


***

PUNISHMENT✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang