20. Meet

20.9K 2.1K 204
                                    

Dari sekian entitas, mengapa harus kau.

Seperti apa yang sudah kubayangkan, sekolah mungkin akan menjadi neraka keduaku setelah rumah, sejauh ini begitu. Setelah membolos selama berhari-hariーsemenjak insiden Hyera, aku akhirnya berangkat ke sekolah. Tatapan orang-orang seolah siap untuk menerkam dan menenggelamkanku dalam lautan kebencian. Dan semua orang, tampak lebih terang terangan. Bahkan, tak enggan beberapa sengaja berbisik serupa suara normal untuk menyindirku sebagai pembunuh, tidak tahu diri, miskin dan sebagainya.

Sungguh, sikap tak perduli yang ada pada diriku mungkin semakin khatam sebab aku mampu untuk duduk normal dan mengikuti pelajaran seperti biasa. Telinga mendadak tuli dan wajah setebal tembok, itu yang kulakukan sedari pagi.

Dan saat jam pelajaran berikutnya sosok itu tiba-tiba hadir, seturut rasa nyaman sekaligus lega pada diriku yang mendadak muncul. Jeon Jungkook, semenjak insiden itu semua kini tahu bahwa tak ada yang bisa mengganggu saat ada dia di sekitarku. Seperti biasa, ia langsung duduk di belakangku dan meletakkan kepala di atas meja. Beberapa siswi terlihat sinis dan menjauh semenjak kehadiran Jungkook.

"Jadi berapa banyak dan separah apa gangguan yang sudah datang kepadamu?"

Suara berat serupa bangun tidur itu segera menyelinap melalui indera pendengaran yang menghasilkan respon berupa balikan badan dan lipatan tangan pada dada dariku.

"Tidak seburuk yang kubayangkan," ujarku dengan sombong.

"Harusnya aku bisa menikmati tidur panjang dan game kesayanganku, tapi karna kau yang selalu merepotkan, aku mesti datang untuk menyia-nyiakan waktu berhargaku."

"Bilang saja kau mengkhawatirkanku, tidak usah bertele-tele."

Jungkook mengangkat kepalanya, matanya masih sayu dan merah pertanda ia kurang tidur. Rambutnya terlihat masih sedikit basah dan acak-acakan. Tangannya tiba-tiba melayang di udara hingga dua jemarinya menyentuh dahiku dan menghasilkan bunyi yang membuat aku merasa kesakitan.

'Aw! Sakit. Kau gila ya."

"Apa susahnya bilang 'terima kasih, Jungkook tampan'. Aku sangat beruntung memiliki sahabat sepertimu."

Dan decakan menjadi satu-satunya penyambut saat Jungkook ber-aegyo dengan sedikit menjijikkan. Kurasa tingkat kewarasannya semakin menipis dan perlu pertolongan lebih lanjut sebab ia tampak lebih kekanakan dari biasanya.

"Jungkook, aku ingin bilang sesuatu."

Mendengar pernyataan barusan, Jungkook terdiam dengan pergantian mode wajah teramat serius. Sedikit menyeramkan karena ia sangat cepat untuk merubah ekspresinya. Sebelum ia menjawab aku mendadak khawatir dan menoleh ke segala arah. "Nanti saja setelah pulang sekolah, aku tak ingin orang lain mendengarkan," sambungku kemudian. Namun respon Jungkook cukup mengejutkan karena ia segera berdiri, meraih tanganku dan menyebabkan pusat perhatian mengarah kepada kami.

"Kita bisa bolos. Masih banyak hari lain untuk sekolah."

Dan bokongku tak lagi berada di tempat semula. Tas milikku diambil dan diselipkan pada bahu lainnya, membuat sedikit banyak ingin tertawa karena geli namun kuurungkan sebab tatapan tajam yang terus mengantarkan kepergian kami.

Tangan Jungkook masih menaut, urung untuk melepas hingga kami berada di parkiran dan mobil merahnya menyambut. Terselip sedikit penyesalan sebab ingin melakukan sesuatu atau sedikit protes pada Jungkook karena sebenarnya hari ini aku tidak berniat untuk membolos.

"Kita mau kemana?"

Pemuda itu tidak menjawab karena kini ia sudah sibuk dengan kemudi bersamaan suara deru mesin mobil yang menguap diudara. Tanganku baru saja memakaikan seat belt ke tubuhku sendiri. Aku seperti orang tolol. Kurasa. Duduk di sebelah Jungkook, disetiri pula, mungkin menjadi mimpi bagi banyak gadis lainnya. Tetapi entah mengapa ada rasa khawatir dari dalam diri yang tak bisa kuungkapkan secara gamblang. Entah karena banyaknya misteri yang terdapat dalam diri Jungkook, ucapannya yang terkadang tidak konsisten atau sikapnya yang suka berubah-ubah.

PUNISHMENT✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang