EPILOGUE III

13.8K 1.6K 158
                                    


Setelah menikah, aku bisa merasakan kau yang begitu manis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah menikah, aku bisa merasakan kau yang begitu manis.

***

"Kau tau kenapa perusahaan start up masih membutuhkan jasa kita sementara mereka bisa meng-hire tenaga sendiri, Nona Lee?"

Menjawab bukan pilihan yang tepat. Meski aku tahu Tuan Bang sedang bertanya, tetap saja menjawab pertanyaannya bukanlah pilihan yang tepat. Ia tidak akan suka.

"Jika bukan karena mereka butuh ide-ide baru, tidak punya uang yang cukup untuk membeli software atau mencari programmer tetap, kita sudah mati sejak dulu."

Tuan Bang mengatakan itu tepat di wajahkuーdi hadapan staf multimedia designer lain, termasuk anggota timku. Satu senyum sudah tertarik di ujung bibir Eunbyul, menatapku seperti sedang dimakan hidup-hidup oleh seekor harimau. Aku tau ia begitu menyukai pemandangan ini dan berharap bisa mematrinya selamanya di dalam kepala.

Beberapa partner menyatakan komplain, bukan karena kesalahan timku sebenarnyaーmelainkan mendadak ingin membatalkan dengan alasan yang terlalu klasik. Seperti ada beberapa item yang tidak sesuai dengan tampilan yang dipersentasikan di awal dan sebagainyaーbagiku mereka hanya sedang mencari-cari alasan. Ada yang perusahaannya sedang colapse hingga tak bisa membayarkan sisa pembayaran, ada yang menemukan vendor yang lebih murah, atau ada pula yang ingin membatalkan tanpa alasan yang lebih jelasーaku tak bisa mengetahui seluruhnya.

"Perbaiki kesalahanmu." Tanpa menatapku Tuan Bang lanjut berbicara sekaligus menutup rapat. Anggota timku sempat ragu untuk beranjak sebelum aku memberi tanda melalui gerakan tangan: tak apa, kalian pergi saja.

Kupikir aku sudah sendiri, namun rupanya Hera berada di sana, di dekat pintu.

"Tuan Bang mungkin sedang stres," katanya. Simple. Ia memeluk agendanya dan kotak pensil di tangannya. "Perusahaan kita sedang bermasalah, itu membuatnya khawatir."

"Ya, itu sudah terjadi beberapa kali, bukan? Mengapa ia selalu melampiaskan ini pada kita?" Aku memijiti kepalaku sendiri. Berusaha menenangkan diri setelah ditimpa tekanan emosi bertubi-tubi.

"Kali ini cukup serius, Ara. Tapiーada berita yang sedang panas dan aku tak tahu ini akan menjadi baik atau tidak." Hera mendadak memperhatikan sekitar, berjalan pelan ke arahku dan berbicara dengan nada yang hampir tak terdengar jika bukan karena kami berjarak tak lebih dari setengah meter. "Kudengar, perusahaan kita akan dibeli. Lebih tepatnya diakuisisi. Jadi, kita tidak akan kehilangan pekerjaan."

"Well, ya sudah. Aku hanya kesal jika Tuan Bang selalu bereaksi buruk untuk segala sesuatu."

"Kau sendiri tahu, ia panikan." Hera berbisik lagi. Kali ini ia mengajakku untuk keluar dari sana, berniat untuk mengajak makan siang padahal aku sudah punya janji. Hera tak protes juga.

PUNISHMENT✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang