11. Hurt TH

25.2K 2.9K 279
                                    

Pernah tidak kau mengambil segelas air, menuangkan sedikit parfum, lalu menaruhnya dengan tangan gemetar ke dalam gelas yang sama. Aku pernah melakukannya, beberapa malam yang lalu. Aku membayangkan bahwa aku mungkin bisa segera sekarat dan mati seperti yang kulihat dalam video. Tetapi kenyataannya, aku hanya menjadi mual, pusing dan muntah beberapa kali. Astaga, bahkan kematian sekalipun tidak ingin berpihak padaku.

Kau tahu apa yang kubayangkan saat aku pertama kali bertemu kakak ipar selain rasa kagum yang teramat sangat, aku melihatnya seperti manekin hidup yang entah mengapa tidak bertemu denganku saja sebelum bertemu kakakku. Ya, meski setelah itu aku tersadar bahwa walaupun ia bertemu aku sebelum kakakku, pada akhirnya ia akan tetap jatuh pada Ana. Karena aku tak pelak hanya bagai itik buruk rupa.

"Ara ..."

"Ara ..."

Berapa kali ia menyebut nama itu hingga membuat jantungku seperti akan jatuh ke bawah. Bolehkah aku memilih maut menjemputku saat ini dibandingkan bertemu kakak iparku?

Aku tahu Jungkook masih menahan sakit meski ia tampak tidak cemas atau takut sama sekali. Masalahnya bukan diriku, melainkan Jungkook yang ada di dalam kamarku.

"Pergi, buka pintumu," bisiknya hampir tak terdengar.

Aku hampir menangis, seluruh badanku gemetar.

"Kakak iparku akan membunuhmu," suaraku tertekan paksa karena aku ingin berteriak namun tidak bisa.

"Pikirkan dirimu, Bodoh! Ia lebih mungkin membunuhmu daripada aku."

"Ara ... buka pintunya!" Suara kakak ipar terdengar meninggi, membuatku mungkin bisa saja mengencingi celanaku sendiri.

"Cepat!"

Persetan!

Aku bahkan akan lebih bahagia jika ia membunuhku. Hanya saja semoga tidak terjadi apapun pada Jungkook. Aku turun dari tempat tidur, dengan kaki telanjang dan melangkah perlahan. Menggigit bibir bawahku, memperlambat langkah berharap waktu bisa berhenti dan semua ini tidak pernah terjadi.

Krek

Ia segera masuk, bahkan menabrak bahuku dan langsung mengitari sekeliling kamarku sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya. Tak ada baju yang melekat ditubuhnya, hanya mengenakan training panjang dengan rambutnya yang berantakan. Matanya menelusur tajam, sesekali alis tebalnya naik, membuat rautnya semakin terlihat seram.

Dibandingkan kaget karena kakak iparku, Kim Taehyung, kini aku bahkan lebih terkejut karena menyadari Jungkook juga tidak ada disana, lengkap dengan ranselnya.

Kakak ipar tiba-tiba berhenti disebelahku.

"Lihat aku!" katanya dengan suara yang sedikit tinggi.

Aku menegakkan kepala, mensejajarkan pandangan dengan matanya. Sungguh aku semakin menciut karena wajahnya jauh lebih menyeramkan.

"Apa yang sedang kau lakukan?"

"Tidak ada."

"Kenapa kau mengunci pintumu?"

"Tidak apa-apa kak, hanya .. ingin melakukan urusan perempuan."

Tak ada perubahan yang terjadi saat aku baru saja mengutarakan sesuatu yang kepalaku sendiri tidak mengerti bahwa ucapan barusan telah keluar dari mulutku.

"Kau tahu, semakin lama kau semakin mirip dengan kakakmu."

Apa? Apa maksudnya, apa yang ia katakan?

Mirip wajahnya, atau apa?

Aku bahkan tak berani menatap mata elangnya, hingga aku hanya berusaha fokus pada hidung tingginya. Tidak ada yang terjadi selama beberapa saat, selain suara nafas kami yang bersahutan.

PUNISHMENT✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang