24. Office

17K 2.2K 424
                                    

Ketukan sepatu yang menyentuh lantai itu mungkin menjadi gema sekaligus signal biasa yang sudah terhapal mati bagi mereka yang segera membungkuk saat menyaksikan Sang Tuan hadir dan tumit itu menyeka setiap permukaan keramik. Langkahnya begitu pasti bersama tubuh tegap berbalut jas hitam seiring dengan aroma pinus yang menguar.

Adapun saat aku terpaksa menyamakan langkah saat Si Nona Sekretaris menekan tombol lift, tubuh kami tiba-tiba bersinggungan seolah ia sedang mendorongku untuk berdiri ke belakang sedang ia bersisian dengan Taehyung. Jujur saja, menurutku itu lebih baik karena aku tidak memiliki kepercayaan diri menerima setiap tatapan yang menyambut.

Ruang demi ruang yang penuh dengan suara ketikan keyboard dan seseorang berbicara di telepon, serta sesekali ada yang menyadari bahwa Si Bos tengah melewati hingga terjadi keheningan dan adegan membungkuk menjadi pemandangan yang khas setelah kami keluar dari dalam lift. Kiranya suasana semakin hening dan tak ada lagi ruang ruang kaca berisikan orang orang didalam sana sebab kami telah sampai pada dua ruang yang berhadapan.

Kakiku sempat ragu untuk melangkah sejak pintu di sebelah kiri dibuka oleh Sang Sekretaris dan ruangan penuh nuansa coklat itu mau tak mau menarik sebagian dari perhatianku untuk mengitari dan mengobservasi setiap sudut. Ruangan itu tak terlalu besar, hanya ada dua sofa berhadapan dan meja kecil diantaranya, standing hanger berada di sudut, beberapa dasi tersangkut disana. Meja besar dengan tumpukan kertas dan dokumen, seperangkat komputer dan laptop berlogo apple di sebelahnya.

"Tolong bawakan dua teh untuk kami." Suara Taehyung begitu menggema saat tak ada yang bisa mengimbangi itu dan hanya dia yang bersua diantara kami. Sang Sekretaris menatap sejenak, kemudian menjawab serupa suara lembut. "Baik, Tuan." Lalu ia berjalan ke arah pintu keluar dan aku yang sedari tadi berdiri didekat pintu semakin membeku saat ia telah duduk pada kursi kebesarannya.

"Kau mau berdiri disitu sampai kapan?"

Aku hanya bisa meneguk ludah, bertingkah idiot saat mencoba bertanya melalui tatapan apakah aku boleh duduk di sofa dan ia mengangkat satu alisnya keatas. Menyadari betapa tololnya diriku sendiri dan aku segera mendudukkan diri pada salah satu sofa. Aku tahu ia terus saja menatap ke arahku meski aku berusaha menyibukkan diriku mengobservasi ruangan, lebih tepatnya berpura-pura melakukan itu karena aku tak mengerti betapa diriku begitu gugup.

"Apapun yang Jimin katakan, kau tak harus mempercayai dirinya begitu saja. Aku sudah pernah bilang bukan, jangan percaya pada siapapun. Harus berapa kali aku mengulanginya?"

Kenapa harus begitu atau berikan aku alasanmu, mungkin harusnya menjadi pertanyaan yang terbit dari buah bibirku dan tentu tak terjadi sebab aku tahu ia tak butuh tanggapan apapun. Dan entah mengapa bunyi suara pintu serta hadirnya sosok yang membawa nampan dengan kedua tangannya itu menghadirkan kelegaan dalam diriku. Setidaknya suasana aneh itu bisa memudar sejak si sekretaris masuk dan memberikan kami masing-masing segelas teh. Ia bahkan menghadiahiku sebuah senyum manis.

"Kau boleh kembali ke ruanganmu."

Begitu suara itu kembali menjadi dominan, si sekretaris melirik kearahku sejenak dan ia langsung menuruti. Tidak, aku tak suka jika harus tinggal bersama seorang Kim Taehyung seperti seorang korban pesakitan yang dirundung dengan hujaman tatapan penuh misteri itu lagi. Namun pada faktanya, keheningan kembali muncul dan aku tahu bahwa aku tak bisa melakukan apapun kecuali mematung pada posisi yang sama sekali tak bisa kusyukuri.

Suara denting gelas itu bahkan mampu memicu adrenalinku.

Untungnya setelah acara meminum tehnya, dan aku melakukan hal yang sama, tatapannya berpindah pada perangkat komputer dihadapannya. Menyesap tehnya kembali, melakukan sesuatu melalui mouse-nya dan adegan itu berulang beberapa kali. Syukurnya hal itu seolah membiarkan dirinya untuk larut dan tak lagi menaruh perhatian padaku.

PUNISHMENT✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang