6. Party

30.2K 3.2K 261
                                    


"Kau percaya jika alam semesta ini sangat luas dan tidak terbatas?"

"Percaya. Memangnya kau tidak?"

"Kau percaya jika Neil Amstrong benar-benar menginjakkan kaki di bulan?"

"Memangnya kenapa? Kau habis membaca buku sesat mana lagi, kau mau bilang itu teori konspirasi begitu?"

"Aku hanya mencoba kritis, memangnya tidak boleh mengetahui kebenaran yang sesungguhnya?"

Jungkook memukulkan buku ke atas kepalaku tanpa perasaan belas kasih sama sekali. Kadang membuatku ingin menendang bokongnya, namun sebelum aku melakukan itu, dia pasti tersenyum memamerkan gigi kelinci, mengerutkan hidung besarnya dan matanya melengkung seperti bulan sabit, aegyo alaminya.

"Jangan sok kritis jika hidupmu sendiri belum bisa kau selamatkan," katanya, membuatku mendecih dan melempar buku lain yang berada di atas meja ke depan wajahnya.

Kami sedang menyembunyikan diri di perpustakaan sejak dua jam pelajaran terakhir. Toh, tidak terlalu penting karena guru yang mengajar biasanya lebih suka menceritakan tentang masa lalunya, bahkan abai terhadap materi yang seharusnya diajarkannya. Kadang aku berpikir bahwa uang sekolahku terlalu mahal untuk membayar guru sepertinya. Tetapi toh yang membayar adalah kakak ipar.

"Kook, hari ini aku akan dijemput kakak iparku."

Ia memindahkan tatapannya dari buku Biologi bergambar sistem reproduksi yang sedang di bacanya. Menurutku dia sedang melihat gambar, bukan membaca. 

"Wow, apa kau menjadi alter ego sekarang?"

"Dia memaksaku, sialan! Aku bahkan hampir mati tadi pagi," balasku lantang.

"Sungguh? Kau pernah dengar cerita tentang seorang gadis yang menjadi terobsesi pada pemerkosanya, bahkan tidak ingin lepas darinya dan malah ingin selamanya menjadi begitu?"

"Itu sakit jiwa namanya," kataku tak kalah lantang dibandingkan sebelumnya. Kulihat Jungkook tertawa sepele. Aku tahu jika ia sedang mengujiku. 

"Boleh aku bertanya sesuatu?"

"Apa?"

"Bagaimana rasanya saat ia melakukan itu padamu?"

Sontak aku memukul kepalanya beserta kepalan tangan, mesti setelah itu meringis kesakitan karena ulahku sendiri. Kepala Jungkook seperti terbuat dari batu, keras sekali.

"Aisss, kau ini kenapa? Aku hanya ingin tahu, apa itu salah?"

Aku mencebik lagi. Tidakkah dia memiliki rasa empati sedikit saja? "Kupikir kau yang sakit jiwa disini, Jungkook," kataku sembari memberi tatapan bersiap memangsa.

Dia menggoyangkan kepalanya sedikit. "Aku kan cuma ingin tahu rasanya," katanya dengan wajah tak berdosa.

"Coba saja sendiri sana! Bilang padanya kau ingin diperkosa dia."

Jungkook terkekeh, lagi seperti bayi tak berdosa. "Bagaimana kalau kau saja yang mengajari aku."

Kali ini aku benar-benar memelototkan mata, menghela nafas sedikit lebih panjang dan bersiap menarik rambut hitamnya itu. Tetapi sebelum aku melakukan itu, ponselku telah berbunyi terlebih dulu. Aku mengambilnya, sedikit canggung saat melihat nama pemanggil. Sebelumnya aku melihat Jungkook yang tampak tak peduli karena telah kembali sibuk melihat gambar di buku Biologi.

"Kau dimana, aku sudah di depan sekolahmu."


*

PUNISHMENT✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang