Aku pernah berfikir, bagaimana jika Na tidak pernah ada dalam kehidupanku. Apakah aku akan hidup lebih bahagia seperti remaja kebanyakan atau sama saja seperti sekarang. Atau bagaimana pula jika aku menjalani kehidupan persis seperti apa yang dilakukannya. Apa aku akan bahagia? Apa Na berbahagia?
Ah, aku tidak bisa.
Aku hanya akan berbahagia jika Na ada disana, jika Na berbahagia di sana.
Aku nyaris melemparkan dua gulung Omelette tadi pagi dengan resep baru yang kupelajari malam sebelumnya hingga melewatkan waktu belajarku hanya untuk menyenangkan hati Kim Taehyung. Aku akan menyebutnya demikian dari sekarang karena toh, Ia tak pantas untuk kusebut sebagai Kakak Ipar lagi. Dan seperti yang sudah sudah, Ia hanya melewatiku dengan setelan jas lengkap sembari menentang tas Gucci-nya, dan satu tangan lainnya berada di telinga, memegang telepon genggamnya dan Ia sibuk berbicara dengan seseorang. Melewatiku, mengabaikanku seperti tidak ada siapapun di sana.
Aku, entah harus mengucap syukur karena setidaknya Ia tidak menyiksaku lagi, atau harus bersedih karena rencanaku seolah sia sia dan apapun yang kulakukan tidak ada artinya.
Terkadang, diabaikan dan dianggap tidak ada jauh lebih menyakitkan dibandingkan disiksa secara fisik. Well, setidaknya Ia masih menganggap bahwa kau hidup dan bernafas.
Aku juga melewati hari Mingguku yang berharga hanya untuk mengelap guci guci kesayangannya, membersihkan tiap tiap sudut yang jauh dari jangkauan penglihatannya, mempelajari resep resep baru, dan banyak hal lainnya demi menyenangkan hatinya.
Tidak, bukan untuk menyenangkan hatinya dalam artian yang sebenarnya. Melainkan hanya mengikuti saran dari Jeon Jungkook. Mengambil hatinya, lalu mematahkannya. Aku hanya ingin berjuang untuk kebahagiaanku sendiri, sekali ini saja.
Tetapi, Ia bahkan tidak melirikku sedikitpun.
"Hey!"
Sebuah kertas mendarat tepat di hadapanku setelah menabrak kepalaku terlebih dulu. Aku buru buru mendongak dan mendapati seseorang yang berdiri berjarak dua meja di depanku, perlahan mendekat lalu berhenti tepat di depan wajahku membuatku harus sedikit mendongak untuk bisa melihat ke arahnya.
"Kau, adik Ipar Kim Taehyung bukan?"
Ia adalah seorang gadis, seperti Dewi karena sangat cantik, dengan tubuh kelewat kurus namun kulitnya jelas halus sekali, memakai seragam yang sama denganku. Sontak anak lain yang berada di kelasku menghentikan aktivitas mereka masing-masing, beralih memberikan atensi ke arah kami.
Oh, jadi begini menarik perhatian mereka.
Aku tak mengenal gadis ini, aku juga tak merasa pernah melihatnya. Namun entah mengapa tatapannya kelewat angkuh dan memandangku tidak suka. Apa aku pernah melakukan kesalahan terhadapnya?
"Kudengar, kau juga cukup dekat dengan Jeon Jungkook."
"Aku, kau sedang berbicara padaku?" kataku kemudian sembari menunjuk diriku sendiri, memandang anak lain sekilas. Semua memberiku tatapan yang hampir mirip. Seperti aku ini adalah seorang pesakitan yang baru saja melakukan sebuah kesalahan besar.
Sebentar, aku bahkan tidak pernah perduli dan tidak pernah bergaul dengan siapapun. Aku tidak pernah berbincang banyak atau ingin berteman dengan mereka. Aku juga sadar bahwa mereka tidak perduli denganku. Aku cukup tahu diri bahwa aku tidak mampu mengimbangi mereka. Seragam yang kami gunakan mungkin sama. Namun pada akhirnya, secara fisik tentu keadaanku tidak sebaik mereka. Kulit yang sangat terawat, rambut yang bergaya, hingga cara makan saja berbeda.
Gadis itu tertawa sedikit sinis, menyilangkan kedua tangan di dada, memandangku remeh. Dan anehnya tidak ada seorangpun yang bersuara sejak gadis itu berada di depanku. Aku mencoba membaca name tag miliknya. Park Hyera. Siapa dia?
KAMU SEDANG MEMBACA
PUNISHMENT✔
Fanfic[COMPLETED] "Aku tidak akan menggugat, kau tak perlu kembali pada kehidupan lamamu yang melarat. Satu syaratnya, gantikan peran kakakmu." - Kim Taehyung ©️msvante • 2019