Aku baru saja kembali saat Jungkook mengantarkanku sampai ke pintu depan. Kami berdua tertidur setelah melakukan perbincangan layaknya dua manusia tidak waras dan berakhir dengan uapan Jungkook, lalu aku berikutnya, kemudian kami berdua sama-sama terdiam dan tidur. Terbangun setelah benar-benar gelap dan aku terganggu karena nyamuk yang mulai mengigit. Orang gila mana yang akan tidur di bawah pohon, di depan danau kecuali kami berdua?
Saat baru memasuki gerbang, aku mendapati mobil kakak ipar sudah terparkir disana. Seketika rasa takut menguar di dalam dadaku, jantungku berdegup berpuluh kali lipat. Aku memelankan langkah dan ragu untuk masuk ke dalam. Mengingatkan diri, bahwa tidak ada tempat untuk lari dari sini, aku memberanikan tubuhku untuk tetap masuk ke dalam rumah.
"Darimana?" Suara rendah khas kakak ipar sedikit mengagetkanku di tambah suasana horor karena lampu ruang tengah tidak dinyalakan. Ia duduk di sana dengan pakaian yang lebih kasual dan ada gelas di meja di hadapannya.
"Sekolah."
"Apa ini?" Ia melempar sebuah surat dengan kop yang familiar ke atas meja di hadapannya, kop sekolahku.
Aku mematung seperti idiot yang sedang diadili. Beginikah rasanya dimarahi seorang ayah saat mengetahui putrinya pulang terlambat? Aku pernah melihatnya beberapa kali dalam drama. Bedanya, pria yang memarahiku sekarang hanya terpaut tiga tahun lebih tua dibanding diriku. Sebenarnya aku tidak setakut yang kubayangkan. Ini tidak lebih mengerikan ketimbang aku dibawa ke tempat rumah penampungan anak yang ternyata adalah sindikat penjualan anak perempuan untuk dijadikan pelacur. Untuk pertama kalinya seumur hidupku aku mensyukuri pernah hidup di lingkungan yang keras, karena apapun yang kuhadapi sekarang belum lebih menyeramkan dibandingkan dahulu.
Ia mengambil remote dan menyalakan televisi lcd berukuran besar di hadapannya. Membuatku secara refleks melihat ke arah sana pula dan memaki diri di dalam hati karena ia memutar rekaman CCTV saat Jungkook mengantarku ke depan pintu gerbang.
"Jadi kau tidak bersekolah demi pergi bersama laki-laki? Memangnya berapa kau dibayar, apa uang dariku kurang?"
Woah. Telingaku mendadak panas, darahku rasanya mendidih di ubun-ubun. Kali ini dia merendahkanku seperti jalang. Hell. Aku bahkan masih gadis terhormat sebelum ia menghancurkanku.
Bastard Kim!
Aku menarik syal yang melilit leherku, bak kerbau mengeluarkan asap dari hidungnya aku menghela nafas sekali. "Bagaimana aku bisa sekolah dengan ini, kau yang membuat ini. Apa kau ingin memberitahu pada dunia bahwa kau sudah memperkosaku? Kau meninggalkanku selama seminggu setelah itu. Kupikir kau membuangku setelah menghancurkanku."
Kurasa mataku hampir keluar saat mengatakan itu sembari menunjuk perpotongan leherku.
Dia tidak merespon, tetapi wajahnya jelas sekali sedang menahan emosi. Ia tiba-tiba bangkit, dalam gerakan cepat menarik tanganku hingga membuatku terduduk di atas pangkuannya. Aku menahan nafas saat ia mendekatkan wajah dan kurasakan hidungnya menyentuh pipiku. Tangannya menarik tubuhku untuk lebih rapat pada tubuhnya. Aku bisa merasakan bahwa bokongku sedang menduduki tempat yang salah. "Kau tidak lupa kan, kau harus berperan menjadi istriku?"
Aku mengangguk lemah, sembari mengulum bibir untuk menahan isakan yang hampir keluar. Aku selalu ingin berontak tapi tak berdaya jika dia sedang bertindak begini. Aku sedang dilecehkan, dihina, harga diriku diinjak-injak tetapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. "K-kak." kataku tiba-tiba di luar kendali. Memberanikan diri menatap mata tajamnya.
"Hm?" jawabnya dengan suara yang membuat darahku berdesir.
"Apa yang terjadi jika aku melawan saat kau menyentuhku seperti ini?"
Dia tiba-tiba tertawa, untuk pertama kalinya aku melihatnya tertawa lagi sejak insiden kakakku melarikan diri. Tertawa seperti aku baru saja melakukan pertunjukan komedi yang sangat lucu dan dia sebagai penontonnya. Hell. Aku tidak tahu apa dia benar-benar kehilangan kewarasannya sekarang. Efek kehilangan Na mungkin mengguncang jiwanya juga. Beberapa detik kemudian ia terdiam lagi, bibirnya menyeringai dan tidak membiarkan mataku melarikan diri saat melakukan itu.
Tangannya beralih ke satu tanganku, meraih pergelangan tanganku dan mencengkeramnya erat. "Coba kau lepaskan ini."
Aku menurutinya, mencoba melepaskan tanganku dengan susah payah dan hasilnya adalah nihil, kecuali rasa sakit dan kulit yang memerah karena gesekan antara pergelanganku dengan tangannya yang mencengkeram.
"Lihat? Jadi kau bisa melepaskan diri atau tidak?" katanya.
Aku terdiam. Memprotes dalam hati karena kekuatannya sebagai lelaki jelas saja jauh lebih bertenaga dibanding diriku. Idiot sekalipun tahu tentang itu. Aku menggeleng pelan, menunduk sembari menggigit bibir sebagai pertahanan terakhirku. Tubuhku kembali merinding saat ia menaruh hidung tingginya di kulit leherku, rasanya membuatku tercekat karena harus menahan nafas. Membuatku merasakan sensasi dingin sekaligus merinding beberapa saat kemudian. Sial, dia menjilatnya. "Ternyata kau lebih bodoh dari yang kubayangkan," bisiknya di telingaku.
"Wajar jika aku bodoh. Aku miskin dan tidak punya waktu belajar. Kalau kaya tetapi bodoh baru tidak wajar." See? Aku bangga untuk diriku dengan keberanian yang tersisa di dalamnya. Tidak ada kewarasan untuk melawan orang gila.
Aku bisa merasakan dia sedikit terkejut, matanya sedikit membesar dan bibirnya sedikit terbuka. "Wow, kau lebih frontal dari yang kubayangkan. Jadi begini pola kalian yang sebenarnya? Berpura-pura polos dan baik demi meraup keuntungan dari orang kaya, setelah itu jadi tidak tahu diri dan menusuk dari belakang. Sudah miskin, bodoh, penjahat pula, what a fuck people!"
Begitulah manusia, akan ketahuan sifat aslinya jika dihadapkan dengan kesakitan dan kemurkaan. Aku juga ingin protes karena kupikir dia orang kaya dermawan yang menjadi sosok penolong bagi kaum miskin nan bodoh seperti kami. Nyatanya, dia menjadi jahat juga setelah dikhianati kakakku. Jadi untuk apa dia protes tentang perubahan perilakuku? Manusia memang lebih mudah melihat kesalahan orang lain dibandingkan kesalahannya sendiri.
"Jika orang miskin sepertiku mengumpat dan berkata kasar, cukup wajar sih mengingat lingkungan kami memang tidak berpendidikan. Tetapi jika yang berlaku demikian seorang terpandang yang belajar tata krama dalam dua puluh empat per tujuh, kupikir itu lebih aneh lagi, Tuan Muda."
Kulihat matanya kian membulat, telinganya memerah, tatapannya semakin menyalang, melihatku bagai singa lapar. Makan saja aku, atau bunuh saja aku sekalian. Tetapi hal berikutnya yang ia lakukan cukup berada di luar dugaanku. Ia menarik wajahku dan menyatukannya dengan wajahnya, bibir kami bertemu dan dia segera meraupnya dengan kasar. Memasukkan lidahnya, menyesap bibir atas dan bawahku dengan bunyi decakan ludah yang memekakkan telinga. Aku tidak suka karena itu terdengar kotor. Aku tidak pernah membayangkan dua manusia yang entah baru memasukkan apa ke dalam mulutnya kemudian melakukan pertukaran saliva. Ewh. Tetapi itulah yang terjadi dengan kesadaran total pada kepalaku. Ia bahkan semakin menarik kepalaku dan menyandarkan kepalanya ke sofa, memejamkan matanya seolah dia sangat menikmati itu dengan aku yang berada di atas pangkuannya. Aku tidak tahu jika memegang bahu adalah posisi wajib karena aku baru menyadari itu setelah menyadari kedua tanganku berada di atas bahunya, atau mungkin supaya tidak kehilangan keseimbangan mungkin.
Ia semakin menurunkan tubuhnya, sedang posisiku yang tadinya berada dipangkuannya terpaksa harus mengikuti bentuk tubuhnya yang semakin turun. Ia benar-benar merebahkan diri sembari mengajak tengkukku untuk mengikutinya. Sungguh tidak baik karena kini aku berada di atas tubuhnya, seperti posisi women on top yang pernah kulihat di film porno dari cd bajakan yang dibeli tetanggaku. Ia memberikan pada kakakku dan aku mengintip ketika kakakku menonton bersama teman-temannya.
Aku meraup udara sebanyak-banyaknya setelah ia melepaskan wajahku. Dengan cepat menarik tubuhku dari atasnya dan berdiri sembari merapikan seragamku. Ia ikut bangkit juga dan menatapku sekilas. Sebelum berlalu ia meninggalkan sebuah kalimat.
"Cepat masak makan malam, istri mana yang membiarkan suaminya kelaparan."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
PUNISHMENT✔
Fanfiction[COMPLETED] "Aku tidak akan menggugat, kau tak perlu kembali pada kehidupan lamamu yang melarat. Satu syaratnya, gantikan peran kakakmu." - Kim Taehyung ©️msvante • 2019