12. A letter

24.8K 2.7K 305
                                    

Jungkook menghilang sejak malam itu. Sekitar dua minggu atau mungkin lebih. Ia tidak ke sekolah, tidak ke danau dan tidak muncul dimana-mana.

Mengkhawatirkannya? Sedikit.

Ponselnya pun mati, tak bisa dihubungi.

Aku harap ia tak benar-benar mati.

Secara kebetulan pula kakak iparku sedang sibuk dengan proyek baru di kantornya, membuat ia hampir tak pernah pulang ke rumah.

Aku cukup tenang karena ia tak pernah terlihat saat sarapan pagi, meski aku tetap menyiapkan dua porsi dan semakin riang saat ia belum ada di rumah ketika aku pulang dari sekolah. Aku berharap keadaan sedikit lebih baik hingga aku bisa menikmati hidup seperti remaja normal kebanyakan.

Setidaknya sampai aku mendapat surat dari seseorang di hari itu.


'Ara ...
Ini aku, Na, kakakmu.

Bagaimana kabarmu, adik?
Dan bagaimana kabar suamiku?
Apakah kau merawatnya dengan baik?

Ah, aku benci dengan tulisanku yg seluruhnya berujung tanda tanya.

Aku hanya ingin memberimu kabar,
bahwa aku baik-baik saja.
Tidak usah mengkhawatirkanku.

Jaga Ibu.
Jangan menambah beban pikirannya.
Berikan dia berita-berita bagus.

Kau pasti sudah tahu apa yg harus kau lakukan disana sebagai tugasmu bukan

Aku percaya padamu, adikku.

Jaga dirimu.
Belajar yg rajin supaya bisa menebus seluruh hutangmu pada suamiku.

Aku akan mengirim surat lain kali

Jangan sampai Kim mengetahuinya

Kakak yg mencintaimu,

-Na-

Aku tak mengerti apa yang terjadi pada kepala Na. Niatku untuk membalas dan bahkan mencari dirinya terpaksa kuurungkan karena tak terlihat ada alamat sama sekali pada kertas surat itu.

Aku menyimpannya di laci meja belajarku dan bergegas mandi karena harus menyiapkan makan malam, meski aku tidak tahu apa kakak ipar akan pulang lagi atau tidak.

Setelah selesai mandi, aku segera menuju dapur dan bersiap untuk menyiapkan makan malam. Namun saat aku baru saja akan menaruh panci ke atas kompor, bel rumah tiba-tiba berbunyi.

Kakak ipar? Tidak mungkin mengingat ini rumahnya sendiri dan ia tak perlu ataupun tak pernah menekan bel sebelum masuk ke dalam rumah.

Aku berfikir sejenak sebelum akhirnya berjalan ke arah pintu dan melihat ke arah layar. Ada seseorang yang berdiri di depan gerbang dengan mobil hitamnya dan pintu kemudi yang terbuka. Ia mengenakan setelan jas rapi dan rasanya sedikit familiar.

"Halo," kataku supaya ia segera berhenti memunggungi layar dan aku dapat melihat ke arah wajahnya.

"Ah halo." Ia mendekatkan wajahnya.

Aku segera mengingat orang itu meski lupa akan namanya.

"E-eh, iya halo Kak.." Aku masih lupa namanya namun ia segera tertawa dengan mata yang menyipit.

PUNISHMENT✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang