26. Hurt JK

16.6K 2K 186
                                    

Setelah hari-hari dengan keabnormalan yang berkepanjanganーmenurutku, maka kini aku tak bisa mengelak lagi bahwa si brengsek Kim Taehyung hampir selalu berlari-lari dalam kepalaku. Semakin aku berusaha menepis, hadir bayangannya seolah semakin mengungkung dan tak mau berpindah dari sana. Hingga ada saat dimana aku hanya bisa pasrah, termenung menatap lampu belajarku dan terkadang mendapat panggilan berupa nama saat jam belajar dikelas.

Aku benar-benar sudah gila.

"Park Hyera kembali ke sekolah."

Kudengar seorang anak berbisik dibelakangku. Hampir berupa suara normal yang menurutku, sengaja ia ucapkan dengan nada lebih keras supaya aku bisa mendengarkan. Nyatanya, kendati selama ini aku mampu acuh pada hujaman tatapan pesakitan ituーterlebih sejak Jungkook tak pernah hadir sebagai pelindungku lagi, namun untuk menghadapi Hyera kali ini akan berbeda cerita.

Terkadang ada masa dimana aku mencapai titik maksimum ketika telingaku terasa panas dan degup jantungku mengalami percepatan ketika mereka melakukan perbincangan itu secara lebih masif dan terang-terangan. Seperti saat ini, ketika aku memilih untuk beranjak dari sana untuk mencari suasana yang lebih baik itu artinya mentalku lumayan meruntuh dan memilih  menghilangkan diri sejenak.

Tadinya aku ingin ke rooftop, namun kakiku lebih memilih melangkah ke arah kantin sejak menyadari bahwa aku butuh mengonsumsi sesuatu yang manis untuk mengembalikan mood supaya lebih baik. Berniat untuk mengambil susu pisang didalam kulkas dan segera pergi setelah membayar, pergerakanku terhenti seketika ketika menyadari suara tawa yang terdengar cukup familiar.

"Hey!"

Aku tak begitu yakin pada ingatanku sendiri terkecuali saat aku benar-benar sadar bahwa suara itu tertuju pada diriku sendiri.

"Senang bertemu denganmu lagi, Psikopat Miskin."

Permisi? Apa itu sungguh ditujukan pada diriku?

Suara itu berasal dari gerombolan yang berjarak tak jauh dariku. Duduk disebuah meja dengan Hyera sebagai penyumbang suara yang terlalu mayor. Rautnya terlampau baik dan jauh dari tampilan seseorang yang baru saja keluar dari rumah sakit, kecuali perban yang masih tersisa disisi kepalanya.

"Hyera."

Bibirku kelu sejak tak tahu lagi mesti berkata apa. Keadaan saat ini berbeda jauh dibandingkan pertama kali kami bertemu. Jujur, ada rasa bersalah yang masih menyemat karena aku adalah penyebab Hyera menjadi sakit.

Ia beranjak dari duduknya. Sedang teman-temannya tampak merubah posisi seperti sedang menjadikan kami tontonan. Tak hanya mereka, bahkan hampir seisi kantin memberikan perhatian pada kami berdua. Ia semakin maju dengan tangan terlipat didada.

"Kau sudah sembuh?"

Ia tertawa sepele. Pun aku menyadari bahwa pertanyaanku barusan terdengar konyol sebab itu tak kurencanakan terjadi. "Kau berharap aku mati, kan?"

Cepat-cepat aku menggeleng. "Tak pernah sekalipun aku berpikir demikian, Hyera."

"Kau cukup berbeda." Jemari lentik Hyera menyentuh daguku, memberi tekanan hingga itu agak terangkat keatas. "Dimana mental pembunuhmu seperti saat itu? Apa karena disini banyak orang hingga kau ingin terlihat seperti si lemah? Dasar picik!" Lepasnya begitu saja dan wajahku hampir jatuh.

Tidak, aku tidak sedikitpun ingin bermaksud membalasnya karena kemarahan itu layak mengingat apa yang telah kulakukan padanya. Wajah Hyera mendekat, aroma harum mahal yang menguar dari tubuhnya seolah mengingatkan aku betapa kasta kami jauh berbeda. "Mengapa tak ada perlawanan, Psikopat?"

Suaranya begitu nyaring memecah keheningan yang ada. Aku tak tahu seberapa besar pengaruh Hyera karena nyatanya semua orang hanya menjadikan kami tontonan tanpa berniat untuk melerai.

PUNISHMENT✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang