Tidak ada yang berubah secara drastis jika berbicara tentang dunia di luar rumah. Semua tetap sama. Dimana pagiku terkadang mesti sedikit berlarian ke arah halte karena hampir terlambat, menaiki bus ke arah sekolah atau siswa lain yang masih suka mengataiku dan menatap sinis hingga menyebut namaku secara terang terangan.
Sedikit yang berubah, tentu saja, hingga hari ini Jungkook masih belum datang ke sekolah. Tidak. Aku tidak ingin khawatir. Lagipula Jung Ssaem tidak menanyai lagi seperti sebelumnya atau bahkan menyarankanku untuk datang ke rumah jungkook.
Sepulang sekolah aku pergi ke supermarket, membeli bahan masakan dan kebutuhan rumah lainnya. Tak berencana lama karena aku perlu menyelesaikan pekerjaan lainnya. Namun tampaknya semesta sedang merencanakan sesuatu sejak seseorang yang tiba-tiba menyebut namaku diantara antrian orang yang sedang menunggu pembayaran di kasir.
"Ara ..."
Pakaian yang begitu apik dan senyum khas berbentuk rembulan pada kedua belah matanya mau tak mau menarik nurani dari diriku untuk segera membalas sapaan itu dan menyapanya dengan sopan.
"Kak Jimin."
Ia memandangi troli belanjaku dan berisyarat melalui matanya. Komunikasi kami sempat terputus sejak giliranku tiba untuk mengeluarkan belanjaanku dari troli dan melakukan pembayaran. Kulihat Jimin dengan ragu sebelum berpindah dan merasa tak enak hati jika mesti meninggalkannya saat itu juga. Jadi aku memilih untuk berdiri dengan dua kantong plastik yang kuletakkan pada lantai dan menunggunya selesai dengan belanjaannya.
Senyumnya merekah sempurna saat ia selesai dan berjalan dengan penuh semangat ke arahku. Rambut coklat dan anting nyentriknya itu setidaknya mampu membuatku untuk gagal menahan senyum sebab ia sangat mencolok dan menarik perhatian.
"Kupikir kau akan langsung pergi."
"Sebelumnya aku berpikir begitu, Kak," jujurku yang menghasilkan lengkungan pada ujung bibirnya.
"Banyak sekali, untuk kebutuhan rumah?"
Aku mengangguk sebagai jawaban. Tentu sayuran dan segala tetek bengek yang menjadi kewajiban sehari-hari itu tak mungkin milikku sepenuhnya mengingat jumlahnya yang cukup banyak. Kulihat sebotol mineral yang segera ia buka dan teguk begitu saja.
"Sepertinya ini masih jam kantor bukan, Kak?"
Ia melirikku masih dengan botol mineral yang menancap pada bibirnya. Sedikit lucu karena ia tampak seperti bocah. "Tadinya aku ada meeting didekat sini. Ngomong-ngomong kau tidak sedang buru-buru kan, bagaimana kalau duduk sebentar sembari mengopi?"
"Aku tidak suka kopi," responku secara cepat sebab pikiranku yang lain sudah tertuju pada hal yang tidak seharusnya kulakukan, seperti pulang terlambat misalnya. Taehyung bisa marah jika aku melanggar aturan dan aku masih perlu menyelesaikan seluruh pekerjaan rumah termasuk menyiapkan makan malam.
"Oh, ayolah Ara. Tidak lama, aku janji."
Pun cahaya yang memendar dari wajahnya seolah mendukung untuk tidak melakukan penolakan terhadap senyumnya yang terpatri sempurna. Aku berpikir sejenak sampai akhirnya menyetujui ajakannya. Belum sempat aku mengambil dua kantong plastikku, ia telah melakukan itu terlebih dulu. Membuatku sempat protes namun akhirnya harus menerima segala perlakuannya sebab ia tak berniat untuk melepas itu kembali meski aku berusaha menarik dari lengannya.
"Jadi kau suka apa?"
Aku memandang sejenak menu yang sudah terpampang dihadapan kami dan Jimin tampak ikut memilih juga.
"Mungkin Matcha, Matchalatte."
"Ah, kau suka yang manis rupanya. Pantas saja." Jimin tertawa sebelum membuang mukanya kemudian dengan senyum yang tak lenyap dari wajahnya. Anehnya, pipiku mendadak panas dan merasa malu hanya karna ucapan Jimin barusan.

KAMU SEDANG MEMBACA
PUNISHMENT✔
Fanfiction[COMPLETED] "Aku tidak akan menggugat, kau tak perlu kembali pada kehidupan lamamu yang melarat. Satu syaratnya, gantikan peran kakakmu." - Kim Taehyung ©️msvante • 2019